Framing
secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan
untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang
pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan
dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut
(Sobur, 2001).
Menurut
Robert M Entman, framing dijalankan media dengan melakukan dua hal: “seleksi
isu” dan “penonjolan atau penekanan aspek- aspek tertentu dari realitas/isu”.
Media menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain, dan menonjolkan
aspek dari isu tersebut dengan berbagai strategi wacana, antara lain penempatan
yang mencolok (menempatkan di headline, baik di depan atau di belakang),
pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan,
pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan,
asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplikasi dan lain-lain. Poses
ini, menurut Entman melibatkan reporter di lapangan, gatekeeper (redaktur di
desk bersangkutan, redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi dan pemimpin
redaksi), hingga pihak-pihak lain.
Analisis
framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai
posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang
dihasilkannya (Eriyanto, 2002).
Membuat
frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan
membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks yan dikomunikasikan sedemikian rupa
hingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi
kausal, evaluasi moral dan merekomendasi penanganannya (Entman, 1993).
Framing
secara esensial, menurut Robert M. Entman meliputi penyeleksian dan penonjolan.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi frame adalah
mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan
menawarkan penyelesaian masalah dengan tujuan memberi penekanan tertentu
terhadap apa yang diwacanakan.
Definisi
lain tentang framing dikemukakan oleh Gamson dan Modgliani. Mereka berpendapat
bahwa frame adalah cara bercerita yang menghadirkan konstruksi makna atas
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana (Gamson dan
Modigliani, 1989). Gamson mengandaikan wacana media terdiri dari sejumlah
package interpretif yang mengandung konstruksi makna tentang objek wacana.
Package adalah gugusan ide-ide yang memberi petunjuk mengenai isu apa yang
dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana yang terbentuk.
Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu
untuk memaknai pesan yang disampaikan serta untuk menafsirkan pesan yang ia
terima.
Package
tersebut dibayangkan sebagai struktur data yang mengorganisir sejumlah
informasi sehingga dapat mengindikasikan posisi atau kecendrungan politik dan
yang membantu komunikator untuk menjelaskan makna-makna di balik isu atau
peristiwa yang sedang dibicarakan. Keberadaan package dalam suatu wacana berita
ditunjukkan oleh keberadaan ide yang didukung oleh perangkat wacana seperti metaphor,
depiction, catchphrase, exemplars dan virsual image. Semuanya mengarah pada ide
atau pandangan tertentu, masing-masing kelompok berusaha menarik dukungan
publik. Dengan mempertajam kemasan (package) tertentu dari sebuah isu politik,
mereka dapat mengklaim bahwa opini publik yang berkembang mendukung kepentingan
mereka, atau sesuai dengan kebenaran versi mereka.
Pan dan
Kosicki (1991) menyatakan framing dapat dipelajari sebagai suatu strategi untuk
memproses dan mengkonstruksi wacana berita atau sebagai karakteristik wacana
itu sendiri. Proses framing berkaitan erat dengan rutinitas dan konvensi
profesional jurnalistik. Proses framing tidak dapat dipisahkan dari strategi
pengolahan dan penyajian informasi dalam presentasi media. Dengan kata lain,
proses framing merupakan bagian integral dari proses redaksional media massa.
Dominasi sebuah frame dalam wacana berita bagaimanapun berkaitan dengan proses
produksi berita yang melibatkan unsur-unsur seperti reporter, redaktur dan
lain-lain.
Dalam
konteks ini, seperti dijelaskan oleh Gamson, pekerja media menuangkan
gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri serta memfrase dan mengutip
sumber berita tertentu. Di saat yang sama, mereka membuat retorika-retorika
yang menyiratkan keberpihakan dan kecenderungan tertentu (Gamson dan
Modigliani, 1989). Berdasarkan hal-hal tersebut, framing yang berbeda akan
menghasilkan berita yang berbeda pula apabila wartawan memiliki frame yang
berbeda dalam memandang suatu peristiwa dan menuliskan pandangannya itu ke
dalam sebuah berita atau artikel.
Analisis
framing sebagai pengembangan lebih lanjut dari analisis wacana, banyak meminjam
perangkat operasional analisis wacana. Pan dan Kosicki mengklasifikasikan
perangkat framing ke dalam empat kategori yaitu struktur, sintaksis, struktur
skrip, struktur tematik dan struktur retoris.
Struktur
sistaksis mengacu pada pola penyusunan kata atau frase menjadi kalimat. Ini
ditandai dengan struktur piramida terbalik dan pemilihan narasumber. Keberadaan
struktur sintaksis dalam sebuah berita menggiring khalayak kepada sebuah perspektif
tertentu dalam memandang sebuah peristiwa.
Struktur
skrip mengacu pada tahapan-tahapan kegiatan dan komponen dari sebuah peristiwa.
Secara umum, teks berita terdiri dari 5W dan 1H (what, who, where, when dan
how). Kehadiran struktur skrip dalam sebuah berita bisa memberi kesan bahwa
berita tersebut unit yang relative independen, karena menyajikan informasi yang
lengkap dari sebuah peristiwa, mulai dari awal, klimaks, karakter dan emosi
manusia. Struktur tematik adalah susunan hierarki dengan sebuah tema sebagai
inti yang menghubungkan sejumlah subtema, yang pada gilirannya dihubungkan
dengan elemen-elemen pendukung. Struktur tematik ini terdiri dari ringkasan dan
bagian utama. Ringkasan biasanya dipresentasikan melalui headline, lead, atau
kesimpulan. Sedangkan bagian utama merupakan tempat di mana bukti-bukti
pendukung disajikan, baik berupa peristiwa itu sendiri, latar belakang
informasi atau kutipan- kutipan.
Struktur
retoris menggambarkan pilihan gaya yang dibuat oleh jurnalis sehubungan dengan
efek yang mereka harapkan dari sebuah peristiwa terhadap khalayak. Mereka
menggunakan perangkat framing untuk menggambarkan observasi dan interpretasi
mereka sebagai sebuah fakta atau untuk meningkatkan efektivitas sebuah berita.
Analisis
framing tidak melihat presentasi media sebagai sesuatu yang bebas nilai. Akan
ada selalu ada faktor-faktor yang memengaruhinya. Seperti yang dikemukakan oleh
Pan dan Kosicki, “…it accepts both assumptions of the rule-governed nature
of the text formation and the multidimensional conception of news text that
will allow for cognitive shortcuts in both news production and comsumption”
(Pan dan Kosicki, 1993).
Asumsi
dasarnya adalah bahwa teks media bukanlah suatu cermin realitas seperti yang
diasumsikan secara naïf selama ini; teks media mengangkat versi-versi realitas
yang tergantung pada posisi sosial dan kepentingan serta tujuan-tujuan pihak
yang memproduksi teks media tersebut (Fairclough, 1995: 104). Fairclough
mengandaikan wacana sebagai representasi fakta, pengaturan pihak yang terlibat,
serta relasinyasenantiasa diiringi beroperasinya ideologi, pemaknaan yang
melayani kekuasaan.
Framing
media sedikit banyak akan memengaruhi penilaian khalayak terhadap sebuah
realitas. Di samping itu, proses framing dapat menghasilkan gambaran tentang
suatu realitas yang berbeda dengan kondisi objektifnya. Hal ini dikarenakan
pihak-pihak yang berkompetensi di media dengan frame masing-masing selalu
berusaha memenangkan wacana yang dianggap benar menurut versinya masing-masing.
Tags
Psikologi Sosial