Penempatan lokasi industri mempunyai
peranan yang sangat penting, sebab akan mempengaruhi perkembangan dan
kontinuitas proses dan kegiatan industri itu sendiri, lokasi industri dalam hal
ini kegiatan pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi,
diputuskan berdasarkan berbagai macam orientasi, dalam hal ini Djamari (1975)
membagi pemilihan lokasi menjadi empat golongan yaitu:
- Industri yang berorientasi kepada bahan mentah (Raw Materials Oriented Manufactures)
- Industri yang berorientasi kepada pasaran (Market Oriented Manufactures)
- Industri yang berorientasi kepada tenaga kerja (Labour Oriented Manufactures)
- Industri yang berorientasi kepada sumber tenaga / energi (Power Oriented Manufactures)
Penyebaran
lokasi industri ke daerah–daerah mempunyai arti penting bagi pembangunan daerah
yang dijadikan lokasi industri tersebut, potensi yang ada dapat terolah dan
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, baik itu yang menyangkut potensi manusia
maupun potensi alamnya.
Berkaitan
dengan lokasi industri Djamari (1975) mengemukakan bahwa: “ Faktor yang
merupakan pendukung dalam penempatan lokasi industry adalah : bahan mentah,
sumber tenaga, transportasi, tenaga kerja dan pasaran hasil industri merupakan
faktor yang penting, selain dari itu banyak faktor lainnya yang turut
berpengaruh terhadap eksistensi seperti : iklim, tariff, pajak, modal,
perjanjian pedagang dan penemuan–penemuan baru”.
Sedangkan
Djojodipuro (1992) mengemukakan bahwa: “Dalam teori Weber, faktor yang
mempengaruhi lokasi industri yaitu biaya angkutan dan tenaga kerja yang
merupakan faktor regional yang bersifat umum dan faktor deglomerasi yang
bersifat lokal dan khusus. Sehingga dalam teori weber tersebut biaya angkutan
dianggap sebagai penentu utama lokasi industri; biaya produksi tidak dianggap
menentukan secara langsung, akan tetapi lebih dilihat sebagai fungsi berat yang
diangkut dan jarak yang ditempuh”.
Sedangkan
Sumaatmadja (1988) berpendapat ba hwa: “Dalam teorinya Weber membedakan antara
biaya transportasi bahan mentah dari sumber bahan mentah ke lokasi produksi
(assembly costs) dan biaya transportasi pemasaran komoditi dari tempat produksi
ke tempat penjualan (marketing cost), biaya pengangkutan bahan mentah termasuk biaya
input, sedangkan biaya pemasaran termasuk biaya output. Secara keseluruhan,
biaya transport merupakan penjumlahan antara biaya pengangkutan bahan mentah
dan biaya pemasaran”.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya transportasi yang dikeluarkan
untuk suatu industri tergantung dari jarak antara lokasi industri ke sumber
bahan mentah atau pasar. Makin dekat lokasi industri ke pasar, makin kecil
biaya pemasaran dan semakin besar biaya pengangkutan bahan mentah, sebaliknya
jika lokasi industri dekat dengan daerah sumber bahan mentah, makin besar biaya
pemasaran dan semakin kecil biaya pengangkutan bahan mentah.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penempatan lokasi industri sangat
menentukan keberhasilan suatu industri. Dalam penentuan lokasi industri, gejala–gejala
geografi suatu daerah harus mempunyai kemampuan sebagai penunjang kegiatan
industri tersebut, selain harus memperhatikan unsur tenaga kerja, bahan mentah,
pasaran, pengambangan wilayah dan pelestarian lingkungan.
Faktor–faktor
yang harus diperhitungkan untuk penempatan lokasi industri tidak sama untuk
tiap–tiap jenis industri, hal ini disebabkan faktor yang diperhitungkan
tergantung orientasi industri pada bahan mentah, tenaga kerja, pasar atau
sumber energi. Orientasi lokasi industri batu alam selama ini didasarkan pada
bahan mentah yaitu batu karena tanpa adanya batu yang memadai baik dari segi
kualitas dan kuantitas industri ini relatif susah untuk berkembang. Di sekitar
lokasi industri tersebut terdapat Gunung Batu, dan ternyata hanya sebagian
kecil bahan baku yang diambil dari sana, selebihnya bahan mentah didapat dari
luar daerah. Adapun faktor lain seperti tenaga kerja, keterjangkauan
transportasi dan pasar, dan lainnya masih bisa diupayakan.
Tags
Industri dan Jasa