Pada masa
pubertas, ada perubahan fisik yang mendadak disertai dengan perubahan mental.
Pada masa pubertas, konsep diri akan berubah dan hal ini normal terjadi. Begitu
pula pada masa usia dewasa menengah, dimana fungsi reproduksi mulai menurun,
begitu pula fungsi fisik.
Perubahan
lingkungan juga bisa mempengaruhi perubahan konsep diri. Misalnya anak yang
harus berpisah dengan keluarganya karena akan kuliah ke tempat lain. Pengalaman
di tempat yang baru, tentunya berbeda dengan pengalaman dengan keluarga.
Perubahan
peran pun dapat membawa perubahan konsep diri, apakah peran itu terpaksa
dijalani, atau individu itu tidak siap dalam menjalani suatu peran baru .
Perubahan peran akan menimbulkan beberapa efek salah satunya adalah kembali
mempertanyakan “Siapakah Saya?”, selain itu juga akan menimbulkan masalah
hubungan interpersonal dan juga pekerjaan, dan pada akhirnya bisa meningkatkan
identitas diri yang negatif ( Shereran
& Abraham, dalam Baron , 1997).
Sama halnya
dengan masa pensiun jika perubahan peran dari seorang pekerja ke peran seorang
pensiunan cukup bisa diterima, maka dapat diprediksikan bahwa individu itu akan
berhasil menyesuaikan diri (Eyde, 1983). Ia mempunyai sikap yang positif
mengenai dirinya, sehingga masa pensiun bukan sesuatu yang menakutkan malah
mendorong ia melakukan hal-hal yang belum pernah ia lakukan selama ia aktif
bekerja. Orang yang mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi msa pensiun
menurut Cecil Smith (2002) adalah orang
yang mampu mengembangkan gaya hidup yang terus berkesinambungan mulai pada
waktu ia masih bekerja sampai ia menghadapi masa pensiun. Tidak heran ada
pensiunan yang mencoba kembali bekerja, tapi ada pula yang aktif dalam kegiatan
organisasi sosial, keagamaan, menekuni hobi, mengikuti seminar dan
sebagainya.
Begitu
pentingnya arti bekerja pada individu, sehingga bagi seseorang yang memasuki
masa pensiun akan membutuhkan waktu untuk merubah orientasi kehidupannya dari
suasana bekerja ke suasana waktu luang yang panjang, namun secara psikologis ia
tetap merasa dirinya penting. Pekerjaan berkaitan dengan self seseorang. Dengan
memasuki masa pensiun, ada perasaan tidak bernilai. Eyde (1983) menjelaskan
pensiunan akan kehilangan prestise, kekuasaan, kehilangan aktivitas rutin, dan
kontak sosial yang kesemuanya berperan dalam pengurangan harga diri seseorang.
Michael Longhurst (2001) mengatakan bahwa harga diri yang rendah terjadi karena
orang pensiun kehilangan beberapa aspek penting dalam kehidupannya. Orang yang
mempunyai harga diri yang rendah mempunyai ciri antara lain mudah merasa
bersalah,tidak bisa menerima pujian dari orang lain , merasa bahwa orang lain
tidak menyukai mereka , takut untuk ditolak, tidak bisa mengatakan tidak pada
orang lain.
Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Philips dkk. ( dalam, Hurlock, 1985) bahwa pensiun
bisa membawa dampak pada self image seseorang yang biasanya cenderung negatif.
Sedangkan self image merupakan bagian dari konsep diri. Jadi dapat dikatakan
bahwa seseorang yang mempunyai self image yang negatif akan mempunyai konsep
diri yang negatif. Konsep diri yang negatif akan mempengaruhi kesehatan mental
seseorang. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri seorang
pensiunan, antara lain:
Kesehatan
Beberapa peneliti melakukan penelitian
dan menemukan bahwa kesehatan mental dan
fisik merupakan kondisi yang mendukung keberhasilan seseorang dalam
beradaptasi. Streib (1956) mengatakan bahwa dengan kesehatan yang baik,
seseorang akan lebih bahagia dalam memasuki masa pensiun. Menurut Michael
Longhurst ( 2001) jika seseorang
memasuki masa pensiun dengan konsep diri yang positif, punya penilaian yang
positif mengenai dirinya ia akan lebih berbahagia.
Tingkat sosial ekonomi
Berbicara soal sosial ekonomi maka secara
sederhana kita bebicara mengenai masalah keuangan yang dihadapi pensiun. Di
Indonesia kaum pensiun menerima 75 % dari gaji pokok. Hal ini akan memberatkan
keluarga yang keuangannya benar-benar tergantung dari pekerjaan ayah sebagai
kepala keluarga. Rendahnya keuangan biasanya dihubungkan dengan tingkat moral
yang juga rendah pada kaum pensiun (Biren, 1978).
Status
Orang yang memandang pekerjaan itu adalah
bagian dari identitas diri sering menolak masa pensiun. Dalam hal ini uang
tidak terlalu menjadi masalah. Jika pekerjaan itu dilihat sebagai suatu alat
untuk mencari kontak sosial, alat untuk menunjukkan kemampuan intelektual,
mencari pengalaman baru dan juga meraih prestise tertentu; maka keinginan untuk
melanjutkan bekerja jauh lebih besar. Seseorang yang selama masa aktifnya
bekerja akan memperoleh pengakuan dari masyarakat dan organisasi, sehingga ia
cenderung lebih bisa beradaptasi dengan baik terhadap masa pensiun. Sebaliknya
jika seseorang mendapat status sosial karena hal yang sifatnya politis, maka
orang itu cenderung mengalami kesulitan saat menghadapi masa pensiun.
Kebanggaan dirinya lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasilitas yang
menempel pada dirinya selama ia masih bekerja (Eyde. 1983).
Usia
Pensiun sering di-identik-kan dengan masa
tua. Banyak orang mempersepsi secara negatif terhadap pensiun, dengan menganggp
bahwa pensiun itu merupakan pertanda bahwa dirinya tidak berguna dan tidak
dibutuhkan lagi. Sering kali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi
seseorang sehingga ia menjadi over sensitive dan subjektif terhadap rangsang
yang muncul. Kondisi inilah yang membuat orang menjadi sakit-sakitan saat
pensiun tiba. d. Jenis kelamin Biasanya kaum pria lebih mengalami masalah dalam
hal penyesuaian diri terhadap masa pensiun dibandingkan kaum wanita (Liebert
1986, Hurlock 1985). Kaum wanita akan kembali berperan sebagai ibu rumah tangga
bila mereka memasuki masa pension. Sedangkan kaum pria akan kehilangan
identitas serta peran mereka karena mereka juga kehilangan pekerjaan yang
memberikan rasa penghargaan dan rasa berguna bagi dirinya.
Persepsi
Persepsi seseroang tentang bagaimana
kelak ia menghadapi proses penyesuaian
diri menghadapi masa pensiun. Hal ini berkaitan dengan rencana persiapan
yang dibuat jauh sebelum masa pensiun tiba. Perencanaan yang dibuat sebelum
masa pensiun tiba akan meningkatkan rasa percaya diri pada individu yang
bersangkutan. Perencanaan ini menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti
keuangan, alternatif pekerjaan lain, kesehatan, spiritual dan sosialisasi.
Jika
faktor–faktor di atas mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri
pada waktu memasuki masa pensiun, maka intervensi psikologis cukup diperlukan
oleh karyawan pra pensiun, sebagai
bentuk tanggung jawab moral pada pekerja yang sudah memberikan tenaga selama
ini. Intervensi yang dilakukan dapat
berupa training, seminar, yang orientasinya mengarah pada persiapan psikologis
mengingat ketika seseorang memasuki masa pensiun, ia akan memasuki perubahan
peran yang membawa dampak psikologis yang besar.