Allah menurunkan kitab-kitab-Nya
sebagai petunjuk manusia untuk menjalani hidupnya dan mengirimkan nabi-Nya
untuk dijadikan teladan. Namun dalam perjalanan manusia akan mengalami berbagai
macam ujian, sehingga ada yang tersesat dari jalan kebenaran. Untuk itulah
Allah menurunkan wahyu tersebut agar manusia kembali pada cahaya kebenaran dari
kegelapan yang menutup diri mereka.
Menurut Hasan (2006) ada tujuh
tingkat spiritualitas manusia, dari yang bersifat egoistik sampai yang suci
secara spiritual, yang dinilai bukan oleh manusia, namun langsung oleh Allah.
Mereka yang mencari jalannya, harus menyadari karakter dan perilaku dirinya
secara jujur, sebelum naik pada tingkat yang paling tinggi. Ia juga harus tahu
tentang karakteristik masing-masing tingkatan, khususnya ia tahu berada pada
tingkatan dimana. Tingkatan tersebut yaitu:
Nafs Ammarah
Orang yang berada pada tahap ini adalah orang yang nafsunya
didominasi godaan yang mengajak ke arah kejahatan. Pada tahap ini orang tidak
dapat mengontrol kepentingan dirinya dan tidak memiliki moralitas atau perasaan
kasih. Dendam, kemarahan, ketamakan, gairah seksual, dan iri hati merupakan
contoh sifat-sifat yang muncul pada tahap ini. Pada tahap ini kesadaran dan
akal manusia dikalahkan oleh keinginan hawa nafsu.
Nafs Lawwamah
Pada tahap ini, manusia mulai memiliki kesadaran terhadap
perilakunya, ia dapat membedakan yang baik dan benar, dan menyesali kesalahan-
kesalahannya. Namun ia belum memiliki kemampuan untuk mengubah gaya hidupnya
dengan cara yang signifikan. Mereka membutuhkan obat yang lebih kuat. Sebagai
langkah awal, ia mencoba mengikuti kewajiban yang diberikan agamanya, seperti
sholat, berpuasa, membayar zakat dan mencoba berperilaku baik. Nafsu manusia
selalu mengajak hal-hal yang jahat dan juga hal yang keji. Pada tahap ini, terdapat tiga hal yang
dapat menjadi bahaya, yaitu kemunafikan, kesombongan dan kemarahan. Mereka juga
tidak bebas dari godaan yang akan menyertainya setiap kali beraktifitas.
Nafs Mulhiman (The Inspireda Self)
Pada tahap ini, orang mulai merasakan ketulusan dari ibadahnya. Ia benar-benar
termotivasi pada cinta kasih, pengabdian dan nilai-nilai moral. Tahap ini
merupakan awal dari praktik sufisme yang sesungguhnya. Meskipun seseorang belum
terbebas dari keinginan dan ego pada tahap ini, namun pada tahap ini motivasi
dan pengalaman spiritual dapat mengurangi kekuatannya untuk pertama kalinya.
Perilaku yang umum pada tahap ini adalah kelembutan, kasih sayang,
kreativitas dan tindakan moral. Secara keseluruhan, orang yang berada pada
tahap ini memiliki emosi yang matang, menghargai dan dihargai orang.
Nafs Muthma’innah
Pada tahap ini orang merasakan kedamaian. Pergolakan pada tahap awal
telah lewat. Kebutuhan dan ikatan-ikatan lama tidak dibutuhkan. Kepentingan
diri mulai lenyap, membuat seseorang lebih dekat dengan Tuhannya. Tingkat ini
membuat orang menjadi berpikiran terbuka, bersyukur, dapat dipercaya, dan penuh
kasih sayang. Jika seseorang menerima segala kesulitan dengan kesabaran dan
ketakwaan, tidak berbeda dengan ketika ia mendapatkan kenikmatan, dapat
dikatakan bahwa seseorang telah mencapai tingkat jiwa yang tenang.
Dari segi perkembangan, tahap ini menandai periode transisi.
Seseorang mulai dapat melepaskan semua belenggu diri sebelumnya dan mulai
melakukan integrasi kembali semua aspek universal kehidupan. Ia menemukan kedamaian, kebahagiaan, kegembiraan
dalam Tuhannya. Ia seperti diberi surga di atas dunia. Setiap kata-katanya yang
diucapkan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis atau kata-kata suci lainnya.
Ibadah dan pengabdiannya berbuah pada perkembangan spiritualnya.
Nafs Radhiyah
Pada tahap ini, seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya, namun
juga tetap bahagia dalam keadaan sulit, musibah atau cobaan dalam kehidupannya.
Ia menyadari segala kesulitan datang dari Allah untuk memperkuat imannya.
Keadaan bahagia tidak bersifat hedonistik atau materalistik, dan sangat berbeda
dengan hal yang biasa dialami oleh orang-orang yang berorientasi pada hal yang
bersifat duniawi, prinsip memenuhi kesenangan (pleasure principle) dan
menghindari rasa sakit (paint principle). Jika seseorang telah sampai pada
tingkat mencintai dan bersyukur kepada Allah, ia telah mencapai tahap
perkembangan spiritual ini. Namun
sedikit yang dapat mencapai tahap ini.
Nafs Mardhiyah
Pada tahap ini, seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya, namun juga
tetap bahagia dalam keadaan sulit, musibah atau cobaan dalam kehidupannya. Ia
menyadari segala kesulitan datang dari Allah untuk memperkuat imannya. Keadaan
bahagia tidak bersifat hedonistik atau materalistik, dan sangat berbeda dengan
hal yang biasa dialami oleh orang- orang yang berorientasi pada hal yang
bersifat duniawi, prinsip memenuhi kesenangan (pleasure principle) dan
menghindari rasa sakit (paint principle). Jika seseorang telah sampai pada
tingkat mencintai dan bersyukur kepada Allah, ia telah mencapai tahap perkembangan
spiritual ini. Namun sedikit yang dapat
mencapai tahap ini. Ia melihat segala kejadian adalah atas tindakan Allah yang
sempurna, yang mencintai mereka setiap situasi. Ia berada dalam tahta
spiritual, dimana dunia luar ada untuk melayaninya. Ketakwaan, kepasrahan,
kesabaran, kesyukuran, dan kecintaan kepada Allah demikian sempurna, sehingga
Allah menanggapinya dengan cepat ketika hamba-Nya kembali kepada-Nya.
Nafs Safiyah
Mereka yang telah mencapai tahap akhir telah mengalami transedensi
diri yang seutuhnya. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya penyatuan dengan
Allah. Pada tahap ini seseorang telah menyadari Kebenaran sejati, “Tidak Ada Tuhan Selain Allah”, dan hanya
keilahian yang ada, dan setiap indra manusia atau keterpisahan adalah ilusi.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa untuk mengembangkan spiritual, seseorang menempuh tahap-tahap
perkembangan yaitu melalui suatu cara, sarana atau siasat. Tentunya yang
berdasarkan ajaran Islam.
Tags
Psikologi Agama