Lima buah elemen fisiologi sel dari
neuron–neuron tertentu pada korteks serebri penting dalam mendatangkan
kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
- Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
- Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
- Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bisa dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
- Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
- Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi. Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang.
Cetusan
listrik abnormal ini kemudian membawa neuron-neuron yang terkait di dalam
proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik
dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu
badai aktivitas listrik di dalam otak (Selzer &Dichter, 1992).
Badai
listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih
dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan
terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan
manifestasi yang sangat bervariasi (Prasad et al, 1999).
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi
terdiri dari 3 katagori yaitu (Meliala, 1999):
- Non Spesifik Predispossing Factor (NPF). Yang membedakan seseorang peka tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.
- Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.
- Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.
Hipotesis
secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah: Membran neuron
dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian
konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (intraseluler), dan konsentrasi
ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean
(Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini
memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan
epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak
mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada
sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak, secara teori
sinkronisasi ini dapat terjadi (Widiastuti, 2001):
- Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan Glisin) kuran optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
- Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan Aspartat) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebiha juga.
Fungsi
neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (gamma aminobutyric
acid) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi ternyata
kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial
postsinaptik (IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat
reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan
oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan
neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama
sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa
perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap
yang akan menambah rangsangan (Budiarto, 1999).
Berbagai
macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara
neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia,
infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat
mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron
eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai.
Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di
hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan
eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya
menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita
epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh
karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus
asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan
tempat asal epilepsi dapatan (Joesoef, 1997).