Komunikasi atasan bawahan meliputi
komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah transaksi antara
individu dengan lingkungan sekitarnya, yang meliputi orang lain seperti teman,
keluarga, anak, rekan kerja, dan bahkan orang asing (Myers & Myers, 1992).
Dalam lingkup organisasi, komunikasi interpersonal menentukan keberhasilan
sebuah organisasi.
Proses komunikasi yang terjadi di
dalam organisasi khususnya yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan
karyawan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi yang
efektif. Komunikasi efektif tergantung dari hubungan atasan bawahan yang
memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana
organisasi yang positif. Agar hubungan ini berhasil, harus ada kepercayaan dan
keterbukaan antara atasan dan bawahan (Muhammad, 2001).
Keterbukan dan kepercayaan ini
terbentuk dari proses komunikasi interpersonal yang efektif. Dari pemaparan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi dalam organisasi merupakan
bentuk dari komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal yang baik akan
membentuk komunikasi atasan bawahan yang baik pula. Pada penulisan selanjutnya,
peneliti akan menggunakan istilah komunikasi atasan bawahan di mana komunikasi
atasan bawahan ini telah meliputi komunikasi interpersonal.
Definisi komunikasi atasan bawahan
Komunikasi atasan bawahan dalam
sebuah organisasi memiliki pengertian yaitu informasi mengalir dari jabatan
berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah (Pace
& Faules, 2000).
Komunikasi ke bawah menunjukkan arus
pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin kepada bawahannya.
Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang
berkenaan dengan pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan
kebijakan umum. Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan,
untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang
timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi
dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
(Muhammad, 2004).
Jenis informasi yang dikomunikasikan ke bawah
Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas
ke bawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu:
- Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan, penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan informasi jenis ini.
- Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam organisasi dan mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, tipe informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
- Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional. Karyawan diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program pensiun, asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif, penalti dan hukuman.
- Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan. Informasi mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam mempertahankan operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh, seperti mereka tidak tau bagaimana supervisor melihat performans mereka.
- Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
Bentuk komunikasi atasan bawahan
Bentuk komunikasi yang digunakan dalam komunikasi ke bawah
(Muhammad, 2004):
- Bentuk lisan: rapat, diskusi, interview, telepon, sistem interkom, kontak interpersonal, laporan lisan, ceramah.
- Bentuk tulisan: surat, memo, telegram, majalah, surat kabar, deskripsi pekerjaan, panduan pelaksaan pekerjaan, laporan tertulis, pedoman kebijaksanaan.
- Bentuk gambar: grafik, poster, peta, film, slide.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi atasan bawahan
Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan
lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu sebagai berikut
(Thoha, 2005):
- Keterbukaan. Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi kebawah bila mereka merasa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipengangnya. Misalnya seorang pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi karyawan guna menyempurnakan produksi, tetapi tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-masalah organisasi.
- Kepercayaan pada pesan tulisan. Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, booklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan dan bawahan.
- Pesan yang berlebihan. Banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman, majalah dan pernyataan kebijaksanaan sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung tidak membacanya. Banyak karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.
- Ketepatan waktu. Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektifitasnya.
- Penyaringan. Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semua diterima mereka, tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya kepada seorang supervisor mungkin memblok supervisor.
Dimensi komunikasi atasan-bawahan
Persoalan utama dalam komunikasi
atasan bawahan adalah sejauh mana komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan
dengan efektif atau tidak. Apabila hasil yang didapat sama dengan tujuan yang
diharapkan maka hasil komunikasi dinyatakan efektif, jika hasil yang didaptkan
lebih besar dari tujuan yang diharapkan maka komunikasi dapat dikatakan sangat
efektif, tetapi apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan yang
diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif.
komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang
diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim (Thoha, 2005).
Komunikasi
atasan bawahan yang efektif dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa
dimensi berikut ini (Thoha, 2005):
- Intensi. Komunikasi yang efektif jika diarahkan secara langsung untuk menyempurnakan pelaksanaan pekerjaan dan lebih menjadikan pegawai sebagai harta milik perusahaan yang paling berharga. Komunikasi semacam ini tidak bersifat hal-hal pribadi dan seharusnya tidak berkompromi dengan perasaan-perasaan pribadi, harga diri, dan cita-cita pribadi. Komunikasi yang efektif hanyalah mengurusi atau hanya diarahkan pada aspek-aspek pekerjaan pegawai.
- Kekhususan. Komunikasi yang efektif dirancang untuk membekali penerima dengan informasi yang khusus sehingga mereka mengetahui apa yang seharusnya dikerjakan untuk suatu situasi yang benar. Suatu komunikasi yang tidak efektif jikalau bersifat umum dan meninggalkan tanda tanya bagi penerimanya. Misalnya mengatakan pada pegawainya bahwa pekerjaannya jelek, tanpa ada penjelesasan apanya yang jelek, mengapa dia menilai jelek dan sebagainya.
- Deskriptif. Komunikasi yang efektif dapat dilakukan dengan lebih bersifat deskriptif dibandingkan dengan yang bersifat evaluatif. Ini berarti hendakanya memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan pekerjaan, diceritakan kepada pegawai apa-apa yang telah dikerjakan dalam bahasa yang objektif, dan tidak dikemukan hal-hal yang bersifat penilaian yang cenderung menggunakan dasar-dasar pertimbangan yang subjektif.
- Kemanfaatan. Karakteristik ini meminta agar setiap komunikasi mengandung informasi yang dapat dipergunakan oleh pegawai untuk memperbaiki dan menyempurkan pekerjaannya dengan memberikan petunjuk atau latihan untuk menambah kecakapannya.
- Tepat waktu. Komunikasi yang efektif jika terdapat pertimbangan-pertimbangan yang memperhitungkan faktor waktu yang tepat.
- Kesiapan. Para pegawai hendaknya mempunyai kesiapan untuk menerima informasi tersebut. Dalam hal ini, setiap komunikasi hendaknya diperhitungkan apakah pegawai yang akan diberi informasi sudah siap atau belum.
- Kejelasan. Komunikasi dapat dimengerti secara jelas oleh penerima. Suatu cara yang baik untuk mengetahui hal ini ialah membuktikan secara langsung dengan meminta kepada penerima untuk menyataan secara pokok-pokok apa yang telah dibicarakan bersama. Cara lain ialah dengan melihat ekspresi raut muka sebagai salah satu indikator adanya pengertian.
- Validitas. Komunikasi hendaknya dapat dipercaya dan sah, memberikan informasi dengan benar dan tidak membiarkan pegawai memperbaiki kesalahan dengan informasi yang salah.
Dampak komunikasi efektif
Dampak komunikasi efektif dalam organisasi dapat disimpulkan yakni
(Pace &Faules, 2000):
- Komunikasi meningkatkan motivasi karyawan dengan cara menginformasikan dan mengklarifikasi bawahan mengenai tugas yang harus dikerjakan, perilaku yang diharapkan dalam melakukan tugasnya, dan bagaimana memperbaiki performans bawahan.
- Komunikasi merupakan sumber bagi anggota organisasi dalam proses pembuatan keputusan, membantu mengindentifikasi dan memperkirakan tindakan alternative dalam pemecahan masalah.
- Komunikasi dapat mengubah sikap individual. Individual yang diberikan
- Informasi memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan dengan individual yang tidak mendapatkan informasi.
- Komunikasi membantu dalam hal sosialisasi peraturan perusahaan.
- Komunikasi dapat berperan dalam hal proses kontrol. Komunikasi mengontrol perilaku anggota organisasi dalam berbagai cara. Ada beberapa level hirarki dan peraturan yang harus diikuti oleh karyawan dalm organisasi. Karyawan harus mematuhi peraturan organisasi, menunjukan performa kerja yang efisien dan mengkomunikasi masalah yang dihadapi kepada atasannya. Oleh karena itu, komunikasi membantu dalam mengontrol fungsi manajemen.
Hambatan komunikasi
Hambatan atau gangguan merupakan
sifat yang melekat pada komunikasi. Hambatan dapat menghalangi pengirim dalam
mengirimkan pesan dan penerima dalam menerima pesan. Sehingga membuat pesan
yang disampaikan pengirim berbeda dengan pesan yang diterima di penerima
(Curtis, Floyd& Winsor, 2005).
Menurut Curtis, Floyd& Winsor (2005), jenis hambatan komunikasi
adalah:
Hambatan fisik
Faktor fisik dari pengirim dapat menjadi hambatan dalam komunikasi.
Misalnya gangguan kesehatan (suara serak), kecepatan bicara dan intonasi suara.
Faktor fisik dari lingkungan juga dapat menjadi hambatan dalam komunikasi.
Misalnya gangguan alat komunikasi, suara mobil atau pesawat yang lewat,
dengungan komputer, suara genset, dll.
Hambatan psikologis
Faktor psikologis sering kali menjadi hambatan dalam komunikasi.
Umumnya disebabkan oleh si pengirim. Sebelum berkomunikasi, tidak
mengkaji/melihat kondisi sipenerima. Komunikasi sulit untuk berhasil jika saat
berlangsungnya komunikasi tersebut, penerima sedang sedih, bingung marah,
kecewa, iri hati, dan kondisi psikologis lainnya; juga jika penerima menaruh prasangka
kepada pengirim. Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan
komunikasi, karena orang yang sudah berprasangka belum apa-apa sudah bersikap
menentang pengirim. Apalagi kalau prasangka itu sudah berakar, seseorang tdk
dapat lagi berpikir objektif, dan apa saja yang dilihat atau didengarnya selalu
akan dinilai negatif.
Hambatan dalam proses komunikasi
- Hambatan dari sipengirim, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi si pengirim itu sendiri. Hal ini sering dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional dari si pengirim ketika mengirimkan pesan.
- Hambatan dari sipenerima, seperti kurangnya perhatian pada saat menerima atau mendengarkan pesan tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
- Hambatan dalam memberikan umpan balik. Umpan balik yang diberikan tidak apa adanya, tidak tepat waktu, tidak jelas, dan sebagainya.
Hambatan semantik
Menyangkut bahasa yang dipergunakan pengirim sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan
perasaannya kepada penerima . Seorang pengirim harus benar-benar memperhatikan
hambatan semantis ini, sebab salah ucap dapat menimbulkan salah pengertian yang
pada akhirnya bisa menimbulkan salah komunikasi.
Seringkali pengirim salah ucap karena berbicara terlalu cepat
sehingga ketika pikiran dan perasaan belum mantap terformulasikan, kata-kata
sudah terlanjur dilontarkan. Hambatan semantis ini kadang-kadang disebabkan
pula oleh aspek antropologis, yakni kata-kata yang sama bunyinya dan
tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Salah komunikasi adakalanya
disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat dan kata-kata yang sifatnya
konotatif.
Tags
Komunikasi
Ini artikel yang sangat bermanfaat,salutttt sob.
BalasHapus