Terdapat beberapa unsur intrinsik novel. Struktur
formal karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau unsur-unsur yang membentuk
karya sastra. Karya sastra seperti bentuk novel pada dasarnya dibangun oleh
unsur-unsur tema, alur (plot), setting (latar), tokoh (penokohan), sudut
pandang (pusat pengisahan). Unsur-unsur ini yang menjadi fokus untuk diresensi
atau ditelaah secara struktur formal pada umumnya.
Tema
Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu,
mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas,
sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang
relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Stanton (2007) mengatakan
bahwa tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman
manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada yang
menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti
cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia
terhadap diri sendiri, atau bahkan usia tua. Ada juga yang menghakimi tindakan
karakter-karakter didalannya dengan atribut ‘baik’ atau ‘buruk’ serta
memusatkan perhatian pada persoalan moral tanpa bermaksud memberi penilaian dan
seolah-olah berkata “inilah hidup”.
Sementara itu menurut Fananie (2000), tema
adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaan
karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema
yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa
persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait
erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide
atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
Alur (plot)
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk
sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering
disebut dengan istilah alur. Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau
alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat
dalam cerita (Sundari, dalam Fananie, 2000). Menurut Stanton dalam Nugiyantoro
(1998), bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain Alur atau plot
merupakan struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai
interrelasi fungsional yang menandai urutan fungsional yang menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur itu merupakan
perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama
cerita.
Menurut
Aminuddin (2000), pada umumnya alur pada cerita prosa fiksi disusun berdasarkan
urutan sebagai berikut:
- Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokohnya.
- Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami sang tokoh.
- Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin menghebat.
- Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul.
- Peleraian, disini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan.
Menurut susunannya atau urutannya alur
terbagi dalam 2 jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur
yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, peristiwa kedua, ketiga, keempat,
dan seterusnya sampai cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang
susunannya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pada peristiwa
pertama, kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi pada peristiswa terakhir
tadi.
Latar (setting)
Dalam karya sastra, latar (setting) merupakan
satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan
dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams dalam Fananie, 2000). Latar
atau setting yang disebut sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 1998).
Penokohan (Perwatakan)
Jones dalam Nurgiyantoro (1998), mengatakan
bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. Jadi penokohan dalam karya sastra menunjuk
pada pelaku atau tokoh ceritanya. Tokoh cerita menempati posisi strategis
sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja
ingin disampaikan kepada pembaca.
Tokoh cerita, menurut Abrams dalam
Nurgiyantoro (1998), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Yang dimaksud dengan penokohan disini adalah bagaimana pengarang menampilkan
tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000).
Sudut Pandang (Pusat
Pengisahan)
Sudut pandang atau point of view, menyaran
pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,
latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi
kepada pembaca (Abrams, dikutip Nurgiyantoro, 1998:248). Dengan demikian, sudut
pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja
dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Menurut Aminuddin (2000) sudut pandang adalah
kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Dengan kata lain posisi
pengarang menempatkan dirinya dalam cerita tersebut dari titik pandang ini pula
pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya.
Terdapat
beberapa jenis sudut pandang (pusat pengisahan/point of view), yaitu:
- Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.
- Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita, akan tetapi ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.
- Pengarang hanya sebagai pengamat sebagai yang berada di luar cerita.
Tags
Sastra