Teori
interaksionisme simbolik merupakan sebuah kajian ilmu yang menantang. Hal yang
menarik dari perspektif teori interaksionisme simbolik adalah orang yang
diidentifikasikan sebagai Bapak Teori Interaksionisme Simbolik, yaitu George
Herbert Mead tak pernah menggunakan term ini. Bagaimanapun, usahanya telah
mempengaruhi banyak sarjana yang menekankan sebuah pemahaman dunia sosial
berdasarkan pentingnya makna yang diproduksi dan diinterpretasikan melalui
simbol-simbol dalam interaksi sosial. Para pemikir dalam tradisi teori
interaksionisme simbolik dibagi menjadi dua aliran: Iowa dan Chicago.
Meski
mengacu pada prinsip-prinsip dasar pemikiran interaksionisme simbolik, kalangan
pemikir Iowa banyak yang menganut tradisi epistemology dan metodologi post
positivis. Sebaliknya aliran Chicago yang banyak melakukan pendekatan
interpretif berdasarkan rintisan pemikiran Mead.
Karya
Mead yang paling terkenal berjudul Mind, Self, and Society (Mead,1934),
menggarisbawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah
diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Hal pertama yang harus dicatat
adalah bahwa tiga konsep ini saling mempengaruhi satu sama lain dalam term
interaksionisme simbolik. Dari itu, pikiran manusia (mind) dan interaksi sosial
(diri/self dengan yang lain) digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi
masyarakat (society) di mana kita hidup. Makna berasal dari interaksi dan tidak
dari cara yang lain.
Pada saat
yang sama, “pikiran” dan “diri” timbul dalam konteks sosial masyarakat.
Pengaruh timbal-balik antara masyarakat, pengalaman individu, dan interaksi
menjadi bahan bagi penelaahan dalam tradisi interaksionisme simbolik seperti
ringkasan Holstein dan Gubrium berikut ini (Elvinaro, 2007): “Teori interaksionisme simbolik
berorientasipada prinsip bahwa orang- orang merespon makna yang mereka bangun
sejauh mereka berinteraksi satu sama lain. Setiap individu merupakan agen aktif
dalam dunia sosial, yang tentu saja dipengaruhi oleh budaya dan organisasi
sosial, bahkan ia menjadi instrumen penting dalam produksi budaya, masyarakat,
dan hubungan yang bermakna yang mempengaruhi mereka”.
Mead dan
pengikutnya menggunakan banyak konsep untuk menyempurnakan cara lahirnya makna
melalui interaksi dalam kelompok sosial. Contohnya Mead berbicara tentang
simbol signifikan (significant symbols) dengan makna yang sama dalam sebuah
masyarakat. Tanpa sistem penyimbolan yang sama, aksi yang terkoordinasi adalah
tidak mungkin. Konsep penting lainnya dalam teori interaksionisme simbolik
adalah orang lain yang significant (significant others), yaitu “orang yang
berpengaruh dalam kehidupan anda”, lalu orang lain yang digeneralisasikan
(generalized others) yakni konsep anda tentang bagaimana orang lain merasakan
anda, dan “tata cara yang dipakai” (role taking) yaitu pembentukan perilaku
setelah perilaku orang lain. Konsep ini disusun bersama dalam teori
interaksionisme simbolik untuk menyediakan sebuah gambaran kompleks dari
pengaruh persepsi individu dan kondisi psikologis, komunikasi simbolik, serta
nilai sosial dan keyakinan dalam sebuah konstruksi sosial masyarakat.
Oleh
karenanya teori ini berpandangan bahwa kenyataan sosial didasarkan kepada
defenisi dan penilaian subjektif individu. Struktur sosial merupakan defenisi
bersama yang dimiliki individu yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang cocok, yang menghubungkannya satu sama lain.
Tindakan-tindakan individu dan juga pola interaksinya dibimbing oleh defenisi
bersama yang sedemikian itu, dan dikonstruksikan melalui proses interaksi.
Blummer
(1969) mengemukakan tiga buah premis sederhana yang menjadi dasar
interaksionisme simbolik, ketiganya berfungsi sebagai ringkasan tentang
filosofis teoritis dari interaksionisme simbolik. Pertama, manusia bertindak
terhadap hal-hal atas dasar makna yang dimiliki oleh hal-hal tersebut. Kedua,
makna itu berkaitan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan seseorang
dengan teman-temannya. Ketiga, makna ini diciptakan, dipertahankan, dan diubah
melalui proses penafsiran yang dipergunakan oleh orang-orang tersebut dalam
berhubungan dengan hal-hal yang ia hadapi. Yang paling dasar dari
interaksionisme simbolik adalah dua karakteristik yang sangat penting. Perilaku
manusia berbeda dengan yang lain, bersifat “sosial” dan terdiri dari
“tindakan”. Karena itu, manusia secara inheren adalah organisme yang aktif
secara sosial yang proses penafsirannya, yakni kemampuan simbolisnya membuatnya
menjadi makhluk yang unik (Ritzer, 2004).
Sejauh
ini Mead dan Blummer telah menjadi sumber-sumber utama bagi filsafat dasar
dalam teori ini, yang melandasi model interaksional komunikasi manusia. Secara
lebih khusus lagi, arah perkembangan dalam masyarakat ilmiah komunikasi manusia
yang memperlakukan komunikasi sebagai dialog adalah adanya indikasi yang terang
sekali dari pendekatan interaksional pada studi komunikasi manusia. Perspektif
interaksional menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu
perkembangan yang bersifat proses dalam komunikasi manusia.
Barangkali
implikasi yang paling penting dari perspektif interaksionisme simbolik bagi
studi komunikasi manusia adalah adanya penyempurnaan pemberian penekanan pada
metodologi penelitian, implikasinya yang pertama mencakup pemahaman yang
disempurnakan tentang peran yang dijalankan oleh peneliti. Daripada hanya
digambarkan sebagai seorang pengamat yang sifatnya berat sebelah, tidak bias,
dan tidak tertarik atas fenomena empiris, peneltii interaksional menjalankan
perannya sebagai seorang pengamat partisipan dalam melaksanakan penelitiannya.
Ia melibatkan dirinya dalam pengambilan peran agar dapat menemukan sudut
pandang subjek penelitian.
Perspektif
interaksional dengan jelas merupakan sumber yang menarik perhatian orang dalam
pengertian bahwa ia berada dalam tahap perkembangan yang kontinu. Dalam artian
sebagai “revolusi yang masih belum tuntas”, setiap penemuan penelitian secara
relatif masih baru dan mengarah ke banyak arah baru. Penelitian yang
kontemporer mencerminkan jiwa penelitian yang sesungguhnya, bahwa para peneliti
tidak terlalu banyak melibatkan diri dalam pengukuhan atau verifikasi
hipotesis, akan tetapi lebih banyak berusaha menemukan bagaimana hipotesis itu
seharusnya.
Pada sisi
yang lain, penelitian interaksionalis kurang memiliki arah atau fokus dalam
upaya-upayanya. Para peneliti masih harus mengembangkan metodologi baru yang
diperlukan bagi panduan interaksional/dialogis. Oleh karenanya para peneliti
yang didorong paham interksionisme harus mengembangkan fokus bersama tentang
variabel apa yang paling penting, konsep apa yang perlu dikembangkan atau
dikaji, dan ke arah mana usaha mereka selayaknya diarahkan.
Tags
Filsafat