Cerita
ini merupakan sebuah cerita yang mungkin bermanfaat dibaca oleh seseorang yang
akan menjalani pernikahan. Cerita ini sengaja kami ambil dari dakwatuna.com,
sebagai pesan-pesan bijak untuk kita semua.
Bagi
para akhwat, menjalani kehidupan sebagai istri dan ibu adalah berarti
menjalankan sebuah peran besar dengan segala tuntutannya. Ketika ia memutuskan
untuk menikah, saat itu pula segala kesenangan serta kesusahan ditanggung
bersama. Masa-masa indah di awal pernikahan mungkin belum mendatangkan berbagai
cobaan yang sebenarnya akan menguatkan ikatan cinta dan keimanan mereka. Namun,
ada pula mereka yang sejak awal harus melewati sekian rintangan demi
mengukuhkan tekad menggenapkan setengah dien.
Tak
sedikit saya mendapati cerita-cerita seputar suka-duka berumah tangga. Bagi
sebagian yang lain mungkin cerita seputar lika-liku rumah tangga bisa jadi
mengakibatkan ketakutan bagi mereka yang belum menikah. Takut akan mengalami
kesulitan yang di alami oleh fulanah, khawatir tak akan sanggup menghadapi
cobaan seperti yang dihadapi fulanah yang lain. Dan, akhirnya berhari-hari
mengukur diri, kapankah saat yang tepat menyatakan diri SIAP untuk MENIKAH?
Selanjutnya mereka-reka kesanggupan bila harus mengalami peristiwa ini-itu yang
dialami oleh mereka yang telah bercerita banyak.
Hampir
setiap saat ummi selalu membawa cerita hikmah dari setiap aktivitasnya. Tentu
saja cerita hikmah yang disampaikan seputar biduk rumahtangga. Kadang saya
berpikir kenapa harus di sampaikan pada saya cerita itu? Ternyata memang harus
disampaikan agar saya dan untuk anak-anaknya yang belum menikah mengambil
hikmah lewat cerita tersebut. Itu pula yang disampaikan ummi pada saya.
Malam
itu, sambil mempersiapkan bahan untuk materi yang akan ummi ajarkan esok hari
pada anak didiknya. saya pun masih sibuk membuat tulisan yang akan di
persiapkan untuk aktivitas esok. Mulailah ummi mengawali ceritanya.
Teman
ummi, Sebut saja namanya Ika seorang akhwat muda yang berani mengambil
keputusan menggenapkan dien di tahun pertama kuliahnya. Memiliki suami yang
juga masih kuliah. Kalau dipikir-pikir berapa penghasilan yang dihasilkan dari
seorang mahasiswa? Mungkin memang tak cukup untuk memenuhi segala kebutuhan
mereka berdua. Padahal kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi. Adakalanya seorang
istri harus menghadapi kenyataan sulitnya mengatasi masalah keuangan keluarga.
Di satu sisi ada kebutuhan mereka berdua yang harus dipenuhi, di sisi lain
suami pun masih punya kewajiban menafkahi orang tua dan saudara kandung yang
masih harus ditanggung.
“Kalau
kamu menghadapi kondisi seperti itu bagaimana? Tanya ummi.
Saya
kemudian terdiam sejenak sambil berhenti menulis. Belum sampai saya
mengeluarkan kata-kata sedikit pun, ummi lantas melanjutkan pembicaraannya.
“Sebenarnya
setiap perjalanan hidup berumah-tangga pastilah terdapat banyak hal yang
sebenarnya akan menguji setiap jenak kesadaran kita untuk memperjuangkan ikatan
suci ini, baik itu berupa kesenangan dan kemudahan yang Allah berikan.
Misalnya
suami harus lebih “ekstra” mencari nafkah, sedangkan istri harus lebih “ekstra”
mengatur keuangan rumahtangga. Jadi menteri keuangan yang diamanahi oleh suami
memang tak mudah. mulailah dari situ Ika berpikir keras bagaimana bisa uang
yang ada bisa memenuhi kebutuhannya. Ya, paling tidak cukup makan, cukup untuk
bayar kontrakan, cukup untuk biaya kuliah suami, cukup yang lainnya. Ada
tuntutan tersendiri ketika ia harus terburu-buru pulang dari kampus untuk
sampai ke rumah karena belum masak yang harus terhidangkan untuk suaminya,
pekerjaan rumah belum selesai, belum lagi kewajiban sebagai guru “Les” yang
juga harus ia tunaikan. Untung Ika memiliki suami yang sangat sayang padanya,
paham dengannya. Hingga urusan pekerjaan rumah, masak, mencuci suami ikut
membantunya.
Bagaimana
pun, dalam keadaan apapun, sepelik apapun ujian itu, senyum manis serta kasih
sayang itu haruslah selalu tercurahkan untuk mereka yang di cintai : Suami
misalnya. Disadari ataupun tidak Istri dan Ibu merupakan sumber kekuatan cinta
yang akan menambah energi bagi mereka. Memang tidaklah bisa memaksakan akhwat
menjadi superwoman dan menjalani segala sesuatunya dengan sempurna.
Seperti
Khadijah yang setia mendampingi Rasulullah tercinta saat kapan pun, saat suka
maupun duka. Ialah yang pertama kali memberikan rengkuhan kekuatan baginya kala
dibutuhkan. Ialah sokongan bagi setiap celah jihad suami. Ialah yang pantas
untuk paling dicintai, dan namanya pun terukir mengalahkan bidadari” ucap Ummi.
Terdiam
cukup lama, berusaha meresapi dan memaknai dari setiap ucapan ummi. Ingin
berkomentar sesuatu, tapi saya urungkan. Lagi..dan lagi…selalu ada pelajaran
berharga dari setiap cerita “hikmah” yang ummi sampaikan pada saya. Sepertinya
tak perlu jauh-jauh dan repot-repot membeli buku serta mencari teori tentang
hal ini.
Rupanya
hikmah itu kalau mau kita sadari sangat dekat dengan keseharian kita.
Pertanyaannya sudahkah kita enggeh kalau ternyata hikmah itu banyak bertebaran
di sekeliling kita? Hingga menjadikan racikan bumbu kehidupan itu bertambah
sedap rasanya.
Semoga
Allah karuniakan kepada kita keluarga yang selalu melakukan dan mempersembahkan
yang terbaik bagi dirinya, keluarga, serta Rabb-nya. Yang dapat bangkit
kembali, setelah lelah-letihnya, yang tak menghentikan ikhtiar dan doa dan
meyakini bahwa Allah akan menetapkan sesuatu yang terbaik bagi Hamba-hambaNya
sepelik apapun ujian hidupnya.
Terima Kasih
Ummi…..melalui dirimu ada sesuatu yang bisa kupelajari….
Melalui ceritamu…..ada
sesuatu yang harus kupahami……
Ternyata
menjadi Istri, Ibu memang tak mudah Ia harus tetap tegar, di saat semangatnya
tetap di butuhkan.