Tahap-tahap
kecemburuan terdiri dari beberapa fase. Kecemburuan yang dialami oleh seseorang
melalui suatu proses dengan melalui tahapan-tahapan tertentu. Menurut White
(dalam Brehm, 1992) proses kecemburuan melewati lima tahap di bawah ini:
Tahap awal (primary appraisal)
Saat
seseorang merasakan adanya ancaman pada hubungan percintannya, maka dimulailah
tahap ini. Tahap ini pula lah yang menunjukkan ambang kecemburuan seseorang.
Setiap orang memiliki ambang kecemburuan yang berbeda-beda. Ambang kecemburuan
merupakan suatu titik ketika seseorang merasa cemburu. Satu ambang kecemburuan
terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu kualitas dari hubungan
itu sendiri (mis : apakah seseorang merasa insecure atau dependence di dalam
hubungan yang ia jalin), jenis dari hubungan yang dijalin (kecemburuan akan
lebih sering hadir di dalam hubungan pacaran daripada hubungan pertemanan) dan
juga severity of threat (mis : karakteristik fisik yang disukai oleh pasangan
terhadap pada diri rival).
Dalam
tahap awal ini, pandangan seseorang tentang hubungan percintaan dan ancaman
yang ada saling mempengaruhi. Orang yang memandang hubungannya secure,
membutuhkan ancaman yang sangat kuat untuk dapat membuatnya cemburu. Namun,
bagi individu yang merasa insecure pada suatu hubungan, kecemburuan bisa saja
muncul meskipun ancamannya sangat lemah.
Tahap kedua (secondary appraisal)
Pada
tahap kedua ini, individu berusaha untuk memahami situasi dengan lebih baik dan
berpikir mengenai cara mengatasi rasa cemburunya. Namun, seringkali pada tahap
ini melibatkan pula pikiran catatstrophic, yaitu pengambilan kesimpulan secara
ekstrem dan berdasarkan kemungkinan yang terburuk. Contohnya adalah seseorang
yang sedang cemburu karena pasangannya tidak membalas SMS, dalam tahap ini
megambil kesimpulan bahwa pasangannya sedang
bermesraan dengan orang lain, padahal pasangannya tersebut sedang ada
kegiatan yang tidak dapat diganngu.
Brehm
(1992) menyatakan bahwa dalam tahap
pertama (primary appraisal) dan tahap kedua (secondary appraisal), melibatkan
faktor kognitif ketika seseorang mengalami kecemburuan. White (dalam Brehm 1992
& Pines 1998) menambahkan bahwa faktor kognitif merupakan salah satu
komponen yang membentuk kecemburuan. Komponen kognitif dalam kecemburuan
meliputi pemikiran seperti self-blame / menyalahkan diri sendiri (mis:
”Bagaimana mungkin aku bisa sebuta ini, aku merasa aku begitu bodoh?”),
membandingkan diri dengan saingan (mis: ”Saya merasa saya tidak menarik, sexy,
intelek, dan sukses), berfokus kepada satu pandangan publik (mis: ” Setiap
orang mengetahui dan tertawa kepadaku”), mengasihani diri sendiri/self-pity
(mis : ”Aku merasa sendirian di dunia ini, tidak satupun yang mencintaiku”),
rasa tidak percaya (mis : ”Bagaimana mungkin kamu membohongi aku seperti
ini?”), posesif, pemikiran akan disingkirkan, pemikiran mengenai balas dendam,
dan pemikiran untuk mengalah.
Tahap ketiga (emotional reaction)
Tahap
ketiga ini melibatkan reaksi emosional. Seseorang yang sedang mengalami
kecemburuan biasanya tidak menyadari bahwa yang mereka pikirkan adalah hal yang
tidak rasional. Jenis-jenis emosi yang
dirasakan saat seseorang sedang mengalami kecemburuan antara lain adalah marah
terhadap paangan dan,atau orang ketiga, cemas akan kehilangan hubungan
percintannya, depresi dan sedih akan kehilangan yang dialami.
Brehm
(1992) menyatakan bahwa tahap ketiga (emotional reaction) sama halnya dengan
komponen kecemburuan yang diungkapkan oleh White. Komponen emosi merupakan
salah satu komponen yang membentuk kecemburuan seseorang (Whire, dalam Brehm
1992). White (dalam Pines 1998) kemudian menambahkan komponen emosi yang
berhubungan dengan kecemburuan meliputi kesedihan, sakit hati, agresi, putus
asa, marah-marah, takut, iri hati, dan peraasan terhina.
Tahap keempat (coping response)
Menurut
Bryson (dalam Brehm,1992), perilaku coping terhadap kecemburuan dapat dibagi ke
dalam dua orientasi tujuan yaitu mempertahankan hubungan (relationship
maintaining) dan mempertahankan self-esteem (self- esteem maintaining).
Dari dua orientasi tujuan besar tersebut,
terbagi lagi ke dalam empat kategori perilaku yang dapat diambil seorang
individu untuk mengatasi kecemburuannya (Bryson dalam Salovey, 1991).
- Pertama, apabila seseorang memiliki keinginan untuk mempertahankan hubungannya dan juga mempertahankan self-esteem dirinya, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah membicarakan masalah tersebut dan sama–sama mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.
- Kedua, apabila seseorang memiliki keinginan untuk lebih mempertahankan self-esteem nya daripada mempertahankan hubungan yang ada, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah mengancam untuk mengakhiri hubungan atau sama sekali memang mengakhiri hubungan yang telah dijalin, dan menyerang pasangan secara fisik atau verbal.
- Ketiga, apabila seseorang lebih memprioritaskan hubungan yang ada, namun bersedia untuk mengorbankan self- esteem nya, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah memohon kepada pasangan untuk tetap bersama dirinya (hadirnya sikap dependence), menujukkan tingkah laku seolah-olah tidak ada masalah yang terjadi, serta membuat pasangannya berfikir bahwa ia tidak lagi perduli terhadap dirinya (impression management).
- Keempat, apabila seseorang tidak terdorong untuk mempertahankan hubungan yang ada dan juga tidak termotivasi untuk mempertahankan self-esteem nya, maka perilaku yang mungkin terjadi adalah menyalahkan diri sendiri, menyakiti diri sendiri dan hanya berharap semoga pasangnnya berhenti menyakiti dirinya.
Model
coping response yang, belum dapat melihat arah dari perilaku yang diambil,
bersifat konstruktif atau destruktif. Maka, Rusbult (dalam Salovey, 1991)
kemudian mengembangkan model coping response terhadap kecemburuan dari model
Rusbult di atas dengan menyertakan dua dimensi yaitu constructive-destructive
dan active-passive. Kedua dimensi ini
digabungkan untuk menjelaskan empat kelas respon yang berbeda yaitu exit,
voice, loyalty, dan neglect (EVLN).
Dimensi constructive-destructive lebih menekankan kepada bagaimana
hubungan itu dipertahankan atau dipelihara, apakan melalui cara yang
constructive (membangun) atau destructive (merusak), sedangkan dimensi
active-passive lebih merujuk kepada sifat respon yang dimunculkan.
Berikut adalah penjelasan dari keempat
kelas respon:
- Voice (active/constructive): mengekspresikan ketidakpuasan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi (pada model Bryson, mempertahankan hubungan dan mempertahankan self-esteem).
- Exit (active/destructive): mengakhiri atau mengancam akan mengakhiri hubungan (pada model Bryson, mempertahankan self- esteem namun tidak mempertahankan hubungan).
- Loyalty (passive/constructive): menunggu dan berharap bahwa kondisi akan kembali baik dengan sendirinya (pada model Bryson, lebih memprioritaskan mempertahankan hubungan daripada mempertahankan self-esteem).
- Neglect (passive/destructive): mengabaikan dan tidak akan berusaha untuk memperbaiki hubungan lagi (pada model Bryson, sama-sama tidak berorientasi untuk mepertahankan hubungan atau self-esteem)
Tahap
keempat (the coping response) yang dikemukakan oleh Bryson dan Rusbult di atas
merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang ketika mengalami
kecemburuan. White (dalam Brehm,1992) menambahkan bahwa komponen perilaku juga
merupakan salah satu komponen yang membentuk kecemburuan dalam diri seseorang.
Komponen perilaku merupakan bagian dari komponen eksternal kecemburuan, yang
lebih mudah untuk dilihat dan diekspresikan dalam beberapa bentuk perilaku.
White ( dalam Priefer, 2007) menambahkan
bahwa komponen ini mencakup dua bentuk perilaku
yaitu detective dan protective.
Tindakan detective mencakup bertanya, dan mencari tahu dengan siapa pasangannya
lebih dekat. Sedangkan tindakan protective mencakup segala macam bentuk
tindakan yang dilakukan untuk memastikan agar keintiman antara pasangan dan
saingannya tidak terjadi. Adapun bentuk dari perilaku ini seperti menghina atau
menjelek-jelekkan saingannya, atau ikut bergabung ketika pasangan dan
saingannya terlibat dalam percakapan. Pines (1998) menambahkan
tindakan-tindakan seperti : berbicara secara terbuka mengenai masalah yang
dihadapi, berteriak, menangis, mengabaikan masalah, menggunakan candaan/humor,
membalas dendam, meninggalkan pasangan atau menujukkan kekerasan juga merupakan
bentuk dari komponen perilaku
Tahap kelima (the outcome)
Tahap
kelima adalah hasil dari perilaku coping. Perilaku coping yang konstruktif
terhadap kecemburuan akan segera mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh
rasa cemburu dan berguna juga untuk efek jangka panjang seperti kesejahteraan
orang-orang yang terlibat dan kualitas hubungan tersebut. Hasil dari perilaku
coping yang ditunjukka individu dapat dilihat melalui tiga hal. Pertama, apa
dampak dari coping yang dilakukan terhadap hal yang dianggap ancaman? Apakah
individu tersebut mampu untuk mengurangi ancaman? Kedua, apa dampak coping yang
dilakukan terhadap individu-individu yang terlibat dalam hubungan tersebut :
diri nya sendiri, pasangan, dan individu lainya? Ketiga, bagaiman perilaku
coping yang ditunjukkan berdampak terhadap hubungan yang dijalin. Apakah
keadaan hubungan sama dengan sebelumnya, berubah atau berakhir?