Terdapat beberapa
stereotip peran gender. Nauly (1993) mengatakan bahwa secara biologis terdapat
perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik secara hormonal, kromosom, bentuk
fisik, dan susunan kimiawi. Perbedaan biologis ini disebut sebagai jenis
kelamin laki-laki dan perempuan dan perbedaan secara psikologis disebut dengan
peran gender.
Perbedaan
secara biologis di antara laki-laki dan perempuan selalu dianggap menimbulkan
dampak adanya perbedaan terhadap perilaku apa yang cocok dan apa yang tidak
cocok (peran gender) terhadap laki-laki dan perempuan. Namun,
penelitian-penelitian secara biologis terhadap laki-laki dan perempuan
menunjukkan kurangnya data untuk menyatakan perbedaan biologis sebagai dasar
timbulnya perbedaan peran gender (Frieze, dalam Nauly, 1993). Myers (dalam
Nauly, 1993) mengatakan bahwa budaya membentuk adanya perbedaan peran gender.
Hal ini sejalan dengan pendapat Mead (dalam Nauly, 1993) yang mengatakan bahwa
kebudayaan memegang peranan penting dalam pembentukan peran gender seseorang.
Kebudayaan mempengaruhi proses belajar peran gender dan identitas gender dengan
membentuk stereotip peran gender.
Menurut
Wrigtsman (dalam Nauly, 1993) stereotip merupakan konsep yang relatif kaku dan
luas, dimana setiap individu di dalam suatu kelompok dicap dengan karakter dari
kelompok tersebut. Stereotip peran gender menurut Jenkins dan McDonald (dalam
Nauly, 1993) merupakan generalisasi pengharapan mengenai aktivitas, kemampuan,
atribut, dan pilihan apa yang sesuai dengan jenis kelamin seseorang. Menurut
Hoyenga dan Hoyenga (dalam Nauly, 1993) stereotip peran gender dihasilkan dari
pengkategorisasian laki-laki dan perempuan yang merupakan representasi sosial
yang ada dalam struktur kognisi.
Menurut Baron dan Byrne (dalam Nauly, 1993)
mengatakan stereotip peran gender merupakan sifat-sifat yang dianggap
benar-benar dimiliki laki-laki dan perempuan yang memisahkan kedua gender. Dari
berbagai hasil penelitian Baron dan Byrne menyimpulkan sebagai berikut: memang
ada beberapa perbedaan perilaku sosial antara laki-laki dan perempuan seperti
kemampuan memberi dan menerima pesan-pesan non verbal serta agresivitas, tetapi
besar dan keluasan perbedaan ini jauh lebih kecil dari apa yang diungkapkan
oleh stereotip.
Menurut Naffziger & Naffziger (Hurlock,
dalam Nauly, 1993) stereotip peran gender memiliki tiga aspek, yaitu:
- Aspek kognitif. Aspek ini terdiri dari persepsi, keyakinan, dan harapan yang dimiliki individu mengenai jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Keyakinan harapan dan persepsi ini sederhana terkadang dengan dasar yang tidak adekuat dan akurat. Meskipun demikian, hal ini dipegang teguh oleh banyak orang.
- Aspek afektif. Aspek ini merupakan perasaan suka dan tidak suka terhadap peran jenis kelamin. Perasaan ini dapat berarti memuji dan simpati atau menghina, iri dan cemas terhadap peran gender yang ada pada dirinya sendiri atau peran gender pada orang lain.
- Aspek konatif Aspek ini merupakan keyakinan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Keyakinan ini akan mendorong munculnya perilaku.
Selain
itu, Naffziger & Naffziger (dalam Nauly, 1993) menyatakan bahwa semua aspek
stereotip ini akan menghasilkan penilaian yang kaku dan sikap tidak suka
terhadap individu yang tidak menyesuaikan diri dengan pola stereotip yang ada.
Tags
Psikologi Gender