Penyakit
toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,
merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia
(Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit
obligat intraseseluler. Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi
sangat penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat
menyebabkan abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal
atau disebut sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
iridosiklisis dan retardasi mental.
Morfologi
Penyakit Toksoplasmosis
Toxoplasma
gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk
yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi
sporozoit) (Hiswani, 2005). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung
yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4
mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit
dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi (Sasmita, 2006).
Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia
termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada
infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit juga dapat memasuki tiap
sel yang berinti.
Kista
dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk
dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi
beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000
bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di
otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat,
tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot (Gandahusada,
2003).
Ookista
berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding,
berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Pada perkembangan
selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista.
Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2
mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk
kelas Sporozoasida, berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi
secara bergantian.
Siklus hidup Penyakit Toksoplasmosis
Daur
hidup T. gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel dan siklus ekstraintestinal. Siklus
enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif seperti kucing. Siklus
ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara seperti manusia, kambing
dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista yang keluar bersama tinja
kucing belum bersifat infektif. Setelah mengalami sporulasi, ookista akan berisi
sporozoit dan menjadi bentuk yang infektif. Manusia dan hospes perantara
lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk ookista tersebut.
Di dalam
ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit bebas.
Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran darah dan
limfa menuju berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan jantung.
Sporozoit
bebas akan membentuk pseudokista setelah berada dalam sel organ-organ tersebut.
Pseudokista tersebut berisi endozoit atau yang lebih dikenal sebagai takizoit.
Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara
berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam
kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
Diagnosa Klinik Penyakit Toksoplasmosis
Diagnosis
infeksi protozoa ini dilakukan dengan mendapatkan antibodi IgM dan IgG anti T.
gondii dalam tes serologi (Hiswani, 2005). Untuk memastikan diagnosis
toksoplasmosis kongenital pada neonatus perlu ditemukan zat anti IgM. Tetapi
zat anti IgM tidak selalu dapat ditemukan. Zat anti IgM cepat menghilang dari
darah, walaupun kadang-kadang dapat ditemukan selama beberapa bulan.
Bila
tidak dapat ditemukan zat anti IgM, maka bayi yang tersangka menderita
toksoplasmosis kongenital harus di follow up. Zat anti IgG pada neonatus yang
secara pasif didapatkan dari ibunya melalui plasenta, berangsur-angsur
berkurang dan menghilang pada bayi yang tidak terinfeksi T. gondii. Pada bayi
yang terinfeksi T. gondii, zat anti IgG mulai dibentuk sendiri pada umur 4-6
bulan, dan pada waktu ini titer zat anti IgG naik.
Untuk
memastikan diagnosis toksoplasmosis akuista, tidak cukup bila hanya sekali
menemukan titer zat anti IgG T. gondii yang tinggi, karena titer zat anti T.
gondii yang ditemukan dengan tes-tes tersebut diatas dapat ditemukan
bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dibuat,
bila titer meninggi pada pemeriksaan kedua kali dengan jangka waktu 3 minggu
atau lebih atau bila ada konversi dari negatif ke positif. Diagnosis juga dapat
dipastikan bila ditemukan zat anti IgM, disamping adanya titer tes warna atau
tes IFA yang tinggi.
Cara penularan Penyakit Toksoplasmosis
Manusia
dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Pada toksoplasmosis
kongenital, transmisi toksoplasma kepada janin terjadi melalui plasenta bila
ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.
Pada toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi bila makan daging
mentah atau kurang matang ketika daging tersebut mengandung kista atau
trofozoit T. gondii. Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk
infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk
penyebaran T. gondii.
Pada
orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang
dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan
hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi
yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja
di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti juru masak
(Chahaya, 2003). Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari
donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah
terinfeksi T. gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang
yang bekerja dengan binatang percobaan yang diinfeksi dengan T. gondii yang
hidup. Infeksi dengan T. gondii juga dapat terjadi waktu mengerjakan
autopsi.
Patogenesis
Setelah
terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari
tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan
serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini
paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit
mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua
setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk
kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan saraf, yang sifatnya menetap
tanpa menimbulkan peradangan lokal.
Infeksi
primer pada janin diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit
tersebut ke dalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis yang terbukti
dengan adanya gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua
kapsularis dan fokal reaksi pada vili. Inflamasi pada tali pusat jarang dijumpai.Kemudian parasit ini
akan menimbulkan keadaan patologik yang manifestsinya sangat tergantung pada
usia kehamilan.
Manifestasi Klinis Penyakit Toksoplasmosis
Pada
garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan atas: toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan toksoplasmosis
kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital, sebagian besar
asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten. Gejalanya nampak sering tidak spesifik dan sulit
dibedakan dengan penyakit lain. Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui
karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil
mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan
toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun
anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada
toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan
sakit kepala (Gandahusada, 2003).
Pada
infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjar getah bening daerah
leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia
dan malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam
makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam titus, sedangkan pada
jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial.
Gambaran
klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada yang tampak normal
pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad
klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran
intrakranial atau tetrad sabin yang disertai kelainan psikomotorik (Gandahusada,
2003). Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan
menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di
berbagai organ penting dan juga pada sistem saraf penderita.
Gejala
susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya retardasi mental
dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada retina yang dapat
kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Korioretinitis karena
toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital.
Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi
bermacam-macam jenisnya.
Kelainan
pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan trimester
pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau
lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis,
hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak yang lahir
prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat
disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf
pusat dan lesi mata.
Pencegahan Toksoplasmosis
Peranan
kucing sebagai hospes definitif
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis,
karena kucing mengeluarkan berjuta juta ookista dalam tinjanya, yang dapat
bertahan sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah
hal ini, maka dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing, yaitu dengan
memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak berburu tikus atau
burung.
Lalat dan
lipas dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari tanah
atau lantai ke makanan (Gandahusada, 2003). Untuk mencegah terjadinya infeksi
dengan ookista yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan mematikan ookista
dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin dalam bentuk larutan
serta air panas 70oC yang disiramkan pada tinja kucing (Gandahusada,
2003). Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar berkebun, juga
petani sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. Di
Indonesia, tanah yang mengandung ookista T. gondii belum diselidiki (Chahaya,
2003). Sayur-mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada
kemungkinan ookista melekat pada sayuran, makanan yang matang harus di tutup
rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat memindahkan ookista
dari tinja kucing ke makanan tersebut.
Kista
jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber
infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 660C. Daging
dapat menjadi hangat pada semua bagian dengan suhu 650C selama empat
sampai lima menit atau lebih, maka secara keseluruhan daging tidak mengandung
kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan garam
dan nitrat (Chahaya, 2003). Setelah memegang daging mentah (tukang potong,
penjual daging, tukang masak) sebaiknya cuci tangan dengan sabun sampai bersih.
Yang paling
penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis kongenital, yaitu anak yang
lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik, merupakan beban
masyarakat. Pencegahan dengan tindakan abortus artefisial yang dilakukan
selambatnya sampai kehamilan 21-24 minggu, mengurangi kejadian toksoplasmosis
kongenital kurang dari 50%, karena lebih dari 50% toksoplasmosis kongenital
diakibatkan infeksi primer pada trimester terakhir kehamilan (Chahaya,
2003).
Pencegahan
dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang diduga menderita infeksi
primer dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan dengan spiramisin. Vaksin
untuk mencegah infeksi toksoplasmosis pada manusia belum tersedia sampai saat
ini.
Tags
Patologi