Pengertian
keterampilan konseling adalah bentuk skill yang dimiliki konselor atau guru
dalam menerapkan praktek-praktek konseling. Keterampilan dasar yang dimaksud
disini adalah keterampilan konseling sebagai salah satu kompetensi dasar guru
bimbingan dan konseling di sekolah. Keterampilan tersebut merupkan kompetensi
yang harus dikuasai dalam setiap melakukan konseling individual. Keterampilan
tersebut merupakan salah satu strategi di dalam melakukan wawancara dengan
konseli. Untuk lebih berpengalaman dan menguasai konseling maka ada strategi
yang fektif yaitu dilakukan lebih dahulu arena latihan konselor sejawat
kemudian diaplikasikan kepada konseli yang sebenarnya (Carl Rogers, 1983: 261).
Selanjutnya Rogers mengatakan bahwa konselor yang profesional sebaiknya harus
mengalami seluk beluk seperti konseli, sehingga konselor akan mendapatkan
pengalaman yang berarti untuk peningkatan diri sebagai terapis.
Jadi
secara sederhana konseling dapat diberikan rumusan yang sangat sederhana yaitu
“wawancara atau percakapan dengan t ujuan menolong” (Dinkmeyer & Caldwell),
namun tidak boleh dilupakan bahwa konseling adalah teknik menolong yang
kompleks, sehingga konselor harus memahami setiap keterampilan yang dilakukan.
Uraian
tersebut sesuai dengan pendapat Aryatmi Siswohardjono (1992) bahwa agar
konselor sekolah mampu melaksanakan konseling secara efektif maka mereka harus
memiliki keterampilan konseling. Keterampilan Konseling yang efektif berarti
konselor mampu menciptakan suasana kondusif, hangat (warmth), menyenangkan dan
mententramkan hati konseli. Dengan suasana yang demikian itu konselor akan
mudah melakukan eksplorasi masalah yang ada pada diri konseli.
Keterampilan
konseling menurut Ivey (dalam Willis 2007) ia mengatakan bahwa keterampilan
konseling dapat juga dipandang sebagai keterampilan minimal seorang konselor
profesional, sehingga penguasan akan keterampilan-keterampilan ini dapat
sedikit banyak menjamin keberlangsungan suatu proses konseling untuk mencapai
tujuan konseling. Dengan harapan bahwa konseli dapat memecahkan masalahnya
sendiri demi perkembangan optimal diri konseli sendiri.
Di dalam
proses konseling dikenal adanya tiga tahap, dan ini harus diketahui oleh
konselor sekolah. Tiga tahap tersebut adalah tahap awal, tahap pengembangan,
dan tahap terminal konseling (Pieter B. Mboeik, 1988). Setiap tahap ada
keterampilan-keterampilan tertentu yang menyatu di dalam membangun suatu proses
konseling yang utuh. Apabila proses ini gagal untuk dibangun maka suatu
keterampilan yang dilakukan dapat mengganggu konseling secara keseluruhan.