Metode penilaian persedian diperlukan untuk
menghitung persediaan akhir yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan
yang akan dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dalam konsep akuntansi, penilaian
persediaan dibahas dalam pengakuan dan pengukuran (recognition and
measurement).
Beberapa metode penilaian persediaan yang ada
dapat diuraikan sebagai berikut:
Metode penilaian persediaan
berdasarkan harga perolehan (cost valuation)
Metode
LIFO ( Last In First Out)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007)
merumuskan metode LIFO sebagai berikut : “Formula MTKP/LIFO mengasumsikan
barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih
dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau
diproduksi terdahulu”.
Bila melihat pernyataan di atas berarti harus
membuat suatu arus persediaan yang cenderung mendorong persediaan yang pertama
dibeli atau diproduksi oleh perusahaan akan dijual atau dipergunakan paling
akhir, dan persediaan yang dibeli atau diproduksi atau dipergunakan oleh
perusahaan terlebih dahulu sehingga metode LIFO ini pada awalnya hanya dianggap
sesuai diterapkan pada perusahaan yang mempunyai persediaan yang tidak mudah
rusak, tahan lama, serta dapat disimpan sedemikian rupa sehingga tetap dapat
dibedakan antara persediaan yang pertama dibeli atau diproduksi dengan
persediaan yang dibeli atau diproduksi terakhir kali.
Metode
LIFO atau MTKP terdiri dari dua macam, yaitu:
Sistem
fisik
Metode LIFO sistem fisik adalah penilaian
persediaan yang ditentukan dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga
pokok per unit barang yang masuk pada awal periode. Bila saldo fisik teryata
lebih besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan dari harga
pokok per unit yang masuk berikutnya.
Sistem
perpetual
Metode LIFO-Perpetual adalah suatu metode
penilaian persediaan yang pencatatan persediaanya dilakukan secara terus
menerus dalam kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian
maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran), langsung dicatat dalam kartu
persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang
pertama kali masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir.
Dalam periode deflasi, pengaruh yang terjadi
adalah kebalikannya. Metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang
tertinggi. Alasan utama bagi mereka yang membela metode ini adalah adanya
kecendrungan untuk mengurangi pengaruh perkembangan harga pada laba bersih.
Kritik terhadap penggunaan metode ini adalah nilai persediaan barang dagang
yang ditetapkan di neraca dapat jauh berbeda dengan nilai gantinya. Tetapi hal
ini dapat diungkapkan dalam catatan yang menyertai laporan keuangan.
Kartu
persediaan akan tampak sebagai berikut:
Metode
FIFO (First In First Out)
Pernyataan Standar Akuntansi Keungan (2007 :
14.4) merumuskan metode FIFO sebagai berikut: “Formula MPKP/FIFO mengamsumsikan
barang dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan terlebih
dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau
diproduksi kemudian”.
Berdasarkan rumusan di atas, metode FIFO ini
adalah suatu metode penentuan persediaan yang didasarkan pada anggapan bahwa
barang yang paling dahulu dibeli atau diproduksi adalah barang-barang yang
terlebih dahulu dipakai atau dijual. Dengan demikian barang barang yang ada
dalam persediaan akhir, dianggap berasal dari pembelian-pembelian terakhir
karena barang yang berasal dari pembelian sebelumnya dianggap telah dipakai
atau dijual. Metode ini dapat dipergunakan dalam sistem periodikal maupun
sistem perpetual.
Metode FIFO/MPKP dibagi atas dua bagian yakni:
Sistem
fisik
Menurut sistem FIFO yang didasarkan atas
metode fisik, nilai persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo fisik yang
ada dikalikan dengan harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila
saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya
dipergunakan harga pokok per unit yang masuk sebelumnya.
Sistem
perpetual
Metode FIFO Perpetual adalah suatu metode
penilaian persediaan yang pencatatan persediannya dilakukan terus menerus dalam
kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan
(pemasukan dan pengeluaran) barang, langsung dicatat dalam kartu persediaan.
Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali
masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir.
Metode
rata-rata (Average)
Metode harga pokok rata-rata adalah suatu
metode penilaian persediaan yang didasarkan atas harga rata-rata dalam periode
yang bersangkutan. Besar kecilnya nilai persediaan yang masih ada dan harga
pokok barang yang dijual dipengaruhi oleh metode yang dipakai dalam metode
rata-rata.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007)
merumuskan metode rata-rata sebagai berikut: Dengan rumus biaya rata-rata
tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya rata-rata
tertimbang dari barang serupa pada awal periode, dan biaya barang serupa yang
dibeli atau diproduksi selama periode. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan
secara berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman, tergantung pada keadaan
perusahaan.
Berdasarkan rumusan diatas maka penetapan
biaya persediaan dengan menggunakan cara ini adalah bahwa persediaan yang ada
di gudang dihitung harga rata-ratanya dengan cara membagi total harga perolehan
dengan jumlah satuannya. Jadi apabila setiap kali terjadi pembelian, dengan
harga pokok per unitnya yang berbeda dari harga rata-rata persediaan yang ada
di gudang, maka harus dilakukan perhitungan harga pokok per unit yang baru.
Metode
rata-rata bergerak (moving average)
Metode rata-rata sederhana suatu metode penilaian
persediaan yang ditentukan oleh harga rata-rata per unit setiap kali membeli
barang. Metode ini digunakan dengan menggunakan sistem pencatatan perpetual.
Harga rata-rata per unit ini dihitung tanpa memperhatikan jumlah unit
(kuantitas) setiap kali melakukan pembelian. Harga pokok per unit barang yang
dijual dan harga per unit persediaan akhir, dihitung dengan menjumlahkan harga
rata-rata setiap kali membeli (termasuk persediaan awal) dibagi jumlah
frekwensi pembelian (termasuk persediaan awal).
Metode
rata-rata tertimbang (weighted average)
Metode rata-rata tertimbang adalah suatu
metode penilaian yang ditentukan oleh besarnya seluruh harga pokok perolehan
dalam periode yang bersangkutan dan jumlah (kuantitas) unit dalam periode yang
bersangkutan.
Metode rata-rata tertimbang merupakan pendekatan
antara metode LIFO dan metode FIFO, perkembangan harga. Misalnya apabila urutan
serta harga pokok per unit barang yang tersedia untuk dijual adalah kebalikan
dari urutan, maka hal ini tidak Pengaruh perkembangan harga berjalan secara
rata-rata dalam hal dalam penetapan laba bersih maupun dalam penetapan harga
pokok persediaan. Untuk suatu seri pembelian tertentu harga pokok rata-ratanya
akan sama, tanpa memperhatikan arah dari akan mempunyai pengaruh apa-apa
terhadap laba bersih maupun harga pokok persediaan. Waktu yang diperlukan untuk
mengumpulkan data dalam metode rata-rata tertimbang biasanya akan lebih banyak
dibandingkan dengan metode-metode lain. Biaya tambahan yang harus dikeluarkan
mungkin akan besar apabila pembelian dilakukan berkali-kali dan jenis barangnya
banyak.
Metode
Identifikasi khusus
Metode harga pokok yang didasarkan atas
metode identifikasi khusus adalah suatu metode penilaian harga yang didasarkan
atas nilai perolehan atau harga beli yang sesungguhnya. Metode ini biasanya
dipakai untuk barang yang jumlah unitnya tidak banyak dan harganya cukup mahal.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2007) Yang
dimaksud dengan indentifikasi khusus biaya adalah atribusi biaya ke barang
tertentu yang dapat diidentifikasikan dalam persediaan. Cara ini merupakan
perlakuan yang sesuai bagi barang yang dipisahkan untuk proyek khusus, baik
yang dibeli maupun yang dihasilkan. Namun demikian identifikasi khusus biaya
tidak tepat bagi sejumlah besar barang homogen yang dapat menggantikan satu
sama lain (ordinarilly interchangeable). Dalam keadaaan demikian, metode
pemilihan barang yang masih berada dalam persediaan dapat digunakan untuk
menentukan dimuka dampaknya terhadap laba rugi periode berjalan.
Metode penilaian persediaan
bukan berdasarkan harga perolehan (non cost valuation)
Metode
Harga Terendah Diantara Harga Pokok dan Harga Pasar (Lower of Cost or Market
Metode/LCM)
Kemampuan barang untuk menghasilkan
pendapatan akan berkurang apabila harga jual barang menurun. Dalam situasi
demikian, perusahaan dapat menggunakan metode harga terendah diantara harga
perolehan atau harga pasar (lower of cost or market/LCM).. LCM adalah contoh
dari prinsip konservatisme, yakni ketika memilih antara berbagai alternatif,
maka pilihan terbaik adalah metode mana yang paling menekan harta dan laba
bersih.
Sebagai akibat penerapan metode harga
terendah diantara harga perolehan dan harga pasar, penurunan dari harga
perolehan menjadi harga pasar harus dibebankan pada periode ini. Penurunan
harga (kerugian) dilaporkan dalam laporan laba rugi pada bagian biaya
lain-lain.
Apabila harga perolehan persediaan telah
diturunkan menjadi sebesar harga pasarnya, maka harga yang baru ini akan menjadi
dasar harga perolehan untuk periode berikutnya. Bila terjadi kenaikan dalam
harga pasar, maka kenaikan tersebut tidak diakui. Itulah sebabnya banyak orang
berpendapat bahwa metode ini tidak konsisten, sebab persediaan bisa diturunkan
harganya, tetapi tidak bisa dinaikkan.
Penilaian
persedian berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasi
Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan atau
menjadi ketinggalan jaman diukur dengan selisih antara harga perolehan dengan
taksiran nilai bersih yang bisa direalisasi . Nilai bersih yang bisa
direalisasi adalah taksiran harga jual dikurangi dengan taksiran biaya yang
diperlukan untuk menjual barang tersebut.
Menurut Warren, Reeve, Fess (2005) mengatakan
bahwa: “Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual
dikurangi biaya pelepasan langsung seperti komisi penjualan”. Menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (2004) menjelaskan bahwa “Persediaan harus diukur
berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the
lower of cost and net realizable value)”.
Metode
Taksiran
Metode
taksiran dipergunakan apabila:
- Persediaan di gudang banyak jumlahnya dan jenis barangnya, sehingga bila dilakukan penghitungan fisik akan memakan banyak waktu, tenaga dan biaya.
- Dalam keadaan luar biasa misalnya gudang terbakar atau bencana lainnya, sehingga penghitungan fisik tidak mungkin dilakukan. Penentuan nilai persediaan menggunakan metode taksiran yang sering dipakai adalah: (a) Metode laba kotor. Soemarso (2002) menyatakan bahwa : “Metode laba bruto pada dasarnya menggunakan konsep yang sama dengan metode eceran, yaitu konsep hubungan antara harga pokok dan harga jual”. Dalam keadaan mendesak perusahaan selalu menyusun laporan keuangan dengan segera. Karena keadaan tidak memungkinkan mengadakan inventarisasi misalnya karena kebakaran gudang atau karena bencana lainnya maka dapat dipergunakan metode taksiran laba kotor. Metode laba kotor dapat dipergunakan bila persentase laba kotor tetap. Bila persentase laba kotor telah diketahui, maka nilai penjualan dalam suatu periode tertentu dapat dihitung terdiri dari dua unsur yaitu laba kotor dan harga pokok barang yang dijual. (b) Metode harga eceran. Penilaian persediaan dengan metode taksiran harga jual secara eceran pada umumnya dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang menjual barang secara eceran. Alasan menggunakan metode ini adalah karena barang yang dijual banyak macamnya dan frekwensinya cukup tinggi sehingga sulit dilakukan penghitungan fisik untuk menentukan persediaan. Demikian juga penyelenggaraan kartu persediaan mengalami kesulitan mengingat frekwensi transaksi cukup tinggi. Menurut Warren, Reeve, Fess (2005) menyatakan bahwa: “Metode persediaan eceran (Retail Inventory Method) mengestimasikan biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagangan yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama”.
Tags
Industri dan Jasa