Kisah ini adalah kisah seorang suami yang
sabar menjalani takdir. Agar fitnah itu tidak dialami istrinya, dia rela
menanggung fitnah itu sendiri. Kesabaran menghadapi istri, menjalani takdir
adalah sebuah amal sholeh yang patut di contoh. Berikut ceritanya.
Perkawinan itu telah berjalan empat (4)
tahun, namun pasangan suami istri itu belum juga dikaruniai seorang anak. Dan
mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya
di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi
berisik.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami
istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan
pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang
mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan
bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan
mempunyai anak. Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi
wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri memasuki ruang
dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan
membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari
kaum laki-laki.Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri
saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri
saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah
apa-apa.Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran.
Akan tetapi sang suami terus memaksa sang
dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa
masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang
istri.Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak
pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki
ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan
mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul,
sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk
sembuh.Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang
menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke
rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia
tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.Lima (5) tahun berlalu
dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah
detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada
suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya
tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua
orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia
mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari
suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”.
Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak
bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya
bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya
bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.Mendengar emosi sang
istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT,
kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang
istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.Akhirnya sang istri berkata:
“OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun,
tidak lebih”.Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar,
semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang
istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal
ginjal.Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan
mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara
kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini,
kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya
anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”.Sang istri
pun bad rest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba
suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga
engkau baik-baik saja”.“Haah, pergi?”. Kata sang istri.“Ya, saya akan pergi
karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang
suami.Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang
istri.
Maka disepakatilah bahwa besok akan
dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.Saat itu sang istri
teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu,
istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang
bedah operasi”.Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan,
suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang
kelelahan.Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang
suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk
istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter
yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.
Dan subhanallah …Setelah Sembilan (9)
bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami
istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.Suasana rumah tangga kembali
normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah
fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan
di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad
dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas
jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang
selama ini ia sembunyikan.
Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan
buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.Hamper saja ia terjatuh
pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis
meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis
sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang
suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama
tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada
keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk
memandangnya sama sekali. (Diterjemahkan dari kisahk yang dituturkan oleh teman
tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam email dan disebarkan kepada
kawan-kawannya).
cerita yg bagus, kisah nyata kah?
BalasHapus