Hukum Hak
Asasi Manusia Internasional menempati posisi yang sangat penting. Dalam
bukunya, A Modern Law of Nations – An Introduction, Phillip C. Jessup
menyebutkan suatu filosofi tua yang menyatakan bahwa “it is inherent in the
concept of fundamental rights of man that those rights inhere in the individual
and are not derived from the state”, yang artinya, “telah menjadi sifatnya
dalam konsep hak-hak dasar manusia bahwa hak-hak tersebut melekat pada individu
dan tidak diperoleh dari negaranya.
Hak ada
pada tiap manusia sejak lahir, dan bukan sesuatu yang diberikan oleh negara. Hak
(right) adalah hak (entitlement). Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan
seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak
tersebut, dan tidak mencegah orang lain melaksanakan hak-haknya. “Hak asasi
manusia” adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak
tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki
ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah
dapat dihapuskan.
Kehadiran
hak asasi manusia dalam komunitas internasional adalah merupakan suatu kejadian
penting karena pada dasarnya ia bertujuan untuk menghancurkan pelindung yang
dulunya melindungi setiap kekuasaan nasional dan membuatnya kelihatan seperti
suatu “keseluruhan” di mata negara lain sehingga mekanisme internalnya tidak
dapat dipertanyakan. Kini doktrin hak asasi manusia memaksa negara-negara untuk
memberikan keterangan mengenai bagaimana mereka memperlakukan warga negaranya,
bagaimana mereka menjalankan peradilan, mengoperasikan penjara dan sebagainya.
Secara
keseluruhan, dalam komunitas internasional, doktrin hak asasi manusia telah
memperoleh nilai dan signifikansi yang mana, dalam konteks sistem nasional,
sesuai dengan Teori Kontrak Sosial dari Locke, Konsep Pemisahan Kekuasaan dari
Montesquieu, serta Teori Kedaulatan Rakyat dari Rousseau. Bersamaan dengan
ide-ide politik tersebut yang mengikis fondasi monarki dan diktator, doktrin
hak asasi manusia selain mendorong komunitas internasional untuk menghormati
martabat semua manusia, juga berperan dalam proses demokratisasi negara-negara.
Gagasan
atas suatu deklarasi internasional tentang hak asasi manusia dapat dilacak
kembali pada tahun 1929, dengan dokumen yang disetujui oleh International
Law Institute dalam rapatnya yang diadakan di New York. Pasal 1 dari
Deklarasi tersebut mengakui hak untuk hidup:
“It is the duty of every state to
recognize the equal rights of every individual to life, liberty and property,
and to accord to all within its territory the full and entire protection of
this right, without distinction as to nationality, sex, language, or religion.” (Merupakan kewajiban dari setiap negara
untuk mengakui persamaan hak setiap individual untuk hidup, atas kebebasan dan
kekayaan, dan untuk memberlakukan dalam wilayahnya perlindungan penuh terhadap
hak tersebut, tanpa pembedaan berdasarkan kewarganegaraan, jenis kelamin,
bahasa ataupun agama.)
Rene
Cassin, salah seorang anggota penyusun Universal Declaration of Human Rights
(UDHR), menyatakan penghargaannya terhadap International Law Institute dengan
peran penting yang dimainkannya dalam sejarah UDHR, sementara Hector Gros
Espiell memuji deklarasi International Law Institute sebagai “the earliest
recognition of the equal right to life of individuals” (pengakuan pertama
terhadap hak untuk hidup yang sama dari individu- individu).
Pembukaan
UDHR memberikan gambaran tersendiri terhadap peran hak asasi manusia
sebagaimana yang dikehendaki oleh masyarakat internasional antara lain pada
paragraf pertama “whereas recognition of the inherent dignity and of the
equal and inalienable rights of all members of the human family is the
foundation of freedom, justice and peace in the world” (pengakuan martabat
yang melekat dan hak yang sama dan tidak dapat dihapuskan dari seluruh anggota
masyarakat manusia merupakan dasar bagi kebebasan, keadilan, dan perdamaian di
dunia) dan pada paragraf kedua “whereas disregard and contempt for human
rights have resulted in barbarous acts which have outraged the conscience of
mankind,…” (pengabaian dan pelecehan hak-hak asasi manusia telah
menimbulkan tindakan-tindakan biadab…).
Lebih
lanjut, kaidah-kaidah jus cogens, yang juga disebut sebagai preemptory norms
dalam hukum internasional, merupakan kaidah yang tidak memperbolehkan adanya
penyimpangan. Jus cogens sendiri meliputi kaidah- kaidah fundamental dari suatu
kodrat kemanusiaan, di antaranya perlindungan hak-hak dasar manusia pada masa
damai maupun perang.
Tags
Hukum