Hubungan komunikasi
dengan pendidikan sangat erat. Seperti yang sudah disepakati bahwa fungsi utama
komunikasi adalah informatif, edukatif, persuasif, dan rekreatif
(entertainment). Maksudnya secara singkat adalah bahwa komunikasi berfungsi
memberi keterangan, memberi data, atau fakta yang berguna bagi segala aspek
kehidupan manusia. Di samping itu, komunikasi juga berfungsi mendidik
masyarakat, mendidik setiap orang dalam menuju pencapaian kedewasaannya
bermandiri. Seseorang bisa banyak tahu karena benyak mendengar, banyak membaca,
dan banyak berkomunikasi. Menurut Jourdan (1984), bidang pendidikan tidak dapat
berjalan tanpa ada dukungan komunikasi, bahkan pendidikan hanya bisa berjalan
melalui komunikasi atau dengan kata lain tidak ada perilaku pendidikan yang
tidak dilahirkan oleh komuniksi. Bagaimana mungkin mendidik manusia tanpa
berkomunikasi, mengajar orang lain tanpa komunikasi, atau memberi kuliah tanpa berbicara.
Semuanya membutuhkan komunikasi yang sesuai dengan bidang daerah yang
disentuhnya (Yusup, 1990).
Perbedaan komunikasi
dengan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau
dari efek yang diharapkan, tujuan komunikasi sifatnya umum, sedangkan tujuan
pendidikan sifatnya khusus. Kekhususan inilah yang dalam proses komunikasi
komunikasi melahirkan istilah-istilah khusus seperti penerangan, propaganda,
indoktrinasi, agitasi, dan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah khas atau
khusus, yakni meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai suatu hal sehingga ia
menguasainya. Jelas perbedaannya dengan tujuan penerangan, propaganda,
indoktrinasi, dan agitasi. Tujuan pendidikan itu akan tercapai jika prosesnya
komunikatif, minimal harus demikian. Jika proses belajar itu tidak komunikatif,
tidak mungkin tujuan pendidikan itu akan tercapai (Effendy, 2005).
Pada umumnya
pendidikan berlangsung secara berencana di dalam kelas secara tatap muka
(face-to-face). Karena kelompoknya relatif kecil, meskipun komunikasi antara
pengajar dan pelajar dalam ruang kelas itu termasuk komunikasi kelompok (group
communication), sang pengajar sewaktu-waktu bisa mengubahnya menjadi komunikasi
antarpersona. Terjadilah komunikasi dua arah atau dialog dimana si pelajar
menjadi komunikan dan komunikator, demikian pula sang pengajar. Terjadinya
komunikasi dua arah ini ialah apabila para pelajar bersikap responsif,
mengetengahkan pendapat atau mengajukan pendapat, diminta atau tidak diminta.
Jika pelajar pasif saja, dalam arti kata hanya mendengarkan tanpa ada gairah
unutk mengekpresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka meskipun komunikasi
itu bersifat tatap muka, tetap saja berlangsung satu arah, dan komunikasi itu
tidak efektif.
Menurut Effendi dalam
bukunya Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (2005), komunikasi yang paling
efektif dalam proses belajar mengajar adalah komunikasi dalam bentuk diskusi,
baik antara pengajar dengan pelajar maupun di anatara para pelajar sendiri. Hal
tersebut dianggap paling efektif karena mekanismenya memungkinkan pelajar
terbiasa untuk mengemukakan pendapat secara argumentative dan dapat mengkaji
dirinya, apakah yang telah diketahuinya itu benar atau salah.
Komunikasi dalam
pendidikan merupakan unsur yang sangat penting kedudukannya. Bahkan sangat
besar peranannya dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan.
Orang sering berkata bahwa tinggi-rendahnya suatu capaian mutu pendidikan
dipengaruhi pula oleh faktor komunikasi ini, khususnya komunikasi pendidikan
(Yusup, 1990).
Tags
Komunikasi