Hakikat Pendidikan
Anak Usia Dini, adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau
menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan Anak
Usia Dini memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anak, oleh karena
itu pendidikan untuk Usia Dini khususnya Taman Kanak-Kanak perlu menyediakan
berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang
meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik. Anderson ( dalam
1993).
Pengalaman
belajar seperti apa yang memungkinkan anak berkembang seluruh aspek
perkembangannya. Menurut Pestalozzi, Pendidikan anak hendaknya menyediakan
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, bermakna, dan hangat seperti yang diberikan
oleh orang tua di lingkungan rumah. Dari uraian di atas anda tentunya akan dapat mencermati apa sesungguhnya hakikat
Pendidikan Anak Usia Dini. Agar memperoleh pemahaman yang mendalam cermati
dengan teliti makna dari hakikat pendidikan Usia Dini sebagai berikut yang
dikemukakan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002). Anak adalah manusia
kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Ia memiliki
karakteristik yang khas dan
tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia
dewasa seutuhnya. Dalam hal ini anak merupakan seorang manusia atau individu
yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda dengan
orang dewasa. Anak memiliki berbagai macam potensi yang harus dikembangkan.
Meskipun pada umumnya anak memiliki pola perkembangan yang sama, tetapi ritme
perkembangannya akan berbeda satu sama lainnya karena pada dasarnya anak
bersifat individual.
Ditinjau
dari segi usia, anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0-8
tahun (Morrison, 1988). Standar usia ini adalah acuan yang digunakan oleh NAEYC
(National Assosiation Education for Young Child). Menurut definisi ini anak usia dini merupakan
kelompok yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa anak usia dini adalah individu unik yang memiliki pola
pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosio-emosional,
kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang
sedang dilalui oleh anak tersebut.Anak usia dini terbagi menjadi 4 (empat)
tahapan yaitu masa bayi dari usia lahir sampai 12 (dua belas) bulan, masa
kanak-kanak/batita dari usia 1 sampai 3 tahun, masa prasekolah dari usia 3
sampai 5 tahun dan masa sekolah dasar dari usia 6 sampai 8 tahun. Setiap tahapan
usia yang dilalui anak akan menunjukkan karakteristik yang berbeda. Proses
pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak haruslah memperhatikan karakteristik yang
dimiliki setiap tahapan perkembangan. Apabila perlakuan yang diberikan tersebut
tidak didasarkan pada karakteristik perkembangan anak, maka hanya akan
menempatkan anak pada kondisi yang menderita. Pendidikan bagi anak Usia Dini
adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian
kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada
anak.
Pendidikan
Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitik beratkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan
baik koordinasi motorik (halus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak
(mutiple intelelegences) dan kecerdasan spiritual.
Sesuai
dengan keunikan dan pertumbuhan Anak Usia Dini, maka penyelenggaraan Pendidikan
bagi Anak Usia Dini disesuaikan dengan
tahap tahap perkembangan yang dilalui oleh Anak Usia Dini. Berikut adalah beberapa pendapat lain
mengenai Pendidikan Anak Usia Dini : “Pendidikan Anak Usia Dini,
menekankan kepada anak usia dua setengah
tahun sampai dengan enam tahun”. Bihler dan Snowman, dalam Diah Hartati (1996).
“Pendidikan
anak Anak usia Dini, mencakup berbagai program yang melayani anak dari lahir
sampai dengan delapan tahun yang dirancang untuk meningkatkan perkembangan
intelektual,sosial,emosi, bahasa dan fisik anak” (Bredecamp,1997). Sedangkan
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) pada pasal 1 ayat 14
menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa menurut Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) batasan Pendidikan
Anak Usia Dini di Indonesia, adalah dari lahir sampai dengan enam tahun. Apakah
Taman Kanak-Kanak termasuk Pendidikan Anak Usia Dini? Apabila melihat rentang usia TK yakni yang terentang
antara anak usia empat sampai dengan enam tahun, maka Pendidikan Taman
Kanak-Kanak termasuk Pendidikan Anak Usia Dini. Dalam pasal 28 ayat 3 Undang -
Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) ditegaskan bahwa : “Pendidikan Anak
Usia Dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang
sederajat”. Dengan demikian cukup jelas bagi anda bahwa TK, termasuk Pendidikan
Anak Usia Dini dalam jalur pendidikan formal. Setelah mencermati apa TK, dan
apa Pendidikan Anak Usia Dini, maka ada satu hal lagi yang perlu dipahami
supaya wawasan anda tentang Pendidikan Anak Usia Dini lebih mantap, yaitu
Kelompok Bermain. Tentu anda sudah mengenal Kelompok Bermain yang saat ini
sedang berkembang pesat di tanah air
khususnya di kota-kota besar. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(2003) ditegaskan bawa kelompok bermain ada pada rentang usia satu sampai
dengan empat tahun dan berada dalam pendidikan non formal. Setelah anda
memahami dengan jelas tentang persamaan maupun perbedaan tentang TK, Pendidikan
Anak Usia Dini, dan Kelompok Bermain,
selanjutnya anda perlu juga memahami bagaimana pandangan beberapa ahli tentang
anak, dan Pendidikan Anak Usia Dini.
Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) nonformal yang bersifat fleksibel sering diartikan bahwa
PAUD nonformal boleh dilaksanakan tanpa
adanya ketentuan apapun. Anggapan tersebut tidaklah benar, karena fleksibelitas
dalam PAUD nonformal lebih tertuju pada cara penyelenggaraannya, bukan pada
prinsip pembelajarannya. PAUD nonformal harus bisa memberikan layanan PAUD yang
murah dan mudah, tetapi bermutu. Prinsip pembelajaran PAUD nonformal adalah
bermain sambil belajar, yang sesuai dengan tingkat usia, perkembangan
psikologis dan kebutuhan spesifik anak, serta yang mendekatkan anak dengan
lingkungannya. PAUD nonformal bukanlah sekolah yang penuh dengan aturan,
melainkan taman yang menyenangkan, mengasyikan, dan mencerdaskan.
Prinsip
utama PAUD nonformal adalah memberikan stimulasi pendidikan kepada anak dalam
rangka melejitkan potensinya agar anak memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan
lebih tinggi. Perkembangan dan kualitas anak dipengaruhi oleh banyak faktor, di
antaranya adalah faktor hereditas dan lingkungan yang termasuk di dalamnya
intervensi pendidikan. Mengapa demikian? Ketika anak lahir, ia baru dibekali
dengan modal yang disebut potensi, baik potensi fisik (jasmani) maupun nonfisik
(akal, kalbu, dll.). Potensi tersebut baru merupakan kemampuan awal, karenanya
harus ditumbuh- kembangkan melalui berbagai stimulasi atau rangsangan.
Para ahli
genetika mempercayai bahwa setiap anak yang lahir membawa potensi yang
diturunkan dari kedua orangtuanya dan dipengaruhi oleh gen dari orang-orang
yang memiliki garis keturunan di atasnya. Namun potensi tersebut tidak akan
mencapai perkembangan secara optimal tanpa adanya stimulasi (rangsangan) yang
maksimal. Rangsangan yang bersifat fisik/biologis tentunya terkait dengan
pemberian gizi yang seimbang. Terkait dengan gizi ini berbagai studi yang
dilakukan oleh para ahli gizi menyimpulkan bahwa pembentukan kecerdasan pada
masa usia dini dan dalam kandungan ternyata sangat tergantung pada asupan gizi
yang diterima. Makin rendah asupan gizi yang diterima, makin rendah pula status
kesehatan anak, dan rendahnya status kesehatan anak akan berpengaruh terhadap
kemampuan belajar anak (Syarif, 2002). Implikasinya adalah bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini harus pula memperhatikan pemenuhan gizi anak, termasuk gizi
ibunya ketika anak masih menyusu.
Rangsangan
nonfisik khususnya rangsangan pendidikan merupakan rangsangan yang tak kalah
pentingnya. Ascobat Gani (2002) mengungkapkan bahwa sektor pendidikan
menekankan pada rangsangan terhadap aspek intelektual, emosional, spiritual dan
aspek-aspek lainnya yang terkait dengan software (perangkat lunak) dalam rangka
melejitkan potensi diri, sedangkan sektor nonpendidikan menekankan pada
rangsangan misalnya terhadap aspek gizi, kesehatan, dan aspek-aspek lainnya
yang terkait dengan hardware (perangkat keras).
Berkaitan dengan anak usia dini, terdapat
beberapa masa yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi bagaimana
seharusnya seorang pendidik menghadapi anak usia dini, sebagai berikut:
- Masa peka. Pada masa ini anak akan merespon berbagai stimulus dengan cepat karena kepekaannya yang muncul seiring dengan kematangan. Sebagian pendidik baik orang tua maupun tutor belum sepenuhnya mampu menciptakan suatu kondisi yang kondusif, memberi kesempatan dan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapat memicu munculnya masa peka dan atau menumbuhkembangkan potensi yang ada di masa peka.
- Masa egosentris. Masa egosentris ditandai dengan sikap keakuan anak yang sangat besar, seperti seolah-olah dialah yang paling benar, keinginannya harus selalu dituruti, segalanya miliknya sendiri, dan mau menang sendiri. Orang tua harus memahami bahwa anak masih berada pada masa egosentris ini. Karenanya orang tua harus memberikan pengertian secara bertahap pada anak agar dapat menjadi makhluk sosial yang baik dengan memberi kesempatan pada anak untuk berinteraksi di lingkungannya. Misalnya dengan melatih anak untuk dapat berbagi sesuatu dengan temannya atau belajar antri/menunggu giliran saat bermain bersama.
- Masa meniru. Pada masa ini proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering ditampilkan di televisi dan segala hal yang dilihat serta didengarnya. Pada saat ini orang tua atau tutor haruslah dapat menjadi tokoh panutan bagi anak dalam berperilaku.
- Masa berkelompok. Pada masa ini anak senang melakukan kegiatan secara berkelompok atau team. Biarkan anak bermain di luar rumah bersama teman-temannya, jangan terlalu membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi dan beradaptasi sesuai dengan perilaku lingkungan sosialnya. Oleh karena itu orang tua sebaiknya mengkondisikan lingkungan yang baik bagi pergaulannya untuk kesempatan anak bersosialisasi dan bergaul.
- Masa bereksplorasi. Masa ini ditandai dengan kegiatan anak yang menunjukkan rasa keingintahuan yang besar mengenai suatu hal. Rasa ingin tahu ini ditunjukkan dengan banyak bertanya, mengamati bahkan membongkar benda. Orang tua atau orang dewasa harus memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak memanfaatkan benda- benda yang ada di sekitarnya dan biarkan anak melakukan trial dan error, karena memang anak adalah seorang penjelajah yang ulung.
- Masa Pembangkangan. Orang tua harus memahami dan mengarahkan anak saat ia mulai membangkang tetapi bukan berarti selalu memarahinya karena ini merupakan suatu masa yang akan dilalui oleh setiap anak. Selain itu bila terjadi pembangkangan sebaiknya diberikan waktu pendinginan (cooling down) misalnya berupa penghentian aktivitas anak dan membiarkan anak sendiri berada di dalam kamarnya atau di sebuah sudut. Beberapa waktu kemudian barulah anak diajak bicara mengapa ia melakukan itu semua.
Tags
Perkembangan Anak