Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
kebahagiaan. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kebahagiaan seseorang, yaitu:
Budaya
Triandis (2000) mengatakan faktor budaya dan
sosial politik yang spesifik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang (dalam
Carr, 2004). Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam
suasana demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan
yang penuh dengan konflik militer (Carr, 2004). Carr (2004), mengatakan bahwa
budaya dengan kesamaan sosial memiliki tingakat kebahagiaan yang lebih tinggi.
Kebahagiaan juga lebih tinggi pada kebudayaan individualitas dibandingkan
dengan kebudayaan kolektivistis (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan
kebahagiaan lebih tinggi dirasakan di negara yang sejahtera di mana institusi
umum berjalan dengan efisien dan terdapat hubungan yang memuaskan antara warga
dengan anggota birokrasi pemerintahan.
Kehidupan Sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan
Diener (Seligman 2005) menjelaskan hampir semua orang dari 10% orang yang
paling bahagia sedang terlibat dalam hubungan romantis. Menurut Seligman
(2005), orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan
memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari
mereka bersosialisasi.
Agama atau Religiusitas
Orang yang religius lebih bahagia dan lebih
puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005).
Selain itu keterlibatan seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama
dapat memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Carr (2004)
juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama juga diasosiasikan dengan
kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang dapat dilihat dari
kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam makanan dan
minuman, dan bekerja keras.
Pernikahan
Seligman (2005) mengataka bahwa pernikahan
sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua
penjelasan mengenai hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang
lebih bahagia lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang yang tidak
bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang
dapat membahagiakan seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan fisik,
memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai orang tua,
menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr, 2004). Kebahagiaan orang
yang menikah memengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan ini berlaku
bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). Carr (2004), menambahkan orang yang
bercerai atau menjanda lebih bahagia pada budaya kolektifis dibandingkan dengan
budaya individualis karena budaya kolektifis menyediakan dukungan social yang lebih
besar daripada budaya individualis.
Usia
Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson
mengungkapkan kemudaan dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia
(Seligman, 2005). Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak
berhubungan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif
atas 60.000 orang dewasa dari 40 bangsa membagi kebahgiaan dalam tiga komponen,
yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan
hidup sedikitmeningkat sejalan dengan betambahnya usia, afek positif sedikit
melemah dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005). Seligman (2005)
menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi
dimana perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan”
berkurang seiring dengan bertambhanya umur dan pengalaman.
Uang
Banyak penelitian yang dilakukan untuk
melihat hubungan antara kebahagiaan dan uang (Seligman, 2005). Umumnya
penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang
yang tinggal di negara kaya dengan orang yang tinggal di negara miskin.
Perbandingan lintas-negara sulit untuk dijelaskan karena negara yang lebih kaya
juga memiliki angka buta huruf yang lebih rendah, tingkat kesehatan yang lebih
baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih luas dan barang
materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan bahwa
di negara yang sangat miskin, kaya berarti bias lebih bahagia. Namun di negara
yang lebih makmur dimana hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar,
peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahgiaan (Seligman, 2005).
Seligman (2005), menyimpulkan penilaian seseorang terhadap uang akan
mempengaruhi kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri.
Kesehatan
Kesehatan objektif yang baik tidak begitu
berkaitan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Menurut Seligman (2005), yang
penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita.
Berkat kemampuan beradapatasi terhadap penedritaan, seseorang bisa menilai
kesehatannya secara positif bahkan ketika sedang sakit. Ketika penyakit yang
menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis, kebahagiaan dan kepuasan hidup
memang menurun (Seligman, 2005). Seligman (2005) juga menjelaskan orang yang
memiliki lima atau lebih masalah kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang
sejalan dengan waktu.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak
konsisten dengan kebahagiaan. Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih
ekstrim daripada pria. Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi rata-rat
pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih sedih
daripada pria (Seligman, 2005).
Tags
Psikologi Positif