Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi trust (kepercayaan). Individu mengembangkan
harapannya mengenai tingkat bagaimana seseorang dapat trust kepada orang lain,
bergantung pada faktor-faktor di bawah ini (Lewicki & Wiethoff, 2000):
Predisposisi Kepribadian (Personality Predisposition)
Penelitian
menunjukkan bahwa individu berbeda di dalam predisposisi mereka untuk percaya
kepada orang lain (Rotter dalam Lewicki & Wiethoff, 2000). Semakin tinggi
tingkat individu dalam predisposisi untuk trust, semakin besar harapan untuk dipercaya
oleh orang lain.
Reputasi dan Stereotip (Reputation and
Stereotype)
Meskipun
individu tidak memiliki pengalaman langsung dengan orang lain, harapan individu
dapat terbentuk melalui apa yang dipelajari dari teman ataupun dari apa yang
telah didengar. Reputasi orang lain biasanya membentuk harapan yang kuat yang
membawa individu untuk melihat elemen untuk trust dan distrust serta membawa
pada pendekatan pada hubungan untuk saling percaya.
Pengalaman Aktual (Actual Experience)
Pada
kebanyakan orang, individu membangun faset dari pengalaman untuk berbicara,
bekerja, berkoordinasi dan berkomunikasi. Beberapa dari faset tersebut sangat
kuat di dalam trust, dan sebagian mungkin kuat pada distrust. Sepanjang
berjalannya waktu, baik elemen trust maupun distrust memulai untuk mendominasi
pengalaman, untuk menstabilkan dan secara mudah mendefinisikan sebuah hubungan.
Ketika polanya sudah stabil, individu cenderung untuk mengenelarisasikan sebuah
hubungan dan menggambarkannya dengan tinggi atau rendahnya trust atau distrust.
Orientasi Psikologis (Psychological
Orientation)
Deutsch
(dalam Lewicki & Wiethoff, 2000) menyatakan bahwa individu membangun dan
mempertahankan hubungan sosial berdasarkan orientasi psikologisnya. Orientasi
ini dipengaruhi oleh hubungan yang terbentuk dan sebaliknya. Dalam artian, agar
orientasinya tetap konsisten, maka individu akan mencari hubungan yang sesuai
dengan jiwa mereka. Hubungan dengan orang lain menentukan emosi seseorang. Jika
individu tidak menjaga hubungannya dengan orang lain dengan emosi yang baik,
maka emosi tersebut dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan yang akan
mencelakakan hubungan yang telah dijalani.
Menurut
Jones & George (dalam Hoy & Moran, 2000), dalam membangun suatu
hubungan, seseorang memutuskan untuk mempercayai orang lain berdasarkan
informasi yang disediakan oleh emosi dimana emosi sangat berhubungan erat
dengan kejadian atau lingkungan khusus yang menghalangi proses kognitif dan
perilaku seseorang. Individu yang tidak bisa menangani emosinya dengan baik
akan mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Ciarrchi, Chan,
Caputi, & Roberts, 2001).
Oleh
sebab itu, diperlukan keterampilan emosi dalam berhubungan dengan orang lain
(Keltner & Heidt, dalam Lopes, Bracket, Nezlek, dkk, 2004). Emosi positif
berhubungan dengan kemampuan bergaul. Sedangkan emosi negatif menyebabkan orang
saling berjauhan. Jadi, individu perlu untuk memproses informasi yang
disediakan oleh emosi dan mengatur emosi dengan kecerdasan dalam menjalani
dunia sosial (Lopes, Braket, Nezlek, dkk, 2004).
Tags
Psikologi Umum