Definisi kemiskinan menurut Friedman (Usman,
2006) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan
sosial. Kemiskinan adalah permasalahan yang sifatnya multidimensional. Pendekatan
dengan satu bidang ilmu tertentu tidaklah mencukupi untuk mengurai makna dan
fenomena yang menyertainya. Definisi secara umum yang lazim dipakai dalam
perhitungan dan kajian-kajian akademik adalah pengertian kemiskinan yang
diperkenalkan oleh Bank Dunia yaitu sebagai ketidakmampuan mencapai standar
hidup minimum (Word Bank, 1990).
Basis kekuatan sosial tidak terbatas hanya
pada (1) modal produktif atau aset (misalnya organisasi sosial politik yang
dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama, partai politik, sindikasi,
koperasi dan lain-lain), tetapi juga pada (2) network atau jaringan sosial
untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lainlain; (3) pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai; dan (4) informasi yang berguna untuk memajukan
kehidupan mereka.
Scott menerangkan (Usman, 2006) bahwa
kemiskinan setidaknya memiliki kondisi-kondisi yang pada umumnya didekati (1)
dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan
non material yang diterima oleh seseorang sehingga secara luas kemiskinan
meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang
buruk atau kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat; (2)
kadang-kadang didefinisikan dari segi kepemilikan aset yakni tanah, rumah,
peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain; (3) kemiskinan non-materi meliputi
berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas
rumah tangga dan kehidupan yang layak.
United Nations Development Program (UNDP)
mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memperluas
pilihan-pilihan dalam hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian “tidak
adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan publik” sebagai salah satu indikator
kemiskinan (Cahyat 2004).
Cahyat (2004) juga menyatakan bahwa di
penghujung abad 20 muncul pengertian terbaru mengenai kemiskinan yaitu bahwa
kemiskinan juga mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan, dan
ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi (voicelessness). Jadi kemiskinan
berwajah majemuk atau bersifat multi dimensi.
Jhingan (2000) mengemukakan tiga ciri utama
negara berkembang yang menurutnya menjadi penyebab dan sekaligus akibat, yang
saling terkait, dari kemiskinan yang terjadi. Ciri pertama, prasarana dan
sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah
penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan atau keahlian. Ciri kedua,
sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebagian kecil penduduk
yang bisa menjadi tenaga kerja produktif. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi
menjadi terhambat.
Apabila kemiskinan dikaitkan dengan ukuran
penentuannya seringkali dibedakan dalam dua definisi yaitu kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang,
kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk hidup dan bekerja.
Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk
uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah
garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan digolongkan
sebagai penduduk miskin.
Garis kemiskinan absolut (tidak berubah)
dalam hal standar hidup, garis kemiskinan absolut mampu membandingkan
kemiskinan secara umum. Sebagai contoh garis kemiskinan Amerika Serikat tidak
berubah dari tahun ke tahun, sehingga angka kemiskinan sekarang mungkin
terbanding dengan angka kemiskinan satu dekade yang lalu, dengan catatan
definisi kemiskinan tidak berubah.
Garis kemiskinan absolut sangat penting jika
seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti pemiskinan antar waktu,
atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya,
pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu
negara dengan negara yang lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama
digunakan di kedua Negara tersebut. Bank dunia mengeluarkan garis kemiskinan
absolut agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara serta digunakan
dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan.
Pada
umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu:
- US $ perkapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut
- US $ 2 perkapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US $ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut.
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin
karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.
Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu
tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20
persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan
menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.
Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif
sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga
dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama
kita”.
Dalam prakteknya, negara kaya mempunyai garis
kemiskinan relatif yanglebih tinggi daripada negara miskin seperti pernah
dilaporkan oleh Ravallion (1998). Dalam paper tersebut Ravallion menjelaskan
mengapa, misalnya, angka kemiskinan resmi (official figure) pada awal tahun
1990-an mendekati 15 persen di Amerika Serikat dan mendekati 15 persen di
Indonesia (negara yang jauh lebih miskin). Artinya, banyak dari mereka yang
dikategorikan miskin di Amerika Serikat akan dikatakan sejahtera menurut
standar Indonesia. Tatkala negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara
tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan
kekecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada dasarnya tidak
berubah selama hamper empat dekade. Misalnya Uni Eropa umumnya mendefinisikan
penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita dibawah 50
persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan
meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.
Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan
sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan,
dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan.
Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat
kemiskinan antar Negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat
kesejahteraan yang sama.
Terminologi lain yang pernah dikemukakan
sebagai wacana adalah kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Soetandyo
Wignjosoebroto dalam ”Kemiskinan Struktural : Masalah dan Kebijakan” (Suyanto,
1995) mendefinisikan ”Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai
atau didalihkan bersebab dari standar atau kriteria yang subjektif karena
dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah, dan kelompok sosial”. Disamping itu
kesulitan penentuan secara kuantitatif dari masing-masing komponen kebutuhan
dasar karena dipengaruhi sifat yang dimiliki oleh komponen itu sendiri,misalnya
selera konsumen terhadap suatu jenis makanan atau komoditi lainnya.
Dari segi faktor penyebabnya, kemiskinan
dapat dibedakan menjadi kemiskinan kultural, kemiskinan sumber daya ekonomi,
dan kemiskinan struktural. Menurut Surbakti (Usman, 2006), kemiskinan kultural
bukanlah bawaan melainkan akibat dari tidak kemampuan menghadapi kemiskinan
yang berkepanjangan. Kemiskinan bukanlah sebab melainkan akibat. Sikap-sikap seperti
ini diabadikan melalui proses sosialisasi dari generasi ke generasi. Kemiskinan
sumber daya ekonomi melihat fenomena kemiskinan dari sisi ketiadaan atau
kelangkaan sumber daya ekonomi baik faktor-faktor produksi yang berupa modal,
tanah, sumber daya manusia dalam hal ini tingkat dan kualitas pendidikan maupun
kondisi geografis yang terkait dengan tempat tinggal suatu masyarakat.
Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan
yang disebabkan oleh faktor struktur ekonomi dan politik yang melingkupi si
miskin. Struktur ekonomi dan politik yang kurang berpihak pada sekelompok
masyarakat tertentu sehingga menimbulkan hambatan-hambatan dalam akses sumber
daya ekonomi, lapangan pekerjaan dan partisipasi dalam pembangunan.
Usman (2006) menyatakan bahwa teori yang
menarik dan sering dijadikan acuan dalam membahas permasalahan kemiskinan serta
sekaligus menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan bersifat mutidimensi adalah
teori lingkaran kemiskinan. Salah satu pencetus teori ini, Myrdal, pada tahun
1957 menjelaskan bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki keterkaitan
antara satu dengan yang lain dalam menciptakan suatu problem yang muncul di
dalam masyarakat. Teori ini kemudian dikembangkan lagi oleh para pengamat
permasalahan kemiskinan, diantaranya adalah Jonathan Secher. Ia menjelaskan bahwa
pendidikan dan ketenagakerjaaan di masyarakat berinteraksi dalam bentuk sebuah lingkaran
yang saling terkait satu sama lain. Masyarakat yang tidak memiliki akses untuk
berkembang dengan baik akan terdorong untuk bermigrasi ke tempat lain dan
meninggalkan usahanya di tempat asal. Akibatnya, terjadi penurunan produktivitas
dan penerimaan pajak di daerah tersebut. Penurunan penerimaan pajak akan
berdampak pada pengurangan anggaran pembangunan di daerah itu termasuk belanja
pembangunan untuk pendidikan. Penurunan kualitas pendidikan dan kualitas tenaga
kerja pada akhirnya tidak dapat dihindari. Dengan tenaga kerja berkualitas
rendah, industri tidak dapat mengadopsi teknologi yang lebih baik dan tidak
mampu mengembangkan usahanya sehingga berakibat pada berkurangnya penyerapan
tenaga kerja dan meningkatnya pengangguran.
Tags
Ekonomi