Terdapat beberapa ciri-ciri perilaku
prososial. Ciri-ciri perilaku prososial antara lain adalah sebagai berikut:
Simpati dan Empati
Simpati sesuatu kecenderungan untuk ikut
merasakan segala sesuatu yang sedang dirasakan orang lain. Dengan kata lain :
sesuatu kecenderungan untuk ikut serta merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang
lain. Di sini ada situasi: Feeling With another person. Sedangkan empati ialah
suatu kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikata
dia dalam situasi orang lain tersebut. Karena empati , orang menggunakan
perasaanya dengan efektif di dalam situasi orang lain, didorong oleh emosinya
seolah-olah dia ikut mengambil bagian dalam gerakan-gerakan yang dilakukan
orang lain. Di sini ada situasi “Feeling into a person or thing”.
Empati, menurut Kartini Kartono & Dalil
Gulo (1987), dapat diartikan sebagai pemahaman pikiran pikiran dan perasaan
perasaan orang lain. Dengan cara menempatkan diri kedalam kerangka pedoman psikologis
orang tersebut.dengan berempati kepada orang lain kita akan menyelami pikiran
pikiran dan perasaan orang lain.
Ahli
ahli psikologi mencoba menjelaskan isi dari empati. Salah seorang diantaranya
adalah Davis(1983) yang menjelaskan empat aspek empati, yaitu:
- Perspective taking,yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang orang lain secara spontan
- Fantasi, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film , sandiwara yang dibaca atu ditontonnya.
- Emphati concern, yaitu perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain
- Personal distress, yaitu kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal yang tidak menyenangkan. Personal distress bisa disebut sebagai empati negative (negative emphatic).
Menempatkan diri kedalam kerangka psikologis
orang lain adalah salah satu kemapuan khas manusia. Manusia dibekali oleh
Allah’azza wa jalla suatu kemampuan khas manusiawi, yaitu kemampuan menyatu
secara psikologis dengan orang lain (di samping kemampuan untuk mengambil jarak
dengan diri sendiri). Dapat dikatakan bahwa secara potensial, kita memiliki
kemampuan untuk menempatkan diri dalam rangka prikiran dan perasaanorang lain.
Ungkapan dibawah ini menunjukkan daya empatetik kita kepada orang kain:” aku
dapat merasakan perasaanmu, kejengkelanmu, dan juga keinginanmu yang amat kuat
itu!”
Perasaan dan pikiran empatetik inilah yang
nampaknya menjadi Rasullullah saw menangis kala beliau hendak menghembuskan
nafasnya yang terakhir kali. Para sahabat bertanyak tentang hal apa yang menjadikan
Rasullah nampak berat menghadapi kematian. Beliau menjawab: “Ummati, ummati,
ummati! (umatku, umatku, umatku)” Rasullah saw telah menyelami pikiran dan
perasaan umatnya baik umat islam zaman itu maupun umat islam zaman sesudahnya.
Rasullah saw, karena kepedulianya yang luar biasa besar kepada sesame manusia, memahami
keberatan mereka. Dalam QS. at-Tau bau 9 ayat 123 ada sebuah gambaran tentang
perasaan Rasulullah saw:”berat terasa olehnya penderitaanmu. Rasulullah menjadi
menanggis, tidak lain karena beliau mengetahui, bahwa manusia, ternyata banyak
yang salah memilih jalan alias manusia cenderung memilih jalan yang buruk.
Melihat kebodohan manusia itu menagislah Rasulullah saw.
Kerjasama atau Gotong Royang
Slamet (1985), menyebutkan bahwa gotong
royong pada hakekatnya mempunyai sifat sambat-sinambat atau kewajiban timbale
balik antar orang-orang yang semuanya saling mengenal dan saling membutuhkan.
Dalam tinjauan tentang konsep gotong royong
para ahli sosial hampir selalu merujuk pada konsep yang dipakai
Koentjaraningrat (1969, 1974, 1977), pembahasanya mengolongkan system gotong
royong menjadi: gotong royong, tolong menolong gotong royong kerja bakti. Kemudian
ruang linkup tolong-menolong meliputi: kerjasama dibidang pertanian,
tolong-menolong dalam aktifitas rumah tangga, tolong menolong dalam
penyelengaraan pesta dan upacara, menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana
dan kematian.
Terkaitanya
dengan gotong royong ini, Koentjaraningrat (1984), mengolongkan konsep gotong
royong sebagai kerjasama di antara anggota-anggota komuniti. Kegiatan gotong
royong tersebut diantaranya:
- Gotong royong yang timbul bila ada kematian atau musibah yang menimpa penghuni desa
- Gotong royong yang dilaksanakan oleh seluruh desa, gotong royong
- Gotong royong tidak hanya dalam urusan keluarga saja, tetapi juga merupakan kepentingan di desa.
- Gotong royong yang terjadi bila seseorang penduduk desa menyelengarakan pesta suatu pesta
- Gotong royong untuk memelihara kuburan nenek moyang
- Gotong royong membangun rumah
- Gotong royong dalam pertanian
- Kegiatan gotong royong yang berdasarkan pada kewajiban kuli dalam menyumbang tenaga manusia kepentingan masyarakat.
Gotong royong tidak hanyak urusan keluarga
saja, tetapi juga merupakan kepentingan berkerjasama di desa.
Tags
Psikologi Sosial