Perumusan kebijakan publik merupakan sebuah
perumusan politik untuk kehidupan sosial. Perumusan masalah merupakan langkah
awal dalam pembuatan suatu kebijakan publik. Menurut William N. Dunn suatu
perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang
mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses
pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda (agenda setting) (Dunn, 2003:
26). Hal tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan publik dibuat dikarenakan adanya
masalah publik yang terjadi, sehingga permasalahan tersebut dapat diantisipasi
dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Dunn pun menjelaskan bahwa: “Perumusan
masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis
penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan memadukan
pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan
yang baru” (Dunn, 1993).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa langkah awal dari pembuatan dan perumusan kebijakan publik
adalah perumusan kebijakan publik dengan menyusun setiap permasalahan publik
yang terjadi seperti suatu agenda. Contohnya Rancangan Undang-Undang.
Merumuskan
masalah publik yang benar dan tepat dapat didasarkan atau melihat dari karakteristik
masalah publik, yaitu:
- Saling ketergantungan (interdependence) antara berbagai masalah.
- Subyektivitas dari masalah kebijakan.
- Artificiality masalah.
- Dinamika masalah kebijakan (Subarsono, 2005: 24 dan 25).
Merumuskan masalah publik dapat dikatakan
tidaklah mudah karena sifat dari masalah publik bersifat kompleks. Oleh sebab
itu lebih baik dalam merumuskan masalah mengetahui lebih dulu karakteristik
permasalahannya. Pertama, suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri oleh sebab
itu, selalu ada keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain. Sehingga
dari hal tersebut mengharuskan dalam analisis kebijakan untuk menggunakan
pendekatan holistik dalam memecahkan masalah dan dapat mengetahui akar dari
permasalahan tersebut.
Kedua, masalah kebijakan haruslah bersifat
subyektif, dimana masalah tersebut merupakan hasil dari pemikiran dalam
lingkungan tertentu. Ketiga, yaitu suatu fenomena yang dianggap sebagai masalah
karena adanya keinginan manusia untuk mengubah situasi. Keempat, suatu masalah
kebijakan solusinya dapat berubah-ubah. Maksudnya adalah kebijakan yang sama
untuk masalah yang sama belum tentu solusinya sama, karena mungkin dari
waktunya yang berbeda atau lingkungannya yang berbeda.