Peran pekerja sosial dalam pelayanan lanjut
usia sangat besar. Menurut Walter A Friedlander dalam Muhidin (1992), Pekerjaan
Sosial adalah suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu
pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk
membantu, baik secara perseorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai
kepuasan dan etidaktergantungan secara pribadi dan sosial.
Pekerjaan sosial berusaha untuk membantu
individu, kelompok dan masyarakat mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental
dan psikis yang setinggi-tingginya. Permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial
erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk
menjalankan peranannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Oleh karena itu,
usaha-usaha untuk memberikan pelayanan sosial, baik secara langsung maupun
tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu individu, kelompok ataupun
masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Seorang pekerja sosial, mempunyai pemahaman
tentang pribadi dan tingkah laku manusia serta lingkungan sosialnya atau
kondisi dimana manusia itu hidup. Menurut pandangan Zastrow, setidaknya ada
beberapa peran yang biasa dilakukan oleh pekerja sosial, yaitu:
Enabler
Sebagai enabler seorang pekerja sosial
membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka,
mengidentifikasikan masalah mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar
dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif.
Broker
Peranan sebagai broker yaitu berperan dalam
menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan
bantuan ataupun layanan masyarakat (community services) tetapi tidak tahu dimana
dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat juga dikatakan
menjalankan peran sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu dengan
pemilik sumber daya.
Expert
Sebagai expert (tenaga ahli), ia lebih banyak
memberikan saran dan dukungan informasi dalam berbagai area. Misalnya saja,
seorang tenaga ahli dapat memberikan usulan mengenai bagaimana struktur
organisasi yang bisa dikembangkan dalam masyarakat tersebut dan
kelompok-kelompok mana saja yang harus terwakili. Seorang expert harus sadar
bahwa usulan dan saran yang dia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan
masyarakat, tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan masukan gagasan
untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam masyarakat tersebut.
Social Planner
Seorang social planner mengumpulkan data
mengenai masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya
dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah
tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan programnya, mencoba
mencari alternatif sumber pendanaan dan mengembangkan konsensus dalam kelompok
yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan.
Peran expert dan social planner saling
tumpang tindih. Seorang expert lebih memfokuskan pada pemberian usulan dan
saran, sedangkan social planner lebih memfokuskan tugas-tugas yang terkait
dengan pengembangan dan pengimplementasian peranan.
Advocate
Peran sebagai advocate dalam pengorganisasian
masyarakat dicangkok dari profesi hukum. Peran ini merupakan peran yang aktif
dan terarah, dimana community worker menjalankan fungsi sebagai advocate yang
mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan,
tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan ataupun layanan tersebut
tidak memperdulikan.
Activist
Sebagai activist, seorang community worker
melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar dan seringkali tujuannya
adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan pada kelompok yang kurang
mendapatkan keuntungan. Seorang activist biasanya memperhatikan isu-isu
tertentu, seperti ketidaksesuaian dengan hukum yang berlaku, ketidakadilan dan
perampasan hak. Seorang activist biasanya mencoba menstimulasikan
kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan tersebut untuk mengorganisir diri dan
melakukan tindakan melawan struktur kekuasaan yang ada.
Educator
Dalam menjalankan peran sebagai edukator
(pendidik), pekerja sosial diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara
dan pendidik. Pekerja sosial harus mampu berbicara di depan publik untuk
menyampaikan informasi mengenai beberapa hal tertentu, sesuai dengan bidang
yang ditanganinya.
Dalam pelayanan sosial anak, umumnya peran
pekerja sosial adalah sebagai enabler dimana mereka membantu anak agar dapat
mengidentifikasikan masalah mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar
dapat menangani masalah secara efektif, disamping itu juga sebagai educator (pendidik)
yang diharapkan membantu anak dalam hal pendidikannya.
Tugas seorang pekerja sosial pada seting
pelayanan sosial bagi lansia tidak semudah yang kita bayangkan. Oleh karena itu
tidak semua orang bisa melakukannya. Pekerja sosial yang diharapkan adalah
seorang pekerja sosial yang profesional, yakni pekerja sosial yang menguasai
kerangka pengetahuan (body of knowledge) baik dalam bidang pekerjaan sosial
secara umum maupun pengetahuan tentang lanjut usia secara khusus.
pengetahuan-pegetahuan
yang harus dimiliki oleh Pekerja Sosial, meliputi:
- Human Development and Behaviour, pengetahun ini menekankan pada cara individu secara keseluruhan dan melihat pengaruh orang lain dan lingkungan terhadap manusia, kondisi sosial, ekonomi dan kebudayaan.
- Psikologi, dimana individu dapat memperoleh pertolongan dari orang lain dan sumber-sumber diluar dirinya.
- Cara-cara bagaimana orang berkomunikasi dengan orang lain dan bagaimana mengekspresikan semua perasaan, baik melalui perkataan maupun melalui perbuatan.
- Proses kelompok dan pengaruh kelompok terhadap individu maupun individu lain didalam kelompok.
- Pemahaman dan pengaruh interaksi antara individu, kelompok dan masyarakat dengan kebudayaan-kebudayaan, yang meliputi keagamaan, kepercauyaan, nila-nilai spiritual, hukum dan lembaga-lembaga sosial yang lain.
- Relationship, yaitu proses interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok.
- Komuniti, yang meliputi proses internal (proses di dalam komuniti), model-model pengembangan dan perubahan komuniti, pelayanan sosial dan sumber-sumber yang ada dalam komuniti.
- Pelayanan sosial, struktur, organisasi dan metode-metode pekerjaan sosial.
- Diri pekera sosial sendiri (self), dimana pekerja sosial dapat mempunyai kesadaran dan tangggung jawab terhadap emosi dan sikap sebagai seorang profesional. Memaham tentang tugas perkembangan serta karakterisitik lansia, masalah-masalah yang sering dihadapi oleh lansia serta kebutuhannya.
Dari aspek pengetahuan (body of knowledge)
bisa dilihat bahwa banyak hal yang harus dipahami dan diketahui oleh seorang
pekerja sosial yang profesional, sebab menghadapi individu (lansia) dengan
karaktek yang unik dengan sistem panti harus mampu menjalankan fungsi-fungsi
pekerjaan sosial baik dalam fungsi pencegahan (preventif), fungsi
rehabilitatif, maupun fungsi pendukung (support) dan fungsi pengembangan
(developmental). Dibekali dengan kerangka nilai (body of value), seorang
pekerja sosial profesional yang ada didalam PSTW harus paham dan mengindahkan
segala nilai-nilai pekerjaan sosial, kode etik pekerjaan sosial, nilai-nilai
kemanusiaan, serta nilai yang berlaku dan dipegang oleh klien.
Serta mengindahkan berbagai prinsip-prinsip
pelayanan bagi lansia yang tertuang dalam Standarisasi Pelayanan Lansia dalam
PSTW seperti Prinsip: Destigmatisasi (tidak mengstigma atau menghakimi),
deisolasi (tidak mengucilkan), desensitiasi (menjaga perasaan lansia yang
kadang sensitif), dedramatisasi (tidak membesar-besarkan masalah), pemenuhan
kebutuhan secara tepat, pelayanan komprehensif, desimpatisasi (tidak
menunjukkan rasa iba yang berlebihan), pelayanan yang cepat dan tepat,
pelayanan yang efektif dan efisien, pelayanan yang akuntabel.
Seorang pekerja sosial barulah bisa dikatakan
profesional apabila menguasai berbagai jenis keterampilan dalam bidang
pekerjaan sosial. Keterampilan tersebut dalam bentuk kemampuan teknis dalam
mengoperasikan salah satu atau lebih metode-motode pekerjaan sosial (Case work,
group work, dan co/cd) serta paham penerapannya sesuai dengan masalah dan
kebutuhan klien.
Elemen
keterampilan di dalam praktek pekerjaan sosial mempunyai dua keistimewaan,
yaitu:
- Untuk menyeleksi metoda atau beberapa metoda guna menentukan apakah metoda tersebut dapat dipergunakan atau tidak.
- Bagaimana cara menggunakan metoda tersebut. Profesi pekerjaan sosial bukanlah sebatas pekerjaan amal (charity a work) ataupun pekerjaan yang sebatas dorongan kemanusiaan dan rasa iba (philantropy a work), tapi betul-betul sebuah profesi yang membutuhkan pemahaman secara konseptual, nilai serta keterampilan dalam kerja secara oprasional menolong klien.
Lansia dalam nomenklatur berdasarkan
kebijakan operasional Departemen Sosial adalah mereka yang berusia 60 tahun
keatas baik yang potensial maupun yang tidak potensial. WHO membagi lansia
kedalam beberapa kelompok bedasarkan tingkatan usia, yakni: Usia pertengahan
(middle age): antara 54-59 tahun, Lanjut Usia: antara 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (Very old) diatas 90 tahun. secara psikologis mereka adalah fase
usia yang memiliki kebutuhan dan karakteristik tersendiri yang unik dan
berbeda.
Secara
umum adalah seperti itu, secara indvidual pun mereka memiliki keunikan artinya
sekalipun mereka sama-sama lansia tapi mereka pasti memiliki karakteristik yang
berbeda. Oleh karena itu seorang pekerja sosial selain harus paham mengenai
karakterisitik serta tugas perkembangan dan kebutuhan lansia secara umum juga
perlu melakukan kajian secara individual dari kelayannya. mengemukakan bahwa
pekerja sosial di dalam memecahkan masalah klien, perlu mengetahui sedetail
atau sebanyak mungkin infromasi mengenai:
- Apa sajakah kekhususan pribadi dan permasalahan yang dialami oleh klien (keunikan klien dan masalahnya.
- Latar belakang klien, seperti umur, kehidupan masa kanak-kanak hingga sekarang, relasinya dengan keluarga, pengaruh sekolah dan pekerjaan, kontak dengan badan sosial, serta kesehatannya secara umum.
- Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masalah klien, seperti finansial, tekanan teman, hubungan dengan sekolah dan pekerjaan, tekanan keluarga, faktor rasial dan etnik, relasinya dengan teman, tujuan hidup, minat dan kegiatan yang dilakukan.
- Persepsi dan pendefenisian klien terhadap masalah yang dialaminya.
- Nilai dan moral yang mempengaruhi masalah.
- Kekuatan-kekuatan klien yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah.
- Motivasi klien untuk memperbaiki hidup dan memecahkan masalah.
- Pengetahuan tentang kemungkinan-kemungkinan strategi penyembuhan yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah.
Perlu disadari oleh seorang pekerja sosial
bahwa proses lansia dan masalah-masalah yang menyertainya seperti kesepian,
kurang pendengaran dan penglihatan, lemah secara fisik, ialah sebuah proses
alamiah yang suatu saat setiap orang akan mengalami jika tidak meninggal diusia
muda. Oleh karena itu seorang pekerja sosial harus bisa memberikan pengertian
kepada klien, agar bisa menerima segala kemunduran yang terjadi pada dirinya.
Secara psikologis lansia kadangkala mengalami masalah psikis, apalagi mereka
yang tinggal dipanti dan hidup bersama dengan lansia lain yang memiliki latar
belakang keluarga, suku, yang berbeda.
Benturan-benturan
dan resiko terjadinya kesalahpahaman diantara mereka mudah sekali terjadi.
Konflik diantara kelayan bisa saja terjadi karena dua faktor:
- Faktor Intern (kondisi psikologik) klien yang tidak stabil. Klien mengalami banyak masalah dan pikiran. Masalah tersebut bisa berasal dari masa lalu yang kurang menyenangkan, atau berasal dari hubungan dengan anggota kelaurga yang kurang harmonis. Selain konflik kondisi ini bisa pula memicu perilaku klien yang maladaptif, cepat marah dan tersinggung, suka murung dan sedih, tidak bergairah serta menarik diri dari pergaulan atau malas terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam panti.
- Faktor ekstern (kondisi sosial) yang tidak harmonis, terkondisikan budaya saling mencurigai, tidak saling menghormati, tidak adanya budaya tolong menolong, serta mementingkan diri sendiri, serta peran pekerja sosial yang kurang dalam pembinaan, bahkan bisa jadi pekerja sosial yang tidak paham serta tidak menghayati nilai-nilai, prinsip-prinsip pekerjaan sosial bisa jadi pemicu dari masalah-masalah yang timbul dalam panti lansia.
Pekerja sosial harus bisa memainkan peran
yang strategis dalam pemenuhan kebutuhan secara psikologik, dalam berbagai
bentuk kegiatan intervensi yang bertujuan, terencana, dan terstruktur dengan
baik. Tehnik-tehnik yang paling memungkinkan adalah tehnik konseling, tehnik
percakapan sosial (dalam group work) serta kegiatan mengorganisir klien dalam
berbagai bentuk kegiatan-kegiatan sosial (Social activity) seperti, kelompok
pengajian, kelompok olah-raga, kelompok pemelihara bunga, kelompok bantu diri
(self-help group).
Pekerja sosial dengan menggunakan metode
bimbingan sosial kelompok dapat menfasilitasi terciptanyaa kelompok percakapan
sosial yang membahas berbagai hal-hal positif dan berhubungan dengan kehidupan
para lansia, metode ini sangat efektif digunakan dalam rangka mengurangi
kejenuhan klien dalam panti, serta membantu mereka memahami berbagai hal yang
berkaitan dengan kehidupannya, mereka dapat berbagai pengalaman serta bisa
mengekspresikan perasaan serta ide-ide dalam forum kelompok secara bebas.
Mereka akan merasa berharga dan bermatabat jika ide-ide serta pengalaman yang
mereka miliki mau didengarkan oleh orang lain.
Konflik-konflik ataupun terjadinya perdebatan
dalam kelompok dapat dinetralisir oleh pekerja sosial, yang berperan sebagai
fasilitator dalam mengarahkan percakapan dalam kelompok. Lansia sebagai indvidu
yang telah banyak mengecap pengalaman hidup, cenderung untuk tidak mau didikte,
tapi mereka biasanya punya ide-ide yang butuh didengarkan, maka mereka bisa
diorganisir dalam suatu kelompok klien dengan latar belakang masalah/kebutuhan
relatif sama, kemudian diberikan kesempatan untuk membahas masalah-masalah atau
kebutuhan yang mereka rasakan dan alami, serta mencari solusi pemecahan masalahnya
secara tepat berdasarkan pemikiran mereka sendiri, hanya saja peran pekerja
sosial harus tetap ada sebatas fasilitator.
Oleh karena itu peran pekerja sosial sebagai
fasilitator yang netral, tidak memihak dan mampu mengarahkan kelompok pada
pencapaian kesepakatan harus terus diasah. Baik kelompok percakapan sosial
maupun kelompok pemecahan masalah dapat menjadi media katarsis bagi klien,
yakni tempat dimana klien dapat melepaskan semua energi-energi negatif (rasa
bersalah, rasa marah, perasaan dikucilkan, perasaan tidak dihargai) dengan
cara-cara yang postif. Pekerja sosial dapat mengajarkan bagaimana mengungkapkan
perasaan (rasa marah, tidak setuju, kejenuhan) secara tepat dan positif,
pekerja sosial dapat mengajarkan bagaimana mengungkapkan dan menyampaikan
ide-ide dalam forum kelompok yang mana individunya memiliki perasaan serta
ide-ide yang tidak seragam. Forum ini dapat dimanfaatkan oleh Pekerja sosial
sebagai media pembelajaran agar klien bisa memahami keunikan, keragaman, serta
adanya perbedaaan paham, ide, gagasan, sikap maupun perilaku diantara
masing-masing individu.
Masyarakat lewat tangan pekerja sosial harus
bisa dilibatkan berpartisipasi) dalam membantu klien yang tinggal di panti.
Adanya kunjungan secara berkala dan kontinyu dari anggota masyarakat tertentu
dan membina hubungan kekeluargaan dengan klien didalam panti tentunya sangat
baik dan positif terhadap kebahagiaan klien. Selain kunjungan secara berkala
mereka juga dapat tetap berhubungan dan berkomunikasi secara tidak langsung
lewat berbagai sarana komunikasi seperti, surat-menyurat, telepon, sms dan
sebagainya. Masyarakat lewat perantara (broker) pekerja sosial dapat mengangkat
salah satu atau lebih lansia dalam panti sebagai orang tua, hal ini akan sangat
membantu klien untuk terjaminnya rasa kasih sayang dan rasa berharga dalam
menghadapi masa-masa tuanya.
Mitos-mitos hanya akan membuat lansia semakin
menderita dalam panti tidak sebatas pelayanan fisik (pemakanan dan
pengasramaan) bimbingan psikis, sosial dan keterampilan adalah bagian integral
dari sebuah pelayanan yang komprehensif dalam panti. Mesti ada senergitas
pemahaman baik antara pekerja sosial, kepala panti maupun kepala kepala seksi
yang ada dipanti mengenai bentuk pelayanan yang komprehensif. Minimnya
pemahaman (aspek kognitif) pengambil kebijakan di dalam panti tentang kebutuhan
para lansia menjadi kendala utama dalam merealiasasikannya. Minimnya fasilitas
serta dana yang disediakan, sehingga untuk melaksanakan home visitpun susah
dilaksanakan apalagi untuk menggali sumber-sumber yang ada di masyarakat (suharto2007).
Tags
perkembangan lansia