Pengukuran aset tetap dapat dilakukan dengan
berbagai metode. Aset tetap yang dimiliki
atau dikuasai oleh pemerintah misalnya, harus dinilai atau diukur untuk dapat dilaporkan dalam
neraca. Menurut SAP, aset tetap yang diperoleh atau dibangun secara swakelola
dinilai dengan biaya perolehan. Secara umum, yang dimaksud dengan biaya
perolehan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap
sampai dengan aset tetap tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk
digunakan. Hal ini dapat diimplementasikan pada aset tetap yang dibeli atau
dibangun secara swakelola.
Aset tetap yang
tidak diketahui harga perolehannya disajikan dengan nilai wajar. Nilai wajar
adalah nilai tukar aset tetap dengan kondisi yang sejenis di pasaran pada saat
penilaian. Aset tetap yang berasal dari hibah, yang tidak diketahui harga
perolehannya, pemerintah dapat menggunakan nilai wajar pada saat perolehan.
Komponen biaya yang dapat dimasukkan sebagai biaya
perolehan suatu aset tetap terdiri dari:
- Harga beli
- Bea impor
- Biaya persiapan tempat
- B iaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling cost),
- Biaya pemasangan (instalation cost)
- Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur, serta
- Biaya konstruksi (biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut).
Yang tidak termasuk komponen biaya aset tetap adalah:
- Biaya administrasi dan biaya umum lainnya sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya.
- Biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
Untuk pemerintah
yang baru pertama kali akan menyusun neraca, perlu ada pendekatan yang sedikit
berbeda untuk mencantumkan nilai aset tetapnya di neraca. Pendekatan tersebut
adalah menggunakan nilai wajar aset tetap pada saat neraca tersebut disusun.
Misalnya nilai tanah pada saat perolehannya tahun 1985 adalah Rp200.000.000,00.
Pada waktu akan menyusun neraca awal tahun 2005, tanah tersebut dinilai dengan
nilai wajarnya, misalkan dengan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), ternyata nilainya
adalah Rp350.000.000,00. Dengan demikian nilai tanah yang akan dicantumkan di
neraca adalah Rp350.000.000,00. Penjelasan tentang bagaimana cara penyusunan
neraca awal ini dapat dilihat lebih lanjut dalam Buletin Teknis SAP No. 1
tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat dan Buletin Teknis SAP No. 2
tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Penilaian dengan menggunakan
nilai wajar ini dapat dibatasi untuk nilai perolehan aset tetap yang secara
material berbeda dengan nilai wajarnya atau yang diperoleh lebih dari satu
tahun sebelum tanggal penyusunan neraca awal.
Aset tetap yang
diperoleh setelah neraca awal disajikan dinilai dengan harga perolehannya.
Dengan demikian transaksi perolehan aset setelah disusunnya neraca yang pertama
kali dicatat berdasarkan harga perolehannya.
Contoh Kasus Perolehan Tanah
Pemerintah Daerah X
membeli tanah dengan harga Rp 30.000.000.000,00, dimana di atasnya berdiri
bangunan senilai Rp 10.000.000.000,00 m. Untuk membuat tanah tersebut siap
digunakan maka harus dikeluarkan lagi biaya untuk pembongkaran bangunan sebesar
Rp 2.000.000.000,00, pematangan tanah Rp 1.000.000.000,00, dan balik nama Rp
1.000.000.000,00.
Harga perolehan
tanah ini adalah sebesar Rp 34.000.000.000 (30.000.000.000 + 2.000.000.000 +
1.000.000.000 + 1.000.000.000).
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Tanah
|
34 M
|
|||
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
|
34 M
|
|||
(Untuk mencatat perolehan Tanah)
|
Perolehan Secara Gabungan
Ada kalanya aset tetap diperoleh secara gabungan. Yang dimaksud dengan gabungan di sini adalah perolehan beberapa aset tetap namun harga yang tercantum dalam faktur adalah harga total seluruh aset tetap tersebut. Cara penilaian masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ini adalah dengan menghitung berapa alokasi nilai total tersebut untuk masing-masing aset tetap dengan membandingkannya sesuai dengan nilai wajar masing-masing aset tetap tersebut di pasaran.
Contoh Kasus Perolehan Secara Gabungan
Pemerintah Daerah X
membeli 1 buah meja rapat dan 10 buah kursi dengan harga Rp 15.000.000,00. Harga
pasar meja Rp 10.000.000,00, sedangkan 1 buah kursi Rp 1.000.000. Atas
transaksi ini harga perolehan meja dicatat dengan nilai sebesar Rp 7.500.000,00
(10/20 x 15), sedangkan kursi masing-masing dicatat dengan nilai Rp 750.000
(1/20 x 15). Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah sbb:
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Peralatan dan Mesin
|
15 juta
|
|||
Diinvestasikan dalam Aset
Tetap
|
15juta
|
|||
(Untuk mencatat perolehan peralatan dan mesin)
|
Pertukaran Aset Tetap
Pemerintah dimungkinkan untuk saling bertukar aset tetap baik yang serupa maupun yang tidak. Permasalahan utama apabila suatu aset dipertukarkan adalah bagaimana cara penilaiannya.
Apabila aset tetap ditukar dengan aset tetap yang yang tidak serupa atau aset lainnya, maka aset tetap yang baru diperoleh tersebut dinilai berdasarkan nilai wajarnya, yang terdiri atas nilai aset tetap yang lama ditambah jumlah uang yang harus diserahkan untuk mendapatkan aset tetap baru tersebut.
Misal aset tetap Pemda A berupa sepeda motor senilai Rp10.000.000,00 ditukar dengan aset tetap Pemda B berupa mesin fotocopy dengan nilai Rp7.500.000,00 dan memperoleh tambahan kas sebesar Rp2.000.000,00. Atas pertukaran tersebut, Pemda A mencatat penghapusan motor senilai Rp10.000.000,00, penambahan kas karena pendapatan lain-lain senilai Rp2.000.000,00, dan perolehan mesin foto copy senilai Rp7.500.000,00. Sedangkan Pemda B mencatat penghapusan aset tetap mesin fotocopy senilai Rp7.500.000,00, pengurangan kas karena belanja modal senilai Rp2.000.000,00 dan perolehan aset tetap berupa sepeda motor dengan nilai Rp9.500.000,00.
Apabila suatu aset tetap ditukar dengan aset yang serupa, yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa, atau kepemilikan aset yang serupa, maka tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas.
Contoh transaksi untuk kasus ini adalah komputer senilai Rp7.000.000,00 ditukar dengan komputer yang sama dan senilai, maka pencatatan yang harus dilakukan adalah menghapus komputer yang lama senilai Rp7.000.000,00 dan mencatat perolehan komputer yang baru senilai Rp7.000.000,00.
Aset Donasi
Donasi merupakan sumbangan kepada pemerintah tanpa persyaratan. Aset Tetap yang diperoleh dari donasi (sumbangan) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Donasi/hibah baik dalam bentuk uang maupun barang dicatat sebagai pendapatan hibah dan harus dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran. Jika donasi/hibah ini dalam bentuk uang tidak akan terjadi permasalahan. Lain halnya dengan hibah dalam bentuk barang. Perlakuan untuk hibah dalam bentuk barang ini adalah dengan menganggap seolah-olah ada uang kas masuk sebagai pendapatan hibah, kemudian uang tersebut dibelanjakan aset tetap yang bersangkutan. Untuk keperluan administrasi anggaran akan diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pengesahan sebesar nilai barang yang diterima. Dengan demikian, jurnal yang harus dibuat meliputi 3 jurnal yaitu pengakuan pendapatan, belanja modal, dan jurnal pengakuan aset tetap. Jurnal pengakuan pendapatan dan belanja modal akan mempengaruhi laporan realisasi anggaran, sedangkan jurnal pengakuan aset mempengaruhi neraca.
Contoh Kasus Hibah Dalam Bentuk Barang
Pemerintah Daerah X
mendapat hibah dari perusahaan Y berupa 1 buah mobil dengan nilai wajar sebesar
Rp100.000.000,00. Oleh Pemda X transaksi ini diakui sebagai pendapatan hibah di
LRA sebesar Rp100.000.000,00, belanja modal di LRA sebesar Rp100.000.000, dan
penambahan aset tetap di neraca sebesar Rp100.000.000,00. Jurnal untuk
transaksi ini adalah:
SKPD:
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Utang kepada BUD
|
100 juta
|
|||
Pendapatan Hibah
|
100 juta
|
|||
(Untuk mencatat pendapatan hibah)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Kas di Kas Daerah
|
100 juta
|
|||
Pendapatan Hibah
|
100 juta
|
|||
(Untuk
mencatat setoran pendapatan hibah)
|
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja
Modal-Peralatan dan Mesin
|
100 juta
|
|||
Piutang dari BUD
|
100 juta
|
|||
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)
|
BUD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Belanja
Modal-Peralatan dan Mesin
|
100 juta
|
|||
Kas di Kas Daerah
|
100 juta
|
|||
(Untuk mencatat realisasi belanja modal)
|
SKPD
Tanggal
|
Uraian
|
Ref
|
Debet
|
Kredit
|
Peralatan dan Mesin
|
100 juta
|
|||
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
|
100 juta
|
|||
(Untuk
mencatat perolehan peralatan dan mesin)
|
Aset Bersejarah
Aset bersejarah merupakan aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah yang karena umur dan kondisinya aset tetap tersebut harus dilindungi oleh peraturan yang berlaku dari segala macam tindakan yang dapat merusak aset tetap tersebut. Lazimnya, suatu aset tetap dikategorikan sebagai aset bersejarah jika mempunyai bukti tertulis sebagai barang/bangunan bersejarah.
Barang/bangunan peninggalan sejarah tersebut sulit ditaksir nilai wajarnya. Oleh karena itu dalam SAP diatur bahwa aset bersejarah tidak disajikan di neraca tetapi cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengungkapan ini pun hanya mencantumkan kuantitas fisiknya saja tanpa nilai perolehannya.
Apabila aset bersejarah tersebut masih dimanfaatkan untuk operasional pemerintah, misalnya untuk ruang perkantoran, maka perlakuannya sama seperti aset tetap lainnya, yaitu dicantumkan di neraca dengan nilai wajarnya.
Tags
Ekonomi