Pengertian
kualitas pelayanan publik adalah sejauh mana sebuah fasilitas umum (publik) dalam
memberikan pelayanan kepada umum. Pemerintah dituntut untuk memberikan
pelayanan publik yang berkualitas, hubungan kualitas dengan pelayanan
dikemukakan oleh Sampara Lukman bahwa:
“kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan
sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam
memberikan layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan
sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik” (Lukman, 1999).
Sejalan dengan pendapat Lovelock kualitas
pelayanan adalah “sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian
atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan” (Lovelock
dalam Tjiptono, 1996). Hal ini berarti apabila jasa atau layanan yang diterima
rendah, dari yang diharapkan oleh pelanggan atau masyarakat maka dipersepsikan
buruk, suatu layanan yang diberikan aparatur pemerintah itu harus menjamin
efisiensi dan keadilan serta harus memiliki kualitas yang mantap. Kualitas
merupakan harapan semua orang atau pelanggan.
Supranto
menyebutkan beberapa dimensi atau ukuran dari kualitas pelayanan, yaitu:
“meliputi keandalan (reliability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, keresposifan (responsiveness),
kemampuan untuk membantu pelanggan dan ketanggapan, keyakinan (confidence)
pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan atau (assurance), empati (empaty) syarat untuk peduli
memberikan perhatian pada pelanggan, berwujud (tangibles), penampilan fasilitas
fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi” (Supranto, 1997).
Adapun pendapat Pasuraman mengemukakan
lima prinsip pelayanan publik agar kualitas pelayanan dapat dicapai, yaitu:
- Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi
- Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan
- Daya tanggap (resposiveness), yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap
- Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan
- Empati (empaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan (Pasuraman dalam Tjiptono, 1996).
Berdasarkan
pendapat di atas, bahwa ukuran kualitas pelayanan terdiri dari reliability,
tangibles, resposiveness, assurance, empaty, dan confidence. Komponen tersebut
merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, artinya pelayanan menjadi tidak
sempurna bila ada komponen yang kurang. Kualitas jasa atau layanan yang baik
akan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat, dan dapat dilihat bahwa kepuasan
pelangganlah yang harus diprioritaskan bukan keinginan penyedia jasa
(pemerintah).
Emil
Salim mengemukakan bahwa “pelayanan bertolak dari rasa kepedulian, pelayanan
harus diberikan dengan segala senang hati dan dengan muka yang menyenangkan”
(Salim dalam Suit dan Almasdi, 1996). Selain berhubungan dengan beberapa
dimensi di atas kualitas layanan juga menyangkut sikap aparat dan proses
pelayanan, sikap yang bersahabat dengan empati yang tinggi merupakan bagian
dari proses pelayanan yang seharusnya. Dengan kata lain, masyarakat menuntut
pelayanan yang baik dari pemerintah.
Untuk memberikan pelayanan publik yang
baik atau memberikan pelayanan publik yang berkualitas tinggi, aparatur
pemerintah harus memiliki tiga aspek yang diuraikan oleh Supriatna adalah:
- Memiliki tanggung jawab yang tinggi selaku abdi negara dan abdi masyarakat
- Responsif terhadap masalah yang dihadapi masyarakat khususnya yang membutuhkan pelayanan masyarakat dalam arti luas
- Komitmen dan konsisten terhadap nilai standar dan moralitas dalam menjalankan kekuasaan pemerintah (Supriatna, 1996).
Berdasarkan
pendapat di atas, aparatur pemerintah tidak boleh lepas dari konsistensi
terhadap landasan falsafah dan hukum sebagai nilai dan moral yang dijunjung
tinggi, dan harus berorientasi pada kepentingan masyarakat karena aparatur
pemerintah adalah pelayan masyarakat dan harus memperhatikan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut,
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 81
Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum menyebutkan bahwa dalam
memberikan pelayanan publik harus menerapkan prinsip, dan pola dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai
berikut:
- Kesederhanaan yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan;
- Kejelasan yaitu mencakup persyaratan teknis dan administrasi, pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik serta rincian biaya dan tata cara pembayaran;
- Kepastian waktu yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;
- Akurasi yaitu produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah;
- Keamanan proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum;
- Tanggung jawab yaitu pimpinan atau pejabat penyelenggara pelayanan publik yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik;
- Kelengkapan sarana dan prasarana yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika);
- Kemudahan akses yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi informatika (telematika);
- Kedisipilinan, kesopanan, dan keramahan yaitu pemberi layanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas;
- Kenyamanan yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan sepert toilet, tempat parkir dan tempat ibadah; (dalam Ratminto, 2006).
Berdasarkan pendapat di atas bahwa dalam
menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas, aparatur pemerintah yang
menyelenggarakan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan kesepuluh
prinsip tersebut karena kesepuluh prinsip adalah pedoman tata laksana dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib dilaksanakan oleh seluruh instansi
pemerintah.
Ratminto berpendapat bahwa pelayanan yang
baik hanya akan dapat diwujudkan apabila: ”penguatan posisi tawar pengguna jasa
pelayanan (masyarakat) mendapatkan prioritas utama.
Dengan demikian, pengguna jasa diletakkan di
pusat yang mendapatkan dukungan dari:
- Kultur organisasi pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa
- Sistem pelayanan dalam organisasi penyelenggara pelayanan
- Sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa” (Ratminto, 2006).
Tags
Psikologi Sosial