Pengertian kecerdasan spiritual dapat
dijelaskan secara lugas dengan membahas pengertian kecerdasan dan spiritual satu
persatu. Di bawah ini, akan dijelaskan pengertian kecerdasan spiritual secara
lengkap oleh beberapa orang ahli.
Pengertian Kecerdasan
Walters & Gardner (dalam Safaria, 2005)
mendefinisikan bahwa kecerdasan adalah sebagai suatu kemampuan atau serangkaian
kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk
sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu. Pernyataan yang senada
juga disampaikan Wechsler (1985 dalam Safaria, 2005) yang memandang kecerdasan
sebagai suatu kumpulan atau totalitas kemampuan individu untuk bertindak dengan
tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan
efektif. Alfred Binet (dalam Safaria, 2005) menyatakan bahwa kecerdasan
merupakan kemampuan mengarahkan pikiran maupun tindakan, kemampuan untuk
mengubah arah tindakan bila dituntut demikian, dan kemampuan untuk mengkritik
diri sendiri.
Sedangkan menurut Maramis (2006) kecerdasan
adalah gambaran abstrak yang disaring dari observasi perilaku dalam
bermacam-macam keadaan atau suatu konstruksi hipotesis dan hanya dapat diduga
dari tanda-tanda perilaku. Sehingga bagaimanapun juga, kecerdasan ada sangkut
pautnya dengan kemampuan untuk menangkap hubungan yang abstrak dan rumit, serta
kemampuan memecahkan masalah dan belajar dari pengalaman. Kemudian
berkembanglah pemahaman tentang jenis-jenis kecerdasan yang lain selain
kecerdasan intelektual seperti kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan
lain sebagainya.
Pada umumnya kecerdasan dapat dilihat dari
kesanggupan seseorang dalam bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang
sedang berubah, dengan keadaan di luar dirinya yang biasa maupun yang baru.
Jadi dengan kata lain perbuatan cerdas dapat dicirikan dengan adanya
kesanggupan bereaksi terhadap berbagai situasi. Kecerdasan bekerja dalam suatu
situasi yang berlainan tingkat kesukarannya. Kecerdasan tidak bersifat statis
tetapi kecerdasan manusia selalu mengalami perkembangan. Berkembangnya
kecerdasan sedikit banyak sejalan dengan kematangan seseorang (Ahmadi, 2009).
Gardner (dalam Saifullah, 2005) juga berpendapat bahwa setiap manusia memiliki
kemampuan mengembangkan kecerdasannya sampai pada tingkat tinggi yang memadai
apabila memperoleh cukup dukungan, pengayaan, dan pembelajaran.
Pengertian Spiritual
Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit
mengandung arti semangat atau sikap yang mendasari tindakan manusia. Spirit
sering juga diartikan sebagai ruh atau jiwa yang merupakan sesuatu bentuk
energi yang hidup dan nyata. Meskipun tidak kelihatan oleh mata biasa dan tidak
mempunyai badan fisik seperti manusia, spirit itu ada dan hidup. Spirit bisa
diajak berkomunikasi sama seperti kita bicara dengan manusia yang lain.
Interaksi dengan spirit yang hidup itulah sesungguhnya yang disebut spiritual.
Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh atau spirit. Spiritual
mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia seutuhnya, karena dalam
spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan pertumbuhan (Widi, 2008).
Nilai-nilai spiritual yang umum mencakup
antara lain kebenaran, kejujuran, kesederhanaan, kepedulian, kerjasama,
kebebasan, kedamaian, cinta, pengertian, amal baik, tanggung jawab, tenggang
rasa, integritas, rasa percaya, kebersihan hati, kerendahan hati, kesetiaan,
kecermatan, kemuliaan, keberanian, kesatuan, rasa syukur, humor, ketekunan,
kesabaran, keadilan, persamaan, keseimbangan, ikhlas, hikmah, dan keteguhan
(Suyanto, 2006).
Taylor (1997) menjelaskan spiritual adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan seseorang dengan kehidupan
nonmaterial atau kekuatan yang lebih tinggi. Kemudian O’Brien (1999 dalam
Blais, 2007) mengatakan bahwa spiritual mencakup cinta, welas asih , hubungan
dengan Tuhan, dan keterkaitan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Spiritual juga
disebut sebagai keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi,
kekuatan pencipta, Ilahiah, atau sumber energi yang tidak terbatas.
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa spiritual
yang sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, atau penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa serta perbuatan baik
yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Selanjutnya Burkhardt (1993 dalam
Blais, 2007) menguraikan karakteristik spiritual yang meliputi hubungan dengan
diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan
Tuhan.
Pengertian Kecerdasan
Spiritual
Selama ini, yang namanya kecerdasan sering
dikonotasikan dengan kecerdasan intelektual atau yang lazim kita kenal dengan
IQ (Intelligence Quotient). Namun pada saat ini, anggapan bahwa kecerdasan
manusia hanya tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah tidak relevan lagi.
Selain kecerdasan intelektual, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan
lainnya diantaranya adalah kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ) (Yosef, 2005). Potensi kecerdasan yang kini ramai dibicarakan orang yakni
kecerdasan spiritual (Saifullah, 2005).
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna kehidupan, nilai-nilai, dan
keutuhan diri yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Seseorang dapat menemukan makna hidup dari bekerja, belajar dan bertanya,
bahkan saat menghadapi masalah atau penderitaan. Kecerdasan spiritual merupakan
kecerdasan jiwa yang membantu menyembuhkan dan membangun diri manusia secara
utuh. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan
IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi (Zohar
& Marshall, 2001). Vaughan (1992 dalam Safaria, 2007) menyatakan bahwa
kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk mengenali nilai sifat-sifat
pada orang lain serta dalam dirinya sendiri.
Sementara Sinetar dan Khavari (dalam Suyanto,
2006) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual merupakan pikiran yang mendapat
inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi dari penghayatan
ketuhanan dimana kita menjadi bagian di dalamnya. Kecerdasan spiritual yang
sejati merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan
nilai, tidak saja terhadap manusia, tetapi juga dihadapan Tuhan.
Menurut Khavari (dalam Saifullah, 2005) bahwa
kecerdasan spiritual juga merupakan fakultas dari dimensi nonmaterial manusia
atau ruh manusia. Demikian pula seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Zuhri
(dalam Yosef, 2005) bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang
digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Asumsinya adalah jika seseorang
hubungan dengan Tuhannya baik maka bisa dipastikan hubungan dengan sesama
manusia pun akan baik pula.
Pandangan lain yang senada juga dikemukakan
Michael Levin (2000 dalam Safaria, 2007) bahwa kecerdasan spiritual adalah
sebuah perspektif yang artinya mengarahkan cara berpikir kita menuju kepada hakekat
terdalam kehidupan manusia, yaitu penghambaan diri pada Sang Maha Suci dan Maha
Meliputi. Kecerdasan spiritual tertinggi hanya bisa dilihat jika individu telah
mampu mewujudkannya dan terefleksi dalam kehidupan sehari-harinya. Artinya
sikap-sikap hidup individu mencerminkan penghayatannya akan kebajikan dan
kebijaksanaan yang mendalam, sesuai dengan jalan suci menuju pada Sang Pencipta
(Safaria, 2007). Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan Universitas kegiatan, serta mampu
menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif (Agustian, 2007). Yang paling
sempurna kecerdasan spiritual harus bersumber dari ajaran agama yang dihayati
sehingga seseorang yang beragama sekaligus akan menjadi orang yang memiliki
kecerdasan spiritual yang tinggi (Ahmad, 2006).
Kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan
dengan berbagai cara yaitu dengan merenungi keterkaitan antara segala sesuatu
atau makna dibalik peristiwa yang dialami, lebih bertanggung jawab terhadap
segala tindakan, lebih menyadari akan diri sendiri, lebih jujur pada diri
sendiri, dan lebih berani (Zohar & Marshall, 2001). Sementara Safaria
(2007) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan terus
senantiasa menanamkan kecenderungan Ilahiah atau Rabbaniyah (kecenderungan yang
positif) dan menekan kecenderungan Syaithaniyah (kecenderungan yang negatif),
karena jiwa manusia seperti dua sisi mata uang dimana yang satu cenderung
kepada kebajikan dan sisi yang lainnya cenderung kearah yang berlawanan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap segala perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan
pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola
pemikiran yang integralistik serta didasari karena Tuhan. Menurut Gunawan
(2004) manusia dapat merasa memiliki makna dari berbagai hal, agama (religi)
mengarahkan manusia untuk mencari makna dengan pandangan yang lebih jauh.
Bermakna di hadapan Tuhan. Inilah makna sejati yang diarahkan oleh agama,
karena sumber makna selain Tuhan tidaklah kekal.
Sinetar
(2001 dalam Safaria, 2007) menjelaskan beberapa karakteristik seseorang yang
memiliki potensi kecerdasan spiritual yang tinggi. Adapun karakteristik
tersebut antara lain adalah:
- Memiliki kesadaran diri yang mendalam dan intuisi yang tajam --- Ciri utama munculnya kesadaran diri yang kuat pada seseorang adalah ia memiliki kemampuan untuk memahami dirinya sendiri serta memahami emosi-emosinya yang muncul, sehingga mampu berempati dengan apa yang terjadi pada orang lain. Selain itu seseorang juga memiliki intuisi yang tajam sehingga ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilakunya sendiri. Disamping itu seseorang juga memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan kemauan yang keras untuk mencapai tujuannya serta memiliki keyakinan dan prinsip-prinsip hidup.
- Memiliki pandangan yang luas terhadap dunia dan alam --- Seseorang melihat dirinya dan orang lain saling terkait, menyadari bahwa bagaimanapun kosmos ini hidup dan bersinar sehingga seseorang dapat melihat bahwa alam adalah sahabat manusia, muaranya ia memiliki perhatian yang mendalam terhadap alam sekitarnya, dan mampu melihat bahwa alam raya ini diciptakan oleh zat yang Maha Tinggi, yaitu Tuhan.
- Memiliki moral yang tinggi dan kecenderungan merasa gembira --- Seseorang memiliki moral yang tinggi, mampu memahami nilai-nilai kasih sayang, cinta, penghargaan kepada orang lain, senang berinteraksi, cenderung selalu merasa gembira dan membuat orang lain gembira.
- Memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya --- Seseorang dapat merasakan arah nasibnya, melihat berbagai kemungkinan, seperti cita-cita yang suci diantara hal-hal yang biasa.
- Memiliki keinginan untuk selalu menolong orang lain, menunjukkan rasa kasih sayang terhadap orang lain, dan pada umumnya memiliki kecenderungan untuk mementingkan kepentingan orang lain.
- Memiliki pandangan pragmatis dan efesien tentang realitas.--- Seseorang memiliki kemampuan untuk bertindak realistis, mampu melihat situasi sekitar, dan mau perduli dengan kesulitan orang lain.
Menurut
Robert A. Emmons (dalam Saifullah, 2005) menjelaskan lima karakteristik orang
yang cerdas secara spiritual yaitu:
- Kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material. Seseorang menyadari bahwa kehadiran dirinya di dunia merupakan anugerah dan kehendak Tuhan dan menyadari bahwa Tuhan selalu hadir dalam kehidupannya.
- Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak. Seseorang menyadari bahwa ada dunia lain di luar dunia kesadaran yang ditemuinya sehari-hari sehingga ia meyakini bahwa Tuhan pasti akan membantunya dalam menyelesaikan setiap tantangan yang sedangdihadapinya. Dengan demikian, ia terhubung dengan kesadaran kosmis di luar dirinya.
- Kemampuan mensakralkan pengalaman sehari-hari. Ciri ketiga ini, terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung dan mulia.
- Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk berbuat baik. Orang yang cerdas secara spiritual, dalam memecahkan persoalan hidupnya selalu menghubungkannya dengan kesadaran nilai yang lebih mulia daripada sekadar menggenggam kalkulasi untung rugi yang bersifat materi.
- Memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesama makhluk Tuhan. Seseorang tidak akan kehilangan pijakan kakinya di bumi realitas, hal ini ditunjukkan dengan menebar kasih sayang pada sesama.
Sedangkan menurut Zohar dan Marshal (2001),
karakteristik seseorang yang kecerdasan spiritualnya telah berkembang dengan
baik adalah seseorang yang memiliki kemampuan bersikap fleksibel (adaptif
secara spontan dan aktif), memiliki tingkat kesadaran yang tinggi (self
awareness), memiliki kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan;
memiliki kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, memiliki kualitas
hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, selalu berusaha untuk tidak
menyebabkan kerugian bagi diri sendiri, orang lain dan alam sekitar;
berpandangan holistik dalam menghadapi suatu permasalahan hidup, kecenderungan
untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk mencari jawaban yang mendasar,
serta memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.
Masih menurut Zohar & Marshal (2001), ada
tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual, yaitu tidak
mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama sekali, telah
mengembangkan beberapa bagian namun tidak proporsional, dan bertentangannya
atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.
Tags
Psikologi Agama
nice articles..
BalasHapusartikel ini sangat bagus,kita bisa memahami arti kecerdasan spiritual yang sebenarnya,karna di dalam kehidupan seringkali banyak orang yg tidak mengerti mengenai kecerdasan spiritual tersebut dan bnyak yg tidak sadar bahwa mereka pernah melakukan kecerdasan spiritual trsebut tanpa di sadari. terima kasih sudah mengepost artikel ini,sangat bermanfaat ^^
BalasHapus