Pengertian jaminan sosial tenaga kerja adalah
salah satu bentuk jaminan sosial yang diperuntukkan khusus tenaga kerja. Manusia
dalam hidupnya menghadapi ketidakpastian, baik itu ketidakpastian spekulatif
maupun ketidakpastian murni yang selalu menimbulkan kerugian. Ketidakpastian
ini disebut dengan resiko (Asikin, 1993). Kebutuhan rasa aman merupakan motif
yang kuat dimana manusia menghadapi sejumlah ketidakpastian yang cukup besar
dalam kehidupan, misalnya untuk memperoleh pekerjaan, dan untuk memperoleh
jaminan kehidupan apabila karyawan tertimpa musibah.
Menurut Teori Abraham Maslow kebutuhan akan
rasa aman merupakan tingkat kebutuhan yang kedua setelah kebutuhan psikologi
seperti makan, minum, sandang, papan, dan kebutuhan fisiologinya. Kebutuhan
akan rasa aman ini bermacam-macam, salah satunya yakni rasa akan aman masa
depan dan sebagainya (Siagian, 1997). Untuk menghadapi resiko ini diperlukan
alat yang dapat mencegah atau mengurangi timbulnya resiko itu yang disebut
jaminan sosial.
Salah satu upaya pemberian perlindungan
tenaga kerja adalah jaminan sosial tenaga kerja seperti yang terdapat dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara yang berbunyi sebagai berikut: Perlindungan
tenaga kerja yang meliputi hak berserikat dan berunding bersama, keselamatan
dan kesehatan kerja, jaminan sosial tenaga kerja yang mencakup jaminan hari
tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan, dan jaminan
kematian serta syarat-syarat kerja lainnya perlu dikembangkan secara terpadu
dan bertahap dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan moneternya, kesiapan
sektor terkait, kondisi pemberian kerja, lapangan kerja dan kemampuan tenaga
kerja ( Kansil, 1997).
Bertitik tolak dari hal tersebutlah mendorong
lahirnya program yang memberikan jaminan perlindungan bagi tenaga kerja. Di
berbagai negara di atur pada umumnya melalui berbagai bentuk. Di Indonesia hal
ini dapat dilihat pada Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
serta diperkuat dengan Undang-Undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang merupakan langkah awal dalam memberikan landasan hukum
penyelenggaraan jaminan sosial.
ILO (International Labour Organization) yang
merupakan salah satu dari Badan PBB, juga memberikan pengertian jaminan sosial
(Social Security) secara luas yaitu Social Security pada prinsipnya adalah
sistem perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk warganya, melalui
berbagai usaha dalam menghadapi resiko-resiko ekonomi atau sosial yang dapat
mengakibatkan terhentinya atau sangat berkurangnya penghasilan (Husni, 2003).
Senada dengan hal ini Kertonegoro mengatakan bahwa Jaminan sosial merupakan
konsepsi kesejahteraan yang melindungi resiko baik sosial maupun ekonomi
masyarakat dan membantu perekonomian nasional dalam rangka mengoreksi
keetidakadilan distribusi penghasilan dengan memberikan bantuan kepada golongan
ekonomi rendah (Sentanoe, 1993: 10). Jelas bahwa jaminan sosial menjamin
santunan sehingga tenaga kerja terlindungi terhadap ketidakmampuan bekerja
dalam penghasilan dan menjamin kebutuhan dasar bagi keluarganya sehingga
memiliki sifat menjaga nilai-nilai manusia terhadap ketidakpastian dan
keputusasaan.
Undang-undang No. 3 tahun 1992 pasal 1 ayat 1
lebih menegaskan lagi yang dimaksud dengan Jamsostek adalah sebagai berikut :“
Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagaimana
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia” (Manulang, 2001).
Dari
pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan sosial mempunyai
beberapa aspek yaitu:
- Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja serta keluarganya.
- Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
- Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko ekonomi maupun sosial.
- Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan berdampak meningkatkan produktifitas kerja.
- Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.
Upaya perlindungan karyawan perusahaan dalam
bentuk penaikan upah, pemberian bonus dan program kesejahteraan lainnya,
dirasakan belum mununjukkan suatu jaminan karyawan terutama dalam kelangsungan
hidupnya dengan tingkat kesejahteraan yang memuaskan.
Oleh
sebab itu perusahaan hendaknya:
- Menganggap tenaga kerja sebagai patner yang aman membantu untuk mensukseskan tujuan usaha.
- Memberikan imbalan yang layak terhadap jasa-jasa yang sudah dikerahkan oleh patner yaitu, berupa penghasilan yang layak dan jaminan-jaminan sosial tertentu, agar dengan demikian patnernya itu lebih terangsang untuk bekerja lebih produktif (berdaya guna dan berhasil guna).
- Menjalin hubungan baik dengan para pekerjanya sehingga mereka merasa bahwa tenaga kerjanya itu perlu dikerahkan dengan baik, seakan-akan mereka bekerja pada perusahaan miliknya, perusahaan yang perlu dikembangkan dengan penuh tanggung jawab (Kartasaputra, 1989: 7).
Perusahaan dapat berkembang dan lancar
apabila di dukung oleh jumlah tenaga kerja yang cukup , upah yang disesuaikan
dengan kondisi kebutuhan dan tersedianya Jamsostek. Terciptanya suasana hal
diatas akan membentuk hubungan kerja yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan. Sebagai langkah yang ditempuh dalam menjamin hidup karyawan,
perusahaan sangat perlu untuk mengikutsertakan para karyawannya dalam program
Jamsostek.
Program Jamsostek ini dikelola oleh PT.
Jamsostek (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995
tentang penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Dari
penjelasan tersebut bahwa program Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
tahun 1992
beserta
peraturan-peraturan pelaksanaannya bersifat dan bertujuan untuk melindungi
karyawan.
Tags
Industri dan Jasa