Karakteristik
anak sekolah dasar berbeda dengan anak sekolah lanjutan. Dalam proses
pembelajaran, peserta didik merupakan komponen masukan yang mempunyai kedudukan
sentral. Tidak mungkin proses pembelajaran berlangsung tanpa kehadiran peserta
didik, yang di tingkat SD disebut siswa. Untuk dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, guru perlu memahami karakteristik siswanya. Ketika proses
pembelajaran di sekolah, siswa memiliki latar belakang yang berbeda. Guru harus
dapat mengakomodasi setiap perbedaan dari siswanya agar suasana pembelajaran
kondusif. Karakteristik siswa menurut Depdikbud (1997) adalah mencakup umur,
jenis kelamin, pengalaman prasekolah, kemampuan sosial ekonomi, tingkat
kecerdasan, kreativitas, bakat dan minat, pengetahuan dasar dan prestasi
terdahulu, motivasi belajar, dan sikap belajar.
Umur dan Jenis kelamin
Dalam
belajar umur merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan karena berkaitan
dengan tingkat perkembangan dan kematangan. Murid SD adalah kelompok anak yang
berada pada tingkat perkembangan awal.
Menurut Partini S (1995) ciri-ciri khas
anak SD kelas rendah (I-III) usia antara 6 sampai dengan 9 tahun adalah:
- Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
- Suka memuji diri sendiri
- Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu, sesuatu dianggap tidak penting
- Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau menguntungkan dirinya
- Suka meremehkan orang lain.
Sedangkan ciri-ciri khas siswa SD kelas
tinggi (IV-VI) usia 9-12 tahun adalah:
- Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari
- Ingin tahu, ingin belajar, realistis
- Timbul minat kepada pelajaran- pelajaran khusus
- Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajar di sekolah
- Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama, dan mererka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.
Menurut
Depdikbud (1997:67) murid laki-laki dan perempuan mempunyai karakteristik
belajar yang relatif berbeda. Misalnya, pada umur SD sebagian anak perempuan
sudah mengalami menstruasi yang menandai awal keremajaannya, sedangkan anak
laki-laki sebagian besar mengalami “mimpi indah” pada usia sekitar 15 tahun.
Jadi datangnya masa keremajaan awal perempuan umumnya lebih cepat dari
laki-laki.
Pengalaman Prasekolah
Pengalaman
yang dimiliki sebelum memasuki sekolah mempengaruhi kemampuan murid dalam
belajar di sekolah. Sebelum memasuki SD pada umumnya anak telah menempuh
pendidikan prasekolah seperti Taman Kanak-Kanak, Taman Pendidikan Alquran,
Pendidikan Anak Usia Dini.
Menurut
Mohammad Sardja (1981) dan Dedi Supriadi (1982) yang dikutip Depdikbud (1997)
mengatakan bahwa prestasi membaca, bahasa Indonesia, dan Matematika/berhitung
murid SD yang pernah menempuh TK lebih tinggi daripada yang tidak menempuh TK.
Perbedaan tersebut terutama sangat nyata di kelas-kelas awal, yaitu di kelas I
- III. Meskipun demikian, faktor pengalaman prasekolah perlu mendapatkan
perhatian dari guru mengingat masa-masa kritis belajar di sekolah adalah pada
kelas-kelas awal.
Kemampuan Sosial Ekonomi Orang tua
Indikator
latar belakang sosial ekonomi adalah: pendidikan orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua dan tempat tinggal. Siswa yang orang tuanya
berpendidikan lebih tinggi, biasanya pekerjaannya lebih baik dan penghasilannya
lebih tinggi serta tempat tinggalnya/rumah relatif lebih baik. Demikian juga
siswa yang orang tuanya berpendidikan rendah, biasanya pekerjaan, penghasilan,
rumah relatif sederhana pula.
Latar
belakang sosial ekonomi keluarga perlu dipertimbangkan dalam proses belajar dan
mengajar, karena hal ini akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa di
sekolah. Perhatian guru terutama diberikan kepada siswa-siswa yang berasal dari
lingkungan keluarga yang kurang menguntungkan, misalnya karena keterlantaran,
kemiskinan, dan keterpencilan.
Menurut
Depdikbud (1997) “kemiskinan secara ekonomi mempunyai akibat yang luas terhadap
kemiskinan perkembangan fisik, intelektual, sosial dan emosional”. Secara fisik
anak-anak miskin sering sakit-sakitan, kurang bersemangat, mengantuk, lusuh.
Secara sosial mereka kurang bersahabat, agresif atau sebaliknya pemalu, malas,
rendah diri. Secara emosional mereka labil dan kurang peka pada kepentingan
orang lain. Secara kognitif mereka lemah, kemampuan belajarnya lambat,
prakarsanya kurang, dan sulit berkonsentrasi. Keadaan mereka berbeda dengan
anak-anak dari strata sosial ekonomi menegah dan tinggi. Dalam keluarga mereka
mendapatkan perlakuan yang baik, makanan yang bergizi dan iklim keluarga yang
hangat. Sejak umur 4-5 tahun mereka masuk TK yang memungkinkan sosialisasi
mereka lebih dini, sehingga ketika masuk SD mereka lebih siap.
Tingkat Kecerdasan
Menurut
Depdikbud (1997) tingkat kecerdasan atau sering disebut inteligensi merupakan
kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap orang. Sebagian orang percaya bahwa
taraf inteligensi sifatnya tetap, artinya tidak dapat diubah-ubah, ditambah
atau dikurangi. Tetapi sebagian orang yang lain menyatakan bahwa taraf
inteligensi seseorang dapat berkembang melalui proses belajar.
Siswa di
SD mungkin ada yang termasuk anak yang sangat cerdas, cerdas, biasa-biasa saja,
dan kurang cerdas. Dalam kegiatan belajar sehari- hari, tingkat kecerdasan
siswa dapat diamati dari kemampuan belajarnya, yaitu cepat, tepat, dan akurat.
Ada siswa yang dalam sekejap dapat , menyelesaikan soal dengan benar, ada yang
dapat menyelesaikannya dengan susah payah.
Adanya
perbedaan tingkat kecerdasan murid menuntut guru untuk memperhatikannya.
Murid-murid yang kecepatan belajarnya lambat perlu diperhatikan agar tidak
terlalu tertinggal oleh murid-murid yang lain, meskipun diakui bahwa pada
akhirnya akan selalu ada perbedaan pada prestasi belajar murid.
Kreativitas
Depdikbud
(1997) mengemukakan bahwa “kreativitas yaitu kemampuan seseorang dalam
menghasilkan sesuatu yang baru berdasarkan hal-hal yang telah ada “.
Kreativitas siswa terlihat ketika mencetuskan ide atau gagasan yang relatif
baru, misalnya suatu masalah dipecahkan dengan cara berbeda dari biasanya,
menguraikan sesuatu dengan bahasa atau istilah yang bervariasi.
Kreativitas
juga terlihat ketika mereka dapat mengalihkan persoalan ke persoalan lain tanpa
menyinggung perasaan temannya. Di sekolah setiap anak mempunyai tingkat
kreativitas yang berbeda. Siswa yang lebih cerdas biasanya mempunyai tingkat
kreativitas yang tinggi, meskipun ada juga anak yang kecerdasannya
sedang/biasa-biasa saja tetapi memiliki kreativitas yang tinggi, demikian pula
sebaliknya.
Bakat dan Minat
Siswa SD
mempunyai bakat yang sangat beragam, sebagaimana terlihat dalam minat
belajarnya. Meskipun bakat dan minat merupakan dua hal yang relatif berlainan,
tetapi dalam perwujudannya hampir sulit dibedakan. Ada siswa berbakat dalam
kemampuan berbahasa, ada juga yang lebih menunjukkan kegemaran dan kemampuan
berhitung atau menggambar. Sebagian siswa terlihat mempelajari materi pelajaran
Matematika, IPS. Meskipun demikian terdapat juga siswa yang mempunyai bakat dan
minat hampir merata pada semua mata pelajaran. Kenyataan di atas akan selalu
ditemukan di SD. Untuk itulah guru harus dapat mengakomodasi dan memahami
adanya perbedaan bakat dan minat agar dapat menguasai secara merata semua
materi pelajaran.
Pengetahuan Dasar dan Prestasi terdahulu
Belajar
pada dasarnya merupakan proses yang berkelanjutan. Hasil belajar terdahulu
mendasari proses belajar kemudian. Oleh karena itu guru perlu mengetahui dan
mempertimbangkan apa yang telah dikuasai oleh murid-muridnya, sebelum mereka
diberikan materi yang baru. Menurut Depdikbud (1997) “dari berbagai penelitian
diketahui bahwa siswa yang mempunyai pengetahuan dasar yang kuat sebelumnya
akan mencapai prestasi lebih baik pada proses belajar berikutnya”. Agar terjadi
kesinambungan pengalaman belajar maka perlu adanya tautan materi terdahulu
dengan berikutnya. Materi pelajaran perlu ditata secara urut serta sesuai
dengan tingkat pencapaian siswa.
Hal ini
disebabkan karena dalam satu kompetensi dasar kemungkinan ada siswa yang telah
menguasai sepenuhnya tetapi lainnya hanya sebagian. Pentingnya pengetahuan
prasyarat sebelum mempelajari materi berikutnya. Perlunya penyampaian bahan
yang sifatnya sederhana terlebih dahulu baru kemudian ke arah yang kompleks,
dari materi konkrit menuju abstrak. Sebagai contoh dalam pelajaran Matematika
siswa yang kurang menguasai penambahan dan pengurangan, akan mengalami
kesulitan dalam memahami perkalian dan pembagian.
Motivasi Belajar
Proses
pembelajaran akan efektif dan berhasil apabila siswa memiliki dorongan untuk
belajar. Meskipun mereka memiliki kecakapan yang tinggi tetapi motivasi
belajarnya lemah, maka prestasi yang akan dicapai kurang berhasil. Menurut
Depdikbud (1997) “motivasi belajar siswa dapat diamati melalui indikator:
ketekunan dalam belajar, keseringan dalam belajar, komitmen dalam memenuhi
tugas, frekuensi kehadiran di sekolah”. Salah satu tugas guru adalah memberikan
motivasi belajar kepada siswanya agar pembelajaran dapat berlangsung efektif.
Berbagai cara membangkitkan motivasi perlu diupayakan guru.
Pertama, berikan pujian kepada siswa yang telah
melakukan tugas dengan baik. Pujian diberikan kepada siswa karena telah
menjawab pertanyaan dengan benar, mengajukan pertanyaan atau memperoleh nilai
bagus. Cara memberikan pujian dapat dengan kata-kata, tulisan maupun pemberian
tanda bintang. “Bagus”, “Hebat” atau Ibu senang sekali kamu telah berani
mengajukan/menjawab pertanyaan!”
Kedua, hindari kecaman dan kritikan yang dapat
mematikan motivasi belajar. Ucapan atau sebutan yang tidak disukai siswa
seperti “Bodoh”,”Pemalas” menjadikan siswa enggan belajar bahkan kurang hormat
terhadap guru. Kritik dan hukuman bisa saja diberikan asal secara bijaksana
namun jangan mencari-cari kesalahan yang sebenarnya tidak dilakukan oleh siswa.
Ketiga, ciptakan persaingan atau kompetisi di
antara siswa secara sehat. Guru memberikan soal cepat tepat atau kuis secara
kelompok ataupun individu. Siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar dan cepat
akan mendapat kesempatan pulang terlebih dahulu di akhir pelajaran. Persaingan
ini diciptakan agar siswa menjadi giat belajar untuk mendapatkan prestasi
terbaik.
Keempat, ciptakan iklim kerjasama yang positif di
antara siswa. Misalnya dengan menerapkan pembelajaran kooperatif, membentuk
kelompok belajar, membentuk regu piket. Pembentukan anggota kelompok secara
campuran baik prestasi maupun jenis kelamin.
Kelima, berikan umpan balik atau feed back
kepada siswa atas hasil pekerjaannya. Caranya antara lain dengan mengoreksi
pekerjaan siswa, memberi nilai dan memberi komentar. Informasi mengenai hasil
yang dicapai sangat berarti bagi siswa untuk mengetahui tingkat kemajuan
belajarnya. Umpan balik bermanfaat bagi siswa untuk memperbaiki atau mengatasi
kekurangan sehingga di waktu yang akan datang prestasinya akan lebih baik.
Umpan balik juga berfungsi memberikan motivasi belajar siswa.
Sikap Belajar
Sikap
siswa terhadap sekolah, guru maupun teman lain serta materi pelajaran
mempengaruhi hasil belajar. Sebagian siswa beralasan bahwa belajar di sekolah
karena untuk mewujudkan cita-citanya, disuruh orang tua, malu dengan teman
lain. Demikian juga sikap siswa terhadap gurupun beraneka ragam, ada yang
mengganggap cara penyampaian materi mudah dipahami, susah dimengerti, menarik,
membosankan. Sebagian beranggapan bahwa guru memberikan nilai “mahal” atau
“murah” serta tidak adil hanya berdasarkan suka atau tidak terhadap siswa.
Semua ini
akan memberikan warna kepada proses belajar murid, baik disadari maupun tidak
disadari oleh murid. Guru dituntut memahami dinamika perasaan dan sikap
siswanya tersebut dan berusaha melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengubah
sikap negatif siswa menjadi positif, serta memperkuat sikap siswa yang sudah
positif.
Tags
Perkembangan Anak