Hubungan politik dan pendidikan adalah dua
elemen penting dalam system sosial politik disetiap Negara, baik Negara maju
maupun Negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian–bagian yang
terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa–apa. Padahal,
keduanya bahu membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat disuatu
Negara. Lebih dari itu, keduanya saling menunjang dan saling mengisi lembaga–lembaga
dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik
masyarakat di Negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan
dan politik disetiap Negara. Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang
telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menjadi perhatian
para ilmuan.
PendidIkan sering dijadikan media dan wadah
untuk menanamkan ideology Negara atau tulang yang menopang kerangka politik. Di
Negara – Negara barat kajian tentang hubungan antara pendidikan dan politk
dimulai oleh Plato dalambukunya Republic yang membahas hubungan antara ideology
dan institusi Negara dengan tujuan dan metode pendidikan.
Plato mendemonstrasikan dalam buku tersebut
bahwa dalam budaya Helenik, sekolah adalah salah satu aspek kehidupan yang
terkait dengan lembanga – lembaga politik. Plato menggambarkan adanya hubungan
dinamis antara aktivitas kependidikan dan aktivitas politik. Keduanya sakan dua
sisi dari satu koin, tidak mungkin terpisahkan. Analisis Plato tersebut telah
meletakkan fundamental bagi kajian hubungan politik dan pendidikan di kalangan
generasi ilmuwan generasi berikutnya.
Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe (1965),
education and politics are inextricably linked (pendidikan dan politik terikat
tanpa bias dipisahkan). Hubungan timbal balik antara politik dan pendidikan
dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok (group
attitudes), masalah pengangguran (employment), dan peranan politik kaum
cendikia (the political role of the intelligentsia).
Dalam masyarakat yang lebih maju dan
berorientasi teknologi, dan mengadopsi nilai–nilai dan lembaga barat, pola
hubungan antara pendidikan dan politik berubah dari pola tradisional ke pola
modern. Dibanyak Negara berkembang, dimana pengaruh modernisasi sangat kuat. Jika
politik dipahami sebagai praktik kekuatan, kekuasan, dan otoritas dalam
masyarakat dan pembuatan keputusan–keputusan otoritatif tentnag alokasi sumber
daya dan nilai–nilai sosial (Harman, 1974), maka jelaslah bahwa pendidikan tidak
lain adalah sebuah bisnis politik.
Hal tersebut menegaskan bahwa pendidikan dan
politik adalah dua hal yang berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Dengan
kata lain, berbagai aspek pendidikan senantiasa mengandung unsur–unsur politik.
Begitu juga sebaliknya, setiap aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek –
aspek kependidikan.
Kontrol Negara terhadap
Pendidikan
Sebagai suatu proses yang banyak menentukan
corak dan kualitas kehidupan individu dan masyarakat, tidak mengherankan apabila
semua pihak memandang pendidikan sebagai wilayah strategis bagi kehidupan
manusia sehingga program – program dan proses yang ada di dalamnya dapat
dirancang, diatur, dan diarahkan sedemikian
rupa untuk mendapatkan output yang diinginkan. Ini yang menjadi salah
satu alasan mengapa suatu Negara sangat pedulu dan menyediakan anggaran dalam
jumlah yang besar untuk bidang pendidikan. Semua itu dilakukan dalam rangka
membangun suatu system pendidikan yang memiliki kharakteristik, kualitas, arah,
dan output yang diinginkan. Untuk memastikan terwujudnya keinginan tersebut,
banyak Negara yang menerapkan control yang sangat ketat terhadap program –
program pendidikan, baik yang diselenggarakan sendiri oleh Negara maupun yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
Pemerintah adalah bagian dari Negara yang
paling kasat mata dan dapat juga menjadi bagian paling penting dan paling aktif
dari Negara, tetapi pemerintah bukanlah keseluruhan dari Negara. Negara terdiri
dari berbagai institusi yang masing masing memiliki fungsi dan peran tersendiri
dalam tatanan kehidupan kenegaraan.
Menurut Dale (1989), control Negara terhadap
pendidikan umunnya dilakukan melalui empat cara. Pertama, system pendidkan
diatur secara legal. Kedua, system pendidikan dijalankan sebagai birokrasi,
menekankan ketaatan pada aturan dan objektivitas. Ketiga, penerapan wajib
pendidikan (compulsory education). Keempat, reproduksi politik dan ekonomi yang
berlangsung disekolah berlangsung dalam konteks tertentu. Dale (1989)
menambahkan bahwa perangkat Negara dalam bidang pendidikan, sepeti sekolah dan
administrasi pendidikan memiliki efek tersendiri terhadap pola, proses, dan
praktik pendidikan.
Sketsa Politik Pendidikan di
Indonesia
Setiap periode perkembangan pendidikan nasional
adalah persoalan penting bagi suatu bangsa karena perkembangan tersebut
menentukan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknolgi, karakteristik, dan
kesadara politik yang banyak mempengaruhi masa depan bangsa tersebut. Setiap
periode perkembangan pendidikan adalah faktor politik dan kekuatan politik
karena pada hakikatnya pendidikan adalah cerminan aspirasi, kepentingan, dan
tatanan kekuasaan kekuatan – kekuatan politik yang sedang berkuasa.
Ada
empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu:
- Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan
- Peningkatan relevansi pendidikan dengan pembangunan
- Peningkatan kualitas pendidikan
- Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan.
Sketsa
penyelenggaraan pendidikan di Negara ini dapat dibagi atas enam periode
perkembangan, yaitu:
- Periode pertama adalah periode awal atau periode prasejarah yang berlangsung hingga pertengahan tahun 1800an. Pada masa ini penyelenggaraan pendidikan di tanah air mengarah pada sosialisasi nilai – nilai agama dan pembangunan keterampilan hidup. Penyelenggaraan pendidikan pada periode ini dikelola dan dikontrol oleh tokoh – tokoh agama.
- Periode kedua adalah periode kolonial Belanda yang berlangsung dari tahun 1800an hingga tahun 1945. Pada periode ini penyelenggaraan pendidikan ditanah air diwarnai oleh proses modernisasi dan pergumulan antara aktivitas pendidikan pemerintahan colonial dan aktivitas pendidikan kaum pribumi. Disatu pihak, pemerintah colonial berusaha menempuh segala cara untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan pendidikan tidak bertentangan dengan kepentingan kolonialisme dan mencetak para pekerja yang dapat diekploitasi untuk mendukung misi sosial, politik, dan ekonomi pemerintah kolonial.
- Periode ketiga adalah periode pendudukan Jepang yang berlangsung dari tahun 1942 hingga tahun 1945. Berbagai kegiatan pendidikan pada periode ini diarahkan pada upaya mendiseminasi nilai – nilai dan semangat nasionalisme serta mengobarkan semangat kemerdekaan ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu aspek perkembangan dunia pendidikan pada masa periode ini adalah dimulainya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan pendidikan formal.
- Periode keempat adalah periode Orde Lama yang berlangsung dari tahun 1945 hungga tahun 1966. Pada periode ini kegiatan pendidikan di tanah air lebih mengarah pada pemantapan nilai – nilai nasionalisme, identitas bangsa, dan pembangunan fondasi ideologis kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan utama pendidikan pada periode ini adalah nation and character building dan kendali utama penyelenggaraan pendidikan nasional dipengang oleh tokoh – tokoh nasionalis.
- Periode kelima adalah periode Orde Baru yang berlangsung dari tahun 1967 hingga tahun 1998. Pada periode ini pendidikan menjadi instrument pelaksanaan program pembangunan di berbagai bidang, khususnya bidang pedagogi, kurikulum, organiasi, dan evaluasi pendidikan diarahkan pada akselerasi pelaksanaan pembangunan. Karena focus utama pembagunan nasional pada era Orde Baru adalah pada bidang ekonomi.
- Periode keenam adalah periode Reformasi yang dimulai pada tahun 1998. Pada periode ini semangat desentralisasi, demokratisasi, dan globalisasi yang dibawa oleh gerakan reformasi sehingga penataan system pendidikan nasional menjadi menu utama. Dengan menelusuri prinsip – prinsip penerapan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang – undangan terkait.
Tags
Psikologi Pendidikan