Tumbuhan eceng gondok (Latin: Eichhornia
crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal
dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok
mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di
Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung,
di Manado dikenal dengan nama Tumpe (Falah, 2003).
Tumbuhan eceng gondok pertama kali ditemukan
secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von
Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang
melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan
tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat
merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran
air ke badan air lainnya (Triyatna, 2007).
Orang lebih banyak mengenal tanaman ini
tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya yang sangat
cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk
koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa perairan
di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini
justru mendatangkan manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat,
sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak. Eceng gondok hidup
mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar kolam atau rawa
jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang.
Daunnya tunggal dan berbentuk oval.
Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal
tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau.
Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung.
Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan
berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.
Tumbuhan eceng gondok memiliki daya adaptasi
yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada di sekelilingnya dan dapat
berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup di tanah yang selalu
tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng
gondok juga dapat hidup di tanah asam dan tanah yang basah (Thahar, 2001).
Manfaat Tumbuhan Eceng
Gondok
Little
dan Lawrence dalam Muladi (2001), menyebutkan bahwa eceng gondok banyak
menimbulkan masalah pencemaran sungai dan waduk, tetapi mempunyai manfaat
sebagai berikut:
- Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri.
- Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan pertanian dan perkebunan.
- Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas ammonium sulfat, gas hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara fermentasi.
- Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang merupakan tiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman.
- Sebagai bahan industri kertas dan papan buatan.
- Sebagai bahan baku karbon aktif.
Kerugian Tanaman Eceng
Gondok
Kondisi
merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok yang tidak
terkendali di antaranya adalah:
- Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
- Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).
- Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
- Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
- Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Tags
Tanaman