Menurut Baumrin pola asuh keluarga permisif (permissive)
tidak memberikan struktur dan batasan-batasan yang tepat bagi anak-anak mereka.
Pola asuh permissive merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan
kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya. Anak tidak
dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua.
Pola asuh permisif memandang anak sebagai
seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak
diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan pola asuh seperti
ini anak mendapat kebebasan sebanyak mungkin dari keluarganya. Mereka cenderung
tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
Pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal
dengan pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah, menuruti
semua keinginan, dan melindungi secara berlebihan serta memberikan atau
memenuhi semua keinginan anak. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat
hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Pola asuh permissive memuat hubungan antara
anak dan orangtua penuh dengan kasih sayang, tetapi membuat anak menjadi agresife
dan suka menurutkan kata hatinya. Secara lebih luas, kelemahan orangtua dan
tidak konsistennya disiplin yang diterapkan membuat anak-anak tidak terkendali,
tidak patuh, dant ingkah laku agresif diluar lingkungan keluarga.
Menurut Baumrind peran keterlibatan keluarga
penting sekali dalam pengembangan baik kemampuan peran secara sosial maupun
kognitif pada anak.Menurut Hetherington clingempeel (dalam, lestari 2006) Pola
asuh permissive cederung menjadikan anak tidak mampu bersosialisasi, tidak
bertanggung jawab, tidak dewasa, terasing dari keluarga mereka, dan menunjukkan
gangguan dalam perkembanagan kognitif, prestasi, dan keunggulan disekolah.
Pola asuh ini membuat remaja meghabiskan
waktu diluar rumah dengan teman. Orangtua permissive adalah orangtua yang kaku
dan berfokus pada kebutuhan mereka sendiri. Terutama pada saat anak menjadi
lebih dewasa, orangtua gagal mengawasi mereka, apa yang sedang mereka lakukan
atau siapa teman-teman mereka.
Baumrind
menggambarkan 2 jenis keluarga yang permessive antara lain:
Keluaraga permisif lunak
(memanjakan)
Pola asuh permisif memanjakan
(permissive-indulgent parenting) adalah suatu pola dimana orangtua sangat
terlibat dengan remaja tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan
mereka. Pengasuhan permisif memanjakan berkaitan dengan ketidak cakapan sosial
remaja, terutama kurangnya pengendalian diri. Orangtua permisif lunak bisa
hangat, bersifat ngemong, dan responsif, tetapi mereka menggunakan sedikit
sekali struktur dan bimbingan. Karena orangtua dengan tipe ini cenderung mempercayai
bahwa ekspresi bebas dari keinginan hati dan harapan sangatlah penting bagi perkembangan
psikologis, mereka sedikit sekali tuntutan kepada anakanak mereka untuk menjadi
matang dan bersikap mandiri.
Anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua tipe
ini biasanya menjadi anak-anak yang ”manja”. Mereka cenderung tidak cocok dengan
orang dewasa lainnya, mereka sangat menuntut, kurang percaya diri, dan kurang
bisa mengandalikan diri. Mereka tidak menetapkan tujuan atau menikmati kegiatan
yang mengandung tanggung jawab. Mereka bisa menjadi senang dan bersikap baik selama
segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan mereka, tetapi mudah frustasi
jika keinginan mereka tidak terpenuhi.
Keluaraga yang lepas tangan
(tidak peduli)
Gaya pengasuhan permisif tidak peduli
(permissive-indifferet parenting) adalah suatu pola dimana keluarga sangat
tidak ikut campur . dalam kehidupan remaja. Hal ini berkaitan dengan perilaku
sosial remaja yang tidak cakap, terutama kurangnya pengendalian diri. keluarga
semacam ini gagal memberikan bimbingan dan dukungan emosional yang cukup bagi anak-anak
mereka. keluarga yang tidak peduli bisa saja memulai dengan mencintai dan
tegas, tetapi dalam perjalanannya mereka menjadi kewalahan menghadapi seringnya
respons negatif dari anggota keluarga yang lain. Mereka mencoba menghindari
konflik dengan bertahap menarik diri dari kehidupan emosional anak mereka.
Seakan-akan orangtua yang lepas tangan
mengatakan kepada diri mereka sendiri, ”apapun yang kulakukan, semuanya tidak
berhasil. Jika aku baik kepada anak ini, juga tidak akan berhasil. Jika aku
coba untuk memaksa anak ini untuk mengerajakan apa yang aku inginkan, anakmu
menolak dan semua menjadi lebih buruk lagi”.
Huffman
(dalam Ali, 2004) mengemukakan tiga jenis pola asuh orangtua, yaitu:
Pola
asuh bina kasih (induction)
Pola asuh bina kasih adalah pola asuh yang
diterapkan keluarga dalam mendidik senantiasa memberikan penjelasan yang masuk
akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anggota keluarganya.
Pola
asuh unjuk kuasa (power asertion)
Pola asuh unjuk kuasa adalah pola asuh yang
diterapkan orangtua terhadap anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya
untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.
Pola
asuh lepas kasih (love withdrawal)
Pola asuh yang diterapkan keluarga dalam
mendidik anggota keluarganya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya
ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orangtuanya, tetapi jika anak
sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orangtuanya maka cinta kasihnya itu
dikembalikan seperti sediakalanya. Dalam konteks pengembangan kepribadian
remaja, termasuk di dalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang
disarankan oleh Hoffman untuk menerapkan adalah pola asuh bina kasih.