Pengertian tindak pidana korupsi dapat
dilihat dari beberapa segi. Korupsi berasal dari bahasa latin,
Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau
menyogok. Korupsi menurut Huntington adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Dalam arti yang luas, defenisi korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau privat yang
merugikan publik dengan cara–cara bertentangan dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata–kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Arti kata korupsi yang telah diterima dalam pembendaharaan kata bahasa
Indonesia itu, disimpulkan oleh Poewadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia:
” Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya”.
Di sisi lain, Indonesia juga telah mengambil
langkah maju dalam mendefenisikan tindak pidana korupsi, dalam pasal 2 ayat (1)
UU No. 20 Tahun 2001, Tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa:
“setiap orang baik pejabat pemerintah maupun
swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dengan demikian, pendekatan yang dapat
dilakukan terhadap masalah korupsi bermacam–macam pula, dan artinya sesuai pula
dari segi mana kita mendekati masalah itu. Pendekatan sosiologis misalnya,
seperti halnya yang dilakukan oleh Syed Hussein alatas dalam bukunya The
Sociology of Corruption, akan lain artinya kalau kita melakukan pendekatan
normatif; begitu pula dengan politik ataupun ekonomi. Misalnya Alatas,
memasukkan nepotisme sebagai bentuk korupsi, yaitu menempatkan keluarga atau
teman pada posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan untuk itu. Tentunya
hal seperti ini sangat sukar dicari normanya dalam hukum pidana.
Tags
Psikologi Sosial