Beberapa
ahli memberikan pengertian etos kerja secara berbeda-beda. Etos kerja menurut
Geertz, (wahyudi, 2005) diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri
dan dunia yang di pancarkan hidup”. Etos
adalah aspek evaluatif, yang bersifat menilai. Dengan demikian,
yang dipersoalkan dalam pengertian etos adalah kemungkinan‐kemungkinan sumber motivasi seseorang dalam
berbuat, apakah pekerjaan dianggap sebagai keharusan demi hidup, apakah
pekerjaan terikat pada identitas diri, atau (dalam lingkup empiris) apakah
yang menjadi sumber pendorong partisipasi dalam pembangunan.
Etos juga
merupakan landasan ide, cita, atau pikiran yang akan menentukan
sistem tindakan (sistem of action).
Karena etos menentukan penilaian manusia atas suatu pekerjaan, ia akan menentukan
pula hasil‐hasilnya.
Semakin progresif etos kerja suatu masyarakat, semakin baik hasil‐hasil yang akan dicapai baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
David C.
Mac Clelland mengartikan etos kerja dengan Need of Achierement (N. Ach) yakni
virus mental yang mendorong untuk meraih hasil atau prestasi hidup yang lebih
baik dari keadaan sebelumnya, atau dengan kata lain: sebuah semangat dan sikap
mental yang selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Berpijak
pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan suatu sikap, maka dapat
ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang
dimiliki oleh individu (kelompok) dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan
kerja. Mengingat kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja, adalah unsur
penilaian, maka secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu penilaian positif dan negatif.
Berpangkal tolak dari uraian itu, maka
menurut bahwa suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki
etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
- Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
- Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia.
- Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
- Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,
- Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Sedangkan bagi individu atau kelompok
masyarakat, yang dimiliki etos kerja yang rendah, maka akan menunjukkan
ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu;
- Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,
- Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
- Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan,
- Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,
- Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Etos
kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi
sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan
manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan
sebagai prasyaraat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu.
Karena hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai
tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap
kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang
semestinya.
Nitisemito (1996) mengatakan bahwa
indikasi turun/ rendahnya semangat dan kegairahan kerja antara lain:
- Turun/ rendahnya produktivitas
- Tingkat absensi yang naik/ rendah
- Labour turnover (tingkat perputaran buruh) yang tinggi
- Tingkat kerusuhan yang naik
- Kegelisahan dimana-mana
- Tuntutan yang sering terjadi
- Pemogokan
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan etos kerja adalah sikap
yang mendasar baik yang sebelum, proses dan hasil yang bisa mewarnai manfaat
suatu pekerjaan. Jadi etos kerja dalam penelitian ini mengacu kepada apa yang
dikemukakan Pandji Anoraga dan Sri Suryanti seperti di atas.
Daya
pendorong bagi pendisiplinan jajaran kerja diberikan oleh Herzberg. Dasar bagi
gagasannya adalah bahwa faktor-faktor yang memenuhi kebutuhan orang akan
pertumbuhan psikologis, khususnya tanggung jawab dan etos kerja untuk mencapai
tujuan yang efektif.
Herzberg
yang dikutip oleh James I. Gibson (1989) menunjukkan bahwa untuk mencapai
tujuan organisasi yang baik diperlukan orang yang memiliki kemampuan yang
tepat, termasuk etos kerja.
Beberapa
penelitian riset mendukung asumsi bahwa etos kerja merupakan faktor penting
yang menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik dan bertambahnya
kepuasan. Ford menyatakan bahwa 17-18 percobaan di sebuah organisasi
memperlihatkan peningkatan yang positif sesudah adanya etos kerja. Penelitian
tersebut menyatakan bahwa etos kerja memberikan prestasi yang lebih baik dan
kepuasan yang lebih baik pula.
Tags
Industri dan Jasa