Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah
suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial
yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu
seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan
yang saling mendukung paling tidak, tidak akan bertindak merugikan diri dan
kelompoknya (Putnam, 1990, 1995, dan 2002). Dalam pandangan Fukuyama (1995,
2002), trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan
masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi
pada peningkatan modal sosial.
Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas
saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
konteks membangun kemajuan bersama. Kehancuran rasa saling percaya dalam
masyarakat, akan saling mengundang hadirnya berbagai problematik sosial yang
serius. Masyarakat yang kurang memiliki perasaan saling mempercayai akan sulit
menghindari berbagai situasi kerawanan sosial dan ekonomi yang mengancam.
Semangat kolektifitas tenggelam dan partisipasi masyarakat untuk membangun bagi
kepentingan kehidupan yang lebih baik akan hilang. Lambat laun akan
mendatangkan biaya tinggi bagi pembangunan karena masyarakat cenderung bersikap
apatis dan hanya menunggu apa yang akan diberikan oleh pemerintah. Jika saling
mempercayai telah luntur maka yang akan terjadi adalah sikap-sikap yang
menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku.
Menurut Fukuyama (2003) bahwa, trust sebagai
komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur yang ada pada masyarakat yang
akan membentuk kekayaan modal sosial. Sedangkan Fukuyama (1995) meyakini bahwa
dimensi trust merupakan warna dari suatu sistem kesejahteraan bangsa. Kemampuan
berkompetisi akan tercipta dan dikondisikan oleh satu karakteristik yang tumbuh
di masyarakat yaitu trust.
Trust akan kehilangan daya optimalnya ketika
mengabaikan salah satu spectrum penting yang ada di dalamnya, yaitu rentang
rasa mempercayai (the radius of trust). Pada kelompok, asosiasi atau
bentuk-bentuk group lainnya yang berorientasi inward looking cenderung memiliki
the radius of trust yang sempit. Kelompok ini kemungkinan akan memiliki
kesempatan yang lebih kecil untuk mengembangkan modal sosial yang kuat dan
menguntungkan. Dimensi modal sosial ini menunjuk secara luas pada orang-orang
yang merasa bahwa mereka bisa percaya kepada hubungan keluarga, ketetanggaan,
kolega, kenalan, penyedia layana kunci, bahkan orang lain untuk membantu mereka
atau sedikitnya tidak akan terjadi kejahatan.
Menggambarkan “kepercayaan” dalam konteks
sosial adalah suatu prasayarat untuk bisa memahami kompleksitas hubungan
manusia. Kadang-kadang kepercayaan merupakan pilihan, pada saat yang lain
kepercayaan mencerminkan ketergantungan yang penting yang didasarkan pada
peningkatan kontak atau jaringan yang lebih dekat. Perbedaan tak terbatas
antara kedua rangkaian ini sangat penting untuk bisa memahami jarak hubungan
sosial masyarakat dan kemampuan hubungan ini untuk bertahan dalam kesulitan
atau dengan cepat bisa mengubah keadaan. Untuk mengukur modal sosial dua jenis
dari indikator digunakan. Indikator masukan meliputi kesetiakawanan dan
percaya. Kepercayaan adalah dibagi menjadi percaya kepada tetangga dan percaya
kepada anggota lainnya. Kepercayaan sosial adalah salah teori dimensi modal sosial,
terdiri dari kompleks sub-dimensions, sedemikian sehingga banyak dari
pertanyaan-pertanyaan pada umumnya diminta dari para informan untuk mengukur
tingkat kepercayaan sosial.
Durkheim (Lawang, 1994) menyatakan bahwa
solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan
pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan
bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang
hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan
pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Menurut
Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas
positif dan solidaritas negatif.
Solidaritas
negatif tidak menghasilkan integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki
kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri:
- Mengikat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara
- Suatu sistem-sitem fungsi yang berbeda dan khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap.
- Telah terspesialisasi.
Solidaritas dipertahankan sejauh kesadaran
individu pada masyarakat sama kuatnya, dengan sendirinya akan memelihara
unsur-unsur pengintegrasian yang ada pada masyarakat tersebut. Solidaritas
tidak dapat dengan seketika diamati secara efektif, maka diperlukan suatu
indeks extern. Menurut Durkheim (Layendecker, 1991) indeks extern adalah
peraturan-peraturan hukum. Solidaritas sosial terwujud dalam hubungan timbal
balik, yang mendapat persyaratan dalam sifat dan jumlah peraturan-peraturan
hukum yang berlaku.
Solidaritas mekanis didasarkan pada
persamaan, dalam suatu masyarakat yang ditandai oleh solidaritas ini semua
anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif adalah
keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu yang
mempunyai kehidupan tersendiri dan dimiliki bersama oleh anggota masyarakat.
Kesadaran kolektif memiliki sifat keagamaan, karena mengharuskan rasa hormat
dan ketaatan.
Tags
Psikologi Sosial