Teori perubahan sosial merupakan teori-teori
yang menyangkut dinamika-dinamika sosial. Menurut Sztompka, masyarakat
senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam
kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak
linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Perubahan
sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau
berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih
inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang
lebih bermartabat.
Pada tingkat makro, terjadi perubahan
ekonomi, politik, sedangkan ditingkat mezo terjadi perubahan kelompok,
komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan
interaksi, dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity),
tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka,
2004).
Alfred (dalam Sztompka, 2004), menyebutkan
masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai
proses, bukan objek semu yang kaku tetapi sebagai aliaran peristiwa
terus-menerus tiada henti. Diakui bahwa masyarakat (kelompok, komunitas,
organisasi, bangsa) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu
didalamnya, seperti adanya tindakan, perubahan, dan proses tertentu yang
senantiasa bekerja. Sedangkan Farley mendefinisikan perubahan sosial sebagai
perubahan pola prilaku, hubungan sosial, lembaga , dan struktur sosial pada
waktu tertentu. Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang
terjadi didalam atau mencakup sistem sosial. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan
antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Parson
mengasumsikan bahwa ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat itu tumbuh
dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya.
Sebaliknya, perubahan sosial marxian menyatakan kehidupan sosial pada akhirnya
menyebabkan kehancuran kapitalis.
Gerth dan Mills (dalam Soekanto, 1983)
mengasumsikan beberapa hal, misalnya perihal pribadi-pribadi sebagai pelopor
perubahan, dan faktor material serta spiritual yang menyebabkan terjadinya
perubahan.
Lebih
lanjut menurut Soekanto, faktor-faktor yang menyebabkan perubahan adalah:
- Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi.
- Sikap-sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah.
- Perubahan struktural dan halangan struktural.
- Pengaruh-pengaruh eksternal.
- Pribadi-pribadi kelompok yang menonjol.
- Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu.
- Peristiwa-peristiwa tertentu.
- Munculnya tujuan bersama.
Selanjutnya Bottomore juga mengatakan bahwa
perubahan sosial mempunyai kerangka.
Adapun
susunan kerangka tentang perubahan sosial, antara lain:
- Perubahan sosial itu dimulai pada suatu masyarakat mana yang pertama-tama mengalami perubahan.
- Kondisi awal terjadinya perubahan mempengaruhi proses perubahan sosial dan memberikan ciri-ciri tertentu yang khas sifatnya.
- Kecepatan proses dari perubahan sosial tersebut mungkin akan berlangsung cepat dalam jangka waktu tertentu.
- Perubahan-perubahan sosial memang disengaja dan dikehendaki. Oleh karenanya bersumber pada prilaku para pribadi yang didasarkan pada kehendak-kehendak tertentu.
Perubahan sosial selalu mendapat
dukungan/dorongan dan hambatan dari berbagai faktor.
Adapun
faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan, adalah:
- Kontak dengan kebudayaan lain salah satu proses yang menyangkut dalam hal ini adalah difusi. Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari perorangan kepada perorangan lain, dan dari masyarakat kepada masyarakat lain. Dengan difusi, suatu inovasi baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat disebarkan kepada masyarakat luas di dunia sebgai tanda kemajuan.
- Sistem pendidikan yang maju
- Sikap menghargai hasil karya dan keinginan-keinginan untuk maju.
- Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
- Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerakan mobilitas sosial vertical secara luas yang berarti memberi kesempatan perorangan untuk maju atas dasar kemampuan-kemampuanya.
- Penduduk yang heterogen. Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang memiliki latar belakang, ras, dan ideologi yang berbeda mempermudahkan terjadinya kegoncangan yang mendorong terjadinya proses perubahan.
Selain
itu, perubahan sosial juga mendapatkan hambatan-hambatan. Adapun faktor-faktor
penghambat tersebut adalah:
- Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain.
- Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
- Sikap masyarakat yang masih tradisional.
- Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali atau vested interest.
- Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
- Prasangka terhadap hal-hal yang asing atau baru.
- Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
- Adat atau kebiasaan.
Perubahan Sosial (Aspek Sosial)
Perubahan dari aspek sosial merupakan suatu
proses perubahan yang terjadi di dalam masyarakat yang meliputi, aspek
kehidupan sosial, interaksi sosial, status sosial dan tindakan sosial lainnya.
Perubahan kendatinya terjadi karena adanya perubahan sikap dan perasaan bahwa
ingin merubah struktur yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
Mengenai masyarakat kuno, dapat diambil cina
sebagai contohnya, pandangan Hegelian yang menyatakan cina telah melampaui
tingkat kemandekan struktur sosial, tidak dapat lagi di pertahankan. Semakin
jelas bahwa sejarah cina penuh pergolakan, perubahan tiba-tiba, dan perubahan
bertahap. Misalnya dalam periode yang disebut periode revolusi, cina sangat
berubah bersama dengan masyarakat besar lainnya di zaman itu. Sejak tahun
900-200 SM, struktur masyarakat maupun pemikiran orang cina terus-menerus
mengalami perubahan. Di abad-abad berikutnya, terjadi perbedaan secara menonjol
dibanding dengan periode revolusi yang ditandai perubahan masyarakat yang
sangat cepat itu, tetapi tidak menunjukkan suatu masyarakat kedalam kemandekan
dan tidak berubah selama jangka panjang (Lauer, 1989).
Status sosial tidak bersifat statis,
melainkan selalu berubah sesuai dengan ruang dan waktu tempat seseorang itu
hidup. Perubahan status itu berdampak pada perubahan peran sosial seseorang
secara mendadak pula. Kondisi ini potensial menyebabkan konflik peran (
ketidaksesuaian peran sosial dalam dua atau lebih status sosial yang sedang
terjadi secara bersamaan ), yang menjadi akar permasalahan sosial secara makro.
Kehidupan orang-orang tionghoa semakin
berubah seiring perkembangan zaman, baik secara kehidupan sosialnya maupun
perekonomiannya. Kehidupan sosial meliputi status sosial, interaksi tionghoa
dengan pribumi serta tindakan sosial lainnya masa ke masa semakin membaik. Jika
dahulu status sosial orang tionghoa sebagai minoritas di tengah mayoritas
penduduk Indonesia sangat rendah, maka di tahun-tahun berikutnya mereka menjadi
orang-orang yang diperhitungkan status sosialnya.
Pada masa VOC berkuasa, orang-orang cina
diijinkan berkumpul dan tinggal di Batavia. Namun, orang-orang Cina lebih
ditertibkan lagi dalam hal pemukiman. Mereka diberi tempat yang bebas untuk
menghuni pemukiman dengan batas-batas daerah yang telah ditetapkan. Pemukiman
khusus bagi orang Cina ini dimaksudkan oleh pemerintah kolonial agar bisa lebih
mudah mengawasi aktivitas ekonomi dan segala tindakan sosial komunitas
tersebut.
Dengan pemukiman yang tumbuh di sana,
kehidupan sosial juga ikut berkembang. Interaksi sosial yang terjadi dengan
masyarakat pribumi memberi kesempatan bagi orang-orang dan para pedagang Cina
untuk mengenal lebih jauh budaya Jawa. Kebanyakan dari mereka meniru pola
pemukiman dan pergaulan hidup orang Jawa. Pada kalangan elit ini orang-orang Cina
juga banyak berhubungan dengan para bangsawan dan kerabat Kraton di Surakarta.
Kehidupan para bangsawan Kraton yang sering menuntut pengeluaran melebihi
pendapatannya, yang memerlukan tingkat kebutuhan tinggi, menemukan penyelesaian
pada beberapa orang Cina kaya yang tinggal di Surakarta.
Sama halnya seperti kehidupan sosial di
komunitas cina kebun sayur di Desa Bandar Klippa, mereka membaur dengan
kebudayaan orang Jawa. Kehidupan sosial serta interaksi mereka selalu berhubungan
dengan masyarakat sekitar yang bersuku Jawa. Bahkan kebanyakan dari orang-orang
tionghoa di desa tersebut fasih menggunakan bahasa Jawa. mereka rela melepas
identitas serta bahasa mereka, dan kemudian membaur dengan masyarakat sekitar
yang mayoritas suku Jawa.
Perubahan Sosial (Aspek Ekonomi)
Setiap kehidupan masyarakat manusia
senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia
mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda. Perubahan ini adalah merupakan
fenomena sosial yang wajar. Menurut Suwarsono (1991), bahwa kenyataan sosial
selalu berada terus-menerus dalam proses perubahan. Demikian pula yang
diungkapkan oleh Soekanto (2000), bahwa setiap masyarakat pasti pernah
mengalami perubahan, ini disebabkan tidak adanya masyarakat yang hidup secara
terisolasi mutlak.
Perubahan sosial dari aspek ekonomi,
merupakan proses berubahnya sistem di masyarakat yang meliputi perubahan
kehidupan perekonomian masyarakat tersebut. Hal tersebut meliputi perubahan
mata pencaharian, perubahan penghasilan, bahkan sampai peningkatan taraf
kehidupan yang lebih baik lagi.
Para ahli sosiologi mempercayai bahwa,
masyarakat manapun pasti mengalami perubahan berlangsung puluhan atau bahkan
ratusan tahun yang lalu. Perbedaannya dengan yang terjadi di masa yang lalu
adalah dalam hal kecepatannya, intensitasnya, dan sumber-sumbernya. Perubahan
sosial sekarang ini berlangsung lebih cepat dan lebih intensif, sementara itu
sumber-sumber perubahan dan unsur-unsur yang mengalami perubahan juga lebih
banyak.
Perubahan-perubahan yang terjadi bisa
merupakan kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur yang
mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,
pola-pola perikelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan,
stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung perekonomiannya.
Sikap tertentu juga merintangi perubahan.
Pembangunan ekonomi akan terhambat kecuali jika mau mempelajari sikap
bekerjasama, mengkehendaki kemajuan, menghargai pekerjaan, dan sebagainya.
Bahkan perubahan menjanjikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pemeliharaan
kesehatan sekalipun, mungkin menghadapi rintangan karena sikap tradisional.
Cina kebun sayur dapat dikatakan sebagai
migran. Migran terdorong mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
mempertahankan posisi ekonominya yang baik, karena sekali berada di kelompok
kekeluargaan desa dan tidak lagi mengharapkan akan kembali ke desa. Karena
kebutuhan penting masyarakat industri adalah tenaga kerja terampil, maka sistem
kekeluargaan tradisional membantu masyarakat industri dengan memotivasi migran
menjadi pekerja yang terampil, sehingga dapat membuat perubahan dalam
kehidupannya.
Tags
Psikologi Sosial