Pengertian Penyakit Asma
Penyakit asma adalah gangguan inflamasi
kronis pada jalan nafas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil, dan limfosit T)
memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi menyebabkan episode mengi
kekambuhan, sesak nafas, dada sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau
pagi hari (Wong, 2003).
Penyakit asma pada anak adalah gangguan
pernafasan yang disertai berbagai gejala hambatan aliran udara dalam saluran
nafas paru berupa tarikan nafas pendek, dan serangan batuk berulang. Asma
merupakan penyakit keturunan yang penyebabnya masih belum jelas (Ngastiyah,
2005). Asma didefenisikan sebagai penyakit obstruk jalan nafas yang reversibel
yang ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan
napas hiperaktif (Rudolph, 2006).
Klasifikasi Penyakit Asma
Pada 1995 National Heart, Lung, and Blood
Institute membuat klasifikasi asma berdasarkan indikator gejala dari keparahan
penyakit. Klasifikasi ini mencakup empat kategori yaitu: (1). Asma Intermiten
Ringan; dengan gejala ≤ 2 kali seminggu, eksaserbasi singkatan (dari beberapa
jam sampai beberapa minggu): intensitas dapat bervariasi. Gejala di malam hari
≤ 2 kali sebulan. PEF / FEV1 ≥ 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan,
variabilitas PEF > 30 %, (2). Asma Persisten Ringan; gejala > 2 kali
seminggu, namun < 1 kali seminggu dimana eksaserbasi dapat mempengaruhi
aktifitas dan gejala di malam hari > 2 kali seminggu. PEF / FLV1 > 80 %
dari nilai yang sudah diperkirakan dan variabilitas PEF > 30 %, (3).
Asma Persisten Sedang; gejala setiap hari,
penggunaan inhalasi agonis 2β kerja singkat. Eksaserbasi mempengaruhi aktifitas
dan dapat berlangsung berhari – hari. Gejala di malam hari > 1 kali
seminggu, PEF / FEV1 > 60 % sampai < 80 % dari nilai yang sudah
diperkirakan dan variabilitas PEF < 20 %, (4). Asma Persisten Berat; gejala
kontinue, eksaserbasi sering, gejala fisik di malam hari, dan aktivitas fisik
terbatas. Aliran ekspirasi puncak (peak pxpiratory flow) atau volume
ekspiratori kuat dalam 1 detik (FEV1) ≤ 60 dari nilai yang sudah diperkirakan.
Variabilitas PEF > 30 % (Wong 2003).
Faktor Pencetus Serangan Penyakit
Asma
Penyebab
penyakit asma belum jelas. Diduga, ada beberapa faktor pencetus yaitu faktor
Ekstrinsik, terdiri dari reaksi antigen antibodi dan alergen (debu, serbuk –
serbuk, bulu – bulu binatang) dan faktor Interistik, yang meliputi:
- Infeksi berupa Influenza virus, pnemonia, mycoplasma
- Fisik (cuaca dingin, perubahan temperatur)
- Iritan: Kimia, polusi udara (co, asap rokok, parfum/ minyak wangi)
- Emosional termasuk rasa takut, cemas dan tegang dan aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor (Suriadi, 2006).
Patofisiologi Penyakit Asma
Inflamasi berperan dalam peningkatan
reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup
beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak
lain serta selama perjalanan penyakit.
Komponen penting asma lainnya adalah
bronkosplasma dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif
meliputi: Inflamasi dan udema membran mukosa, akumulasi sekresi yang berlebihan
dari kelenjar mukosa, spasma otot – otot halus dan bronkiolus yang menurunkan
diameter bronkiolus.
Konstriksi bronkus merupakan reaksi normal
terhadap stimulus asing, namun pada anak yang menderita asma biasanya sangat
parah hingga menyebabkan gangguan fungsi pernapasan: otot halus, berbentuk
kumparan spiral disekeliling jalan napas, menyebabkan penyempitan dan
pemendekan jalan napas, yang secara signifikan meningkatkan resistensi jalan
napas terhadap aliran udara. Pada saat inspirasi dan berkontraksi serta
memendek selama ekspresi. Oleh karena itu, kesulitan bernapas lebih berat
terjadi selama fase ekspresi.
Peningkatan tahanan dalam jalan napas
menyebabkan ekspresi yang dipaksakan melewati lumen sempit. Volume udara yang
terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan napas secara fungsional menutup
di titik antara alveoli dan bronkus lobucus. Gas yang terjebak ini mendorong
individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi. Akibatnya orang
yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara yang cukup.
Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan keletihan, penurunan efektivitas
pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen.
Inspirasi yang terjadi ketika volume paru
lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan
efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi
alveolus disertai retensi karbon dioksida, hipoksemia, asidosis pernapasan dan
akhirnya gagal napas (Wong, 2003).
Manifestasi Klinis Penyakit Asma
Batuk
Batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non
produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental.
Tanda-Tanda
Terkait Pernapasan
Sesak napas, fase ekspresi memanjang, mengi
dapat terdengar, tulang zigomatik memerah dan telinga merah, bibir berwarna
merah gelap, dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar kuku dan/sianosis
sirkumoral, dengan berkembangnya serangan asma. Pada anak yang sudah besar
dapat duduk tegak dengan bahu dibukungkukkan, tangan berada di atas meja atau
kursi dan lengan menahan. Berbicara dengan frasa yang singkat, terpatah-patah
dan terengah-engah.
Dada
Hiperesonansi pada perkusi, bunyi napas kasar
dan keras.Mengi di bidang seluruh bidang paru, ekspirasi memanjang, ronki kasar
serta mengi pada saat inspirasi dan ekspirasi: nada meninggi.
Pada
episode berulang
Dapat berupa dada barrel, bahu meninggi dan
penggunaan otot-otot pernapasan aksesori. Tampilan wajah: tulang zigomatik
mendatar, lingkaran di sekeliling mata, hidung mengecil, gigi atas menonjol
(Wong, 2003).
Penatalaksanaan Terapeutik Penyakit
Asma
Pengendalian
Alergen
Tujuan terapi nonfarmalogik adalah pencegahan
dan pengurangan pejanan anak terhadap alergen dan iritan yang ada di udara.
Terapi
obat
Bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan
asma, mengurangi frekuensi dan keparahan ekserbasi dan menghilangkan obstruksi
aliran udara.
Kortikosteroid
Obat anti-inflamasi yang digunakan untuk
mengatasi obstruksi jalan napas yang reversibel dan mengendalikan gejala serta
mengurangi hiperaktifitas bronkus pada asma kronis. Kortikosteroid dapat
diberikan secara parenteral, oral atau dengan aerosol. Steroid oral dapat
diberikan untuk periode singkat (misalnya 3 atau 10 hari), harus diberikan
dengan dosis efektif paling rendah.
Natrium
kromolim
Obat nonsteroid ini menstabilkan membran sel
mast, menghambat aktivitas dan pelepasan mediator dari eosinofil dan sel-sel
epitelial dn menghambat penyempitan jalan napas akut setelah pejanan akibat
latihan fisik, udara dingin yang kering dan sulfur dioksida, dapat diberikan
melalui nebuliser atau Metered Dose Inhaler (MDI).
Natrium nedokromil adalah obat lain yang
bersifat antialergik dan anti inflamasi.
Agonis adrenergik-β (terutama albuterol,
metaproterenol, dan terbutalin).
Digunakan untuk pengobatan eksaserbasi akut
dan untuk pencegahan bronkospasme akibat latihan. Dapat diberikan sebagai obat
inhalasi, oral atau parenteral. Agonis adrenergik-β inhalasi tidak boleh
digunakan lebih dari tiga sampai empat kali sehari untuk gejala akut.
Metilsantin
(terutama teofilin)
Telah digunakan bertahun-tahun untuk
mengurangi gejala dan mencegah serangan asma. Dapat diberikan melalui
intravena, intramuskular, oral atau rektum (jarang digunakan) dosis teofilin
harus diatur untuk mencapai konsentrasi serum 5 sampai 15 Mg/ml (National
Asthma Education dan Prevention Program, 1997).
Modifer
Leukotrien
Leukotrien adalah mediator inflamasi yang
menyebabkan hyperesponsivitas jalan napas. Modifer leukotrien (seperti
zafirlukast, zileuton dan natrium montelukast) menyekat efek inflamasi dan
bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam kombinasi dengan agonis
–β dan steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan mencegah untuk
memberikan pengendalian jangka panjang dan mencegah gejala pada asma persisten
ringan (Fost and Sphan, 1998).
Latihan
Fisik
Bronkospasme akibat latihan fisik (Exercise-induced
Bronchospasma [EIB] ) adalah obstruksi jalan napas akut reversibel yang
biasanya sembuh sendiri terjadi selama atau setelah aktivitas berat mencapai
puncak 5-10 menit setelah aktivitas berhenti dan biasanya berhenti 20-30 menit,
kemudian pasien menderita EIB mengalami batuk, sesak napas, nyeri dada atau
dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan fisik.
Berenang dapat ditoleransi oleh anak yang
menderita EIB, karena mereka menghirup udara yang bersaturasi penuh dengan
kelembaban dan karena jenis pernapasan yang diperlukan dalam berenang.
Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak
penderita asma dan sebagian besar anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas di
sekolah dan olahraga dengan kesulitan minimal agar asma tetap dapat dikendalikan.
Pengobatan profilaktik yang tepat dengan agens adrenergik-β atau natrium
kromolin sebelum latihan fisik biasanya memungkinkan anak berpartisipasi penuh
dalam latihan fisik yang berat.
Fisioterapi
dada
Mencakup latihan bernapas dan latihan fisik,
terapi ini membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur, pola
pernapasan yang lebih efisien. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak dianjurkan
selama eksaserbasi asma akut tanpa komplikasi (Wong, 2003).
Tags
Patologi