Patofisiologi
infeksi saluran kemih berlangsung secara berurutan. Pada individu normal,
biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan
jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi
mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative.
(Sukandar, E., 2004). Urin biasanya berada dalam keadaan steril. Infeksi
berlaku apabila bakteri masuk ke dalam urin dan mula bertumbuh. Proses infeksi
ini biasanya bermula pada pembukaan uretra di mana urin keluar dari tubuh dan
masuk naik ke dalam traktus urinari.
Biasanya,
dengan miksi ia dapat mengeluarkan bakteri yang ada dari uretra tetapi jika
bakteri yang ada terlalu banyak, proses tersebut tidak membantu. Bakteri akan
naik ke atas saluran kemih hingga kandung kemih dan bertumbuh kembang di sini
dan menjadi infeksi. Infeksi bisa berlanjut melalui ureter hingga ke ginjal. Di
ginjal, peradangan yang terjadi disebut pielonefritis yang akan menjadi keadaan
klinis yang serius jika tidak teratasi dengan tuntas (Balentine, 2009).
Hampir
semua infeksi saluran kemih (ISK) disebabkan invasi mikroorganisme asending
dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks
vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di
klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal
Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA)
sebagai akibat lanjut invasi hematogen. (Sukandar, E., 2004)
Patogenesis
infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor
seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri dalam urin
dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa
faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis,
benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Bakteri uropatogenik yang
melekat pada pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot
polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya
bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut
(Hanson, 1999).
Mukosa
kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai
anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri seperti
pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada
permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.
Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui
lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter
maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat
mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa
ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frequency), dan
sakit waktu miksi (dysuri).
Mukosa
vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi
ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat
rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa
atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam
parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear
dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada
pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator
toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal
scarring). (Hanson, 1999).