Obat antihipertensi
adalah obat–obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Antihipertensi
juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular dan mereka yang
beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti
menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi
berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok,
mengurangi stress dan berolah- raga.
Pemberian
obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140/90
mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan
bukti adanya kerusakan organ tubuh yang
parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan
penanganan segera dengan antihipertensi.
Tujuan Pemberian Obat Antihipertensi
Pada
dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat
mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan
pada pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau
lebih rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami insiden
kerusakan organ akhir atau kondisi seperti diabetes, level tekanan darah
yang diharapkan a dalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1
g / hari) diharapkan tekanan darah di
bawah 150/75 mmHg.
Adapun tujuan pemberian obat antihipertensi,
yakni:
- Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat gagal jantung.
- Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah dan mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
- Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang sudah terkena serangan serebrovaskular.
- Mengurangi mortalitas fetal dan perinatal yang diasosiasikan dengan hipertensi maternal.
Klasifikasi Obat Antihipertensi
Dikenal
lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yaitu: diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik
(β-blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin
(Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium.
Diuretik
Mekanisme
kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan garam yang
tersimpan di alam tubuh.
Pengaruhnya ada dua tahap, yaitu:
- Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
- Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang.
Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide,
Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion.
Penyekat Reseptor Beta Adrenergik
(β-Blocker)
Berbagai mekanisme penurunan tekanan
darah akibat pemberian β-blocker dapat
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain:
- Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung
- Hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II
- Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin.
Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol,
Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.
Penghambat Angiotensin Converting Enzyme
(ACE-Inhibitor)
Kaptopril
merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk
pengobatan hipertensi dan gagal jantung.
Mekanisme
kerja: secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan pada saat yang
bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa vasokonstriksi yang
berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi
(melalui bradikinin).
Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril, Benazepril,
Fosinopril, Moexipril, Quianapril,
Lisinopril.
Penghambat Reseptor Angiotensin
Mekanisme
kerja: inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya
lebih spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada
produksi ataupun metabolisme bradikinin.
Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan, Candesartan,
Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan.
Antagonis
Kalsium
Mekanisme
kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama
menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi,
terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan
Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik
negatif langsung pada jantung.
Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil,
Nifedipine.
Efek Samping Obat Antihipertensi
Antihipertensi
dari golongan diuretik, ACE-inhibitor dan beberapa β-Blocker dapat menyebabkan
reaksi likenoid. ACE-inhibitor juga diasosiasikan dengan kehilangan sensasi
pada lidah dan rasa terbakar pada mulut. ACE–inhibitor dan penghambat reseptor
angiotensin II pernah diimpliksikan bahwa keduanya menyebabkan angioedema pada
rongga mulut pada sekelompok 1% dari pasien yang mengonsumsinya. Meskipun
oedema pada lidah, uvula, dan palatum lunak yang paling sering terjadi, tetapi
oedema larynx adalah yang paling serius karena berpotensi menghambat jalan
nafas.
Efek
samping obat – obatan antihipertensi pada rongga mulut adalah xerostomia,
reaksi likenoid, pertumbuhan gingiva yang berlebih, pendarahan yang parah,
penyembuhan luka yang tertunda.
Sedangkan
efek samping yang sistemik yang paling sering dilaporkan adalah konstipasi,
batuk, pusing, mengantuk, letih, frekuensi berkemih yang meningkat, berkuranya
konsentrasi, disfungsi seksual dan rasa tidak enak pada perut.
Tags
Gizi dan Nutrisi