Infeksi genital non-spesifik (IGNS) merupakan
infeksi traktus genital yang disebabkan oleh penyebab yang nonspesifik yang
meliputi beberapa keadaan yaitu Uretritis Non-spesifik (UNS), proktitis
nonspesifik dan Uretritis Non-Gonore (UGN) (Lumintang, 2009).
Epidemiologi Infeksi genital
non-spesifik
Di dunia, WHO memperkirakan terdapat 140 juta
kasus yang terjadi akibat infeksi C.trachomatis. Terdapat 1,1 juta kasus
dilaporkan di Amerika Serikat dengan prevalensi tertinggi terjadi pada wanita
diusia 15-24 tahun pada tahun 2007 (Struble, 2010).
Sedangkan di Indonesia, dari data yang
diambil dari poliklinik IMS RS dr.Pirngadi Medan didapatkan prevalensi UNG
sebesar 54% pada tahun 1990-1991. Di RSUP Denpasar prevalensi UNG/IGNS sebesar
13,8% pada tahun 1993-1994. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan terhadap kelompok
pramuwaria di Jakarta mendapatkan data prevalensi klamidia sebesar 35,48% dari
62 orang yang diperiksa sedangkan pada pemeriksaan terhadap WTS di Medan
menunjukkan prevalensi sebesar 45% (Hakim, 2009).
Etiologi dan morfologi Infeksi
genital non-spesifik
Penyebab 30% hingga 50% kasus Infeksi genital
non-spesifik adalah Chamydia trachomatis, sedangkan kasus selebihnya umumnya
disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum. Chlamydia trachomatis, imunotipe D
sampai dengan K, ditemukan pada 35 – 50 % dari kasus uretritis non gonokokus.
Klamidia
yang menyebabkan penyakit pada manusia diklasifikasikan menjadi tiga spesies,
yaitu (Struble, 2010):
- Chlamydia psittaci, penyebab psittacosis.
- C. Trachomatis, termasuk serotipe yang menyebabkan trachoma infeksi alat kelamin, Chlamydia conjunctivitis dan pneumonia anak dan serotipe lain yang menyebabkan Lymphogranuloma venereum.
- Pneumoniae, penyebab penyakit saluran pernapasan termasuk pneumonia dan merupakan penyebab penyakit arteri koroner.
Gejala klinis Infeksi
genital non-spesifik
Penting untuk mengetahui adanya koitus
suspektus yang biasanya terjadi 1 hingga 5 minggu sebelum timbulnya gejala.
Juga penting untuk mengetahui apakah telah melakukan hubungan seksual dengan
istri pada waktu keluhan sedang berlangsung, mengingat hal ini dapat menyebabkan
fenomena penularan pingpong (Lumintang, 2009).
Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi
Menular Seksual Depkes RI, infeksi melalui hubungan seksual ini pada pria
muncul sebagai uretritis dan pada wanita sebagai servisitis mukopurulen.
Manifestasi klinis dari uretritis kadang sulit dibedakan dengan gonorrhea dan
termasuk adanya discharge mukopurulen dalam jumlah sedikit atau sedang,
terutama pada pagi hari (morning drops) dan dapat pula berupa bercak di celana
dalam, gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air kecil. Infeksi tanpa
gejala bisa ditemukan pada 1-25% pria dengan aktivitas seksual aktif. Pada
wanita, manifestasi klinis mungkin sama dengan gonorrhea, dan seringkali muncul
sebagai discharge endoservik mukopurulen, disertai dengan pembengkakan, eritema
dan mudah mengakibatkan perdarahan endoservik disebabkan oleh peradangan dari
epitel kolumner endoservik. Namun, 70 % dari wanita dengan aktivitas seksual
aktif yang menderita klamidia, biasanya tidak menunjukkan gejala. Infeksi
kronis tanpa gejala dari endometrium dan saluran tuba bisa memberikan hasil
yang sama. Manifestasi klinis lain namun jarang terjadi seperti bartolinitis,
sindroma uretral dengan disuria dan pyuria, perihepatitis (sindroma
Fitz-Hugh-Curtis) dan proktitis. Infeksi yang terjadi selama kehamilan bisa
mengakibatkan ketuban pecah dini dan menyebabkan terjadinya kelahiran prematur,
serta dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang paru pada bayi baru lahir.
Infeksi klamidia endoserviks meningkatkan risiko terkena infeksi HIV. Infeksi
klamidia bisa terjadi bersamaan dengan gonorrhea, dan tetap bertahan walaupun
gonorrhea telah sembuh. Oleh karena servisitis yang disebabkan oleh gonokokus
dan klamidia sulit dibedakan secara klinis maka pengobatan untuk kedua
mikroorganisme ini dilakukan pada saat diagnosa pasti telah dilakukan. Namun
pengobatan terhadap gonorrhea tidak selalu dilakukan jika diagnosa penyakit
disebabkan C. trachomatis.
Pemeriksaan Infeksi genital
non-spesifik
Diagnosa Uretritis Non Gonokokus (UNG) atau
diagnosa servisitis non gonokokus ditegakkan biasanya didasarkan pada kegagalan
menemukan Neisseria gonorrhoeae melalui sediaan apus dan kultur. Klamidia
sebagai penyebab dipastikan dengan pemeriksaan preparat apus yang diambil dari
uretra atau endoserviks atau dengan tes IF langsung dengan antibodi monoklonal,
EIA, Probe DNA, tes amplifikasi asam nukleus (Nucleic Acid Amplification Test,
NAAT), atau dengan kultur sel. NAAT bisa dilakukan dengan menggunakan spesimen
urin. Organisme intraseluler sulit sekali dihilangkan dari discharge.
Pada pemeriksaan sekret uretra dengan
pewarnaan Gram ditemukan leukosit lebih dari 5 pada pemeriksaan mikroskop
dengan pembesaran 1000 kali. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan
pewarnaan Gram didapatkan leukosit lebih dari 30 per lapangan pandang dengan
pembesaran 1000 kali. Tidak dijumpai diplokokus negatif gram, serta pada
pemeriksaan sediaan basah tidak didapati parasit Trichomonas vaginalis
(Lumintang,2009).
Pembiakan C.trachomatis yang bersifat obligat
intraseluler harus dilakukan pada sel hidup. Sel hidup ini dibiakkan dalam
gelas kaca yang disebut biakan monolayer seperti Mc Coy dan BHK yang dapat
dilihat hasil pertumbuhannya pada hari ketiga.
Komplikasi Infeksi genital
non-spesifik
Komplikasi dan gejala sisa berupa salpingitis
dengan risiko infertilitas, kehamilan diluar kandungan atau nyeri pelvis
kronis. Komplikasi dan gejala sisa mungkin terjadi dari infeksi uretra pada
pria berupa epididimitis, infertilitas dan sindroma Reiter. Pada pria
homoseksual, hubungan seks anorektal bisa menyebabkan proktitis klamidia
(Ditjen PP&PL).
Tags
Patologi