Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kesepian. Menurut Brehm (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesepian,
adalah sebagai berikut:
Usia
Strereotip yang berkembang dalam masyarakat
yang beranggapan bahwa semakin tua seseorang, maka akan semakin merasa
kesepian, tetapi banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa stereotip
tersebut keliru. Berdasarkan penelitian Ostrov & Offer (dalam Brehm, 2002)
ditemukan bahwa orang yang paling kesepian justru berasal dari orang-orang yang
berusia remaja dan dewasa awal. Fenomena ini kemudian diteliti oleh Perlman
(dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2000) dan menemukan hasil yang sama, dimana
kesepian lebih tinggi pada remaja dan dewasa awal dan lebih rendah pada orang
yang lebih tua.
Menurut Brehm (2002) hal tersebut disebabkan
orang yang lebih muda menghadapi banyak transisi sosial yang besar, misalnya
merantau, memasuki dunia kuliah, memasuki dunia kerja secara full time untuk pertama
kalinya yang dapat menimbulkan kesepian. Sejalan dengan bertambahnya usia,
kehidupan sosial mereka menjadi semakin stabil.bertambahnya usia seiring dengan
meningkatnya keterampilan sosial seseorang dan mereka menjadi semakin realistik
terhadap hubungan sosial yang mereka harapkan.
Sosio-ekonomi
Weiss (dalam Brehm, 2002) mengatakan bahwa
kelompok dengan penghasilan yang lebih rendah cenderung mengalami kesepian. Hal
yang sama juga ditemukan oleh Page & Cole (dalam Brehm, 2002) berdasarkan survey
yang dilakukan ditemukan bahwa aggota keluarga dengan penghasilan rendah lebih
mengalami kesepian daripada anggota keluarga dengan penghasilan yang lebih
tinggi. Berdasarkan studi, tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang
berbanding terbalik dengan kesepian (Brehm, 2002).
Status Perkawinan
Secara umum, orang yang menikah kurang merasa
kesepian daripada orang yang tidak menikah (Page & Cole; Perlman &
Peplau; Stack, dalam Brehm, 2002). Tidak menikah dikategorikan dalam subgroup
(tidak pernah menikah, bercerai atau janda) diperoleh hasil yang berbeda,
dimana orang yang tidak pernah menikah lebih tidak kesepian. Kesepian dilihat sebagai
reaksi hilangnya hubungan pernikahan daripada respon ketidakhadiran (Brehm,
2002). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Demir & Fisiloghu (dalam
Brehm, 2002) kesepian berhubungan dengan kepuasan pernikahan sehingga orang
dengan pernikahan yang tidak bahagia berisiko mengalami kesepian.
Gender
Walaupun banyak studi tentang kesepian yang
tidak mengindikasikan adanya perbedaan menyeluruh antara laki-laki dan
perempuan, beberapa penelitian menemukan bahwa laki-laki memiliki skor kesepian
yang lebih tinggi daripada perempuan. Menurut Borys dan Perlman (dalam Brehm, 2002)
laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini disebabkan oleh stereotip peran gender yang berlaku dalam
masyarakat. Berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang
sesuai bagi laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan (Borys & Perlman
dalam Wrightsman & Deaux, 1993).
Brehm (2002) menambahkan bahwa gender
berinteraksi dengan status pernikahan. Berdasarkan studi cross-national (Stack,
dalam Brehm, 2002) pernikahan mengurangi kemungkinan laki-laki mengalami
kesepian. Di antara pasangan yang menikah dilaporkan bahwa perempuan lebih
sering mengalami kesepian dibandingkan dengan laki-laki (Fredman; Peplau & Perlman;
Rubenstein & Shaver, dalam Brehm, 2002). Sebaliknya, pada kelompok yang
belum menikah dan kelompok orang yang bercerai ditemukan bahwa laki-laki lebih
sering mengalami kesepian dibandingkan dengan perempuan (Peplau & Perlman;
Rubenstein & Shaver, dalam Brehm, 2002).
Brehm (2002) mengatakan penemuan ini
menunjukkan bahwa laki-laki cenderung mengalami kesepian ketika tidak memiliki
pasangan yang intim. Sementara perempuan cenderung mengalami kesepian ketika
ikatan perkawinan mengurangi akses untuk terlibat pada jaringan yang lebih
luas. Dengan demikian, laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
isolasi emosional sedangkan perempuan memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami isolasi sosial (Brehm, 2002).
Karakteristik latar belakang
yang lain
Karakteristik ini dilihat dari perkembangan
rentang kehidupan seseorang. Brehm (2002) mengatakan hubungan antara anak-orang
tua serta struktur keluarga berhubungan dengan kesepian. Berdasarkan struktur
keluarga, Rubenstein & Shaver (dalam Brehm 2002) menemukan bahwa orang dengan
orang tua bercerai lebih merasa kesepian daripada orang dengan orang tua tidak
bercerai. Semakin muda usia seseorang ketika orang tuanya bercerai, maka
semakin tinggi tingkat kesepian yang akan dialami individu tersebut ketika
dewasa. Selain itu, dikatakan juga bahwa hubungan antara orang tua anak penting
dalam mengidentifikasi kesepian.