Dimensi psychological well-being terdiri dari
beberapa macam. Menurut Ryff (dalam Keyes, 1995), pondasi untuk diperolehnya
kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi
secara positif (positive psychological functioning).
Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis
yang positif yaitu:
Penerimaan Diri
(Self-Acceptance)
Self-acceptance dalam PWB ini berkaitan
dengan penerimaan individu pada masa kini dan masa lalunya. Selain itu juga
berkaitan dengan adanya penilaian positif atas kondisi diri sendiri. Seseorang
memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri adalah mereka yang
memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik
maupun buruk, dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya.
Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang rendah adalah mereka yang
menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, mengalami masalah
dengan kualitas tertentu dari dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah
terjadi pada kehidupan masa lalu, dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri
sendiri.
Hubungan Positif dengan
Orang Lain (Positive Relations with Others)
Komponen lain dari PWB adalah kemampuan
individu untuk membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Individu yang
matang digambarkan sebagai individu yang mampu untuk mencintai dan membina
hubungan interpersonal yang dibangun atas dasar saling percaya. Individu juga
memiliki perasaan yang kuat dalam melakukan empati dan afeksi terhadap sesama
manusia, memiliki persahabatan yang mendalam, dan mempunyai kemampuan
identifikasi yang baik dengan orang lain. Individu yang memiliki hubungan
positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang hangat dan penuh
kepercayaan dengan orang lain. Selain itu, individu memiliki kepedulian
terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, dan
mempunyai hubungan yang intim, serta memahami prinsip memberi dan menerima
dalam hubungan antar pribadi.
Selain itu, ia memiliki kedekatan (intimacy)
dengan orang lain dan mampu memberikan bimbingan serta pengarahan kepada orang
lain (generativity). Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi
hubungan positif menunjukkan tingkah laku yang tertutup dalam berhubungan
dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, terbuka dan peduli dengan
orang, merasa terasing dan frustasi dalam hubungan interpersonalnya, serta
tidak bersedia untuk melakukan kompromi agar dapat mempertahankan hubungan
dengan orang lain.
Otonomi (Autonomy)
Ciri utama seseorang yang memiliki otonomi
yang baik antara lain kemampuan untuk menentukan nasib sendiri, kemampuan untuk
mengatur tingkah laku, dan kemampuan untuk mandiri. Ia mampu mengambil
keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut
memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku
dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal, bukan
tergantung pada penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebaliknya, individu
yang kurang memiliki otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan
harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain
untuk membuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial
untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu.
Penguasaan Lingkungan
(Environmental Mastery)
Kemampuan untuk menguasai lingkungan
didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memilih, menciptakan, atau
mengelola lingkungan agar berjalan seiring dengan kondisi psikologis dirinya
dalam rangka pengembangan diri. Individu yang baik dalam dimensi penguasaan
lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia
dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk
mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan
kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu memilih dan menciptakan
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya, individu yang
memiliki penguasaan lingkungan yang kurang baik akan mengalami kesulitan dalam
mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau
meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan
peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya.
Tujuan Hidup (Purpose in
Life)
Kondisi mental yang sehat memungkinkan
individu untuk menyadari bahwa ia memiliki tujuan tertentu dalam hidup yang ia
jalani serta mampu memberikan makna pada hidup yang ia jalani. Allport (1961)
menjelaskan bahwa salah satu ciri kematangan individu adalah memiliki tujuan
hidup, yakni memiliki rasa keterarahan (sense of directedness) dan tujuan
(intentionality). Selain itu, Rogers (1961) mengemukakan bahwa fully
functioning person memiliki tujuan dan cita-cita serta rasa keterarahan yang
membuat dirinya merasa bahwa hidup ini bermakna (Ryff, 1989).
Individu yang memiliki nilai tinggi dalam
dimensi tujuan hidup adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup,
merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki
keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan sasaran hidup
yang ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, individu yang kurang memiliki
tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas,
tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu,
serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan
(Ryff, 1995).
Pertumbuhan Pribadi
(Personal Growth)
Individu yang matang secara psikologis tidak
hanya mampu mencapai karakteristik-karakteristik pribadi dan pengalaman
terdahulu., melainkan juga mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan
potensinya, tumbuh sebagai individu yang fully functioning. Untuk dapat
berfungsi sepenuhnya, individu harus memiliki keterbukaan terhadap pengalaman.
Individu yang terbuka pada pengalaman akan lebih menyadari lingkungan
sekitarnya dan tidak berhenti pada pendapat-pendapat sebelumnya yang
kemungkinan tidak benar. Rogers menyebutnya sebagai “keinginan untuk menjadi”.
Individu yang mencapai kondisi tersebut tidak berhenti pada suatu keadaan
statis dan berhenti mengembangkan dirinya. Justru keterbukaan terhadap
pengalaman, selalu menghadapi tantangan dan tugas-tugas baru pada setiap fase kehidupannya.
Individu yang matang selalu berusaha mengaktualisasikan dirinya dan menyadari
potensi-potensi yang dimiliki.
Individu yang memiliki pertumbuhan pribadi
yang baik ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang
berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu
tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki
kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan
peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat
berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang
bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang kurang
baik akan merasa dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan
pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya,
serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih
baik (Ryff, 1995).