Definisi psychological well-being adalah
sebuah kata yang muncul dan popular akhir-akhir ini. Istilah Psychological
Well-Being (PWB) berawal dari tulisan filsuf Aristoteles mengenai eudaimonia
(Ryff,1989). Istilah ini tidak hanya sekedar berarti kebahagiaan atau
menunjukkan antara kepuasaan terhadap keinginan yang benar dan salah (Hedonistic),
melainkan Eudaimonia lebih memberikan karakteristik yang tertinggi dari
keberadaan manusia, yaitu berjuan untuk mencapai kesempurnaan dengan jalan merealisasikan
potensi yang sebenarnya.
Aristoteles (dalam Ryff,1989) berpendapat bahwa
pengertian bahagia bukanlah diperoleh dengan jalan mengejar kenikmatan dan menghindari
rasa sakit, atau terpenuhinya segala kebutuhan individu, melainkan melalui
tindakan nyata yang mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki individu.
Hal inilah yang merupakan tugas dan tanggungjawab manusia sehingga merekalah
yang menentukan apakah menjadi individu yang merasa bahagia, merasakan apakah
hidupnya bermutu, berhasil atau gagal.
Pada intinya psychological well-being merujuk
pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan
ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya ketidakpuasan hidup,
kecemasan dan sebagainya) sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi
potensi atau aktualisasi diri (Bradburn dalam Ryff dan Keyes, 1995). Ryff
mengajukan beberapa literatur untuk mendefinisikan kondisi mental yang
berfungsi positif yaitu Rogers menyebutnya dengan istilah fully functioning
person, Maslow menyebutnya dengan konsep selfactualized person, dan Jung
mengistilahkannya dengan individuasi, serta Allport menyebutnya dengan konsep
Maturity (Ryff,1989).
PWB dapat ditandai dengan diperolehnya
kebahagiaan, kepuasaan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff,
1995). Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1989) kebahagiaan (hapiness)
merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi
yang ingin dicapai oleh setiap manusia.
Ryff menyebutkan bahwa PWB terdiri dari enam
dimensi, yaitu penerimaan terhadap diri sendiri, memiliki hubungan yang positif
dengan orang lain, kemandirian, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan
dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan (Ryff
& Keyes, 1995).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa psychological well-being (kesejahteraan psikologis) adalah
kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai
kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut
dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri,
relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi,
penguasaan lingkungan dan otonomi.