Hukuman penjara sangat berdampak pada
perubahan psikologis. Meskipun berbagai usaha telah dilakukan dalam pembinaan
narapidana selama menjalani pidana, namun dampak psikologis akibat hukuman
penjara merupakan dampak yang paling berat yang dirasakan oleh setiap
narapidana.
Berikut
berbagai dampak psikologis akibat hukuman penjara (Harsono, 1995) antara lain:
- Lost of personality. Seorang narapidana selama di pidana akan kehilangan kepribadian, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di lembaga pemasyarakatan. Selama menjalani pidana, narapidana diperlakukan sama atau hampir sama antara narapidana yang satu dengan narapidana yang lain. Hal ini akan membentuk kepribadian yang khas yaitu kepribadian narapidana seperti temperamental, agresif, dan lain-lain.
- Lost of security. Selama menjalani pidana, narapidana selalu dalam pengawasan petugas. Seseorang yang secara terus-menerus diawasi akan merasakan kurang aman, merasa selalu dicurigai, dan merasa selalu tidak dapat berbuat sesuatu atau bertindak karena takut kalau tindakannya merupakan suatu kesalahan yang dapat membuat narapidana tersebut dihukum. Kerena narapidana diawasi terus-menerus menyebabkan narapidana tersebut ragu dalam bertindak, kurang percaya diri, salah tingkah, tidak mampu mengambil keputusan dengan baik. Situasi yang demikian, dapat mengakibatkan narapidana melakukan tindakan kompensasi demi sabilitas jiwanya. Dimana narapidana akan bertindak sesuai dengan kondisi di lembaga pemasyarakatan tersebut meskipun bertentangan dengan kehendak narapidana untuk menghindari hukuman.
- Lost of liberty. Pidana hilang kemerdekaan telah merampas berbagai kemerdekaan individual. Secara psikologis, keadaan yang demikian menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya, pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap program-program pembinaan.
- Lost of personal comunication. Selama menjalani hukuman, kebebasan untuk berkomunikasi dibatasi. Narapidana tidak bisa bebas untuk berkomunikasi dengan relasi, keluarganya. Sebagai makhluk sosial, narapidana memerlukan komunikasi dengan teman, keluarga atau orang lain keterbatasan kesempatan untuk berkomunikasi ini merupakan beban psikologis tersendiri.
- Lost of good and service. Narapidana juga merasakan kehilangan pelayanan. Dalam lembaga pemasyarakatan, narapidana harus mampu mengurus dirinya sendiri, misalnya mencuci pakaian, menyapu ruangan. Narapidana tidak boleh memilih warna atau model pakaian sendri semua telah diatur agar sesuai dengan narapidana yang lain, termasuk dalam hal menu makanan setiap hari. Hilangnya pelayanan menyebabkan narapidana kehilangan rasa afeksi, kasih sayang yang biasa didapat diluar lapas.
- Lost of heterosexual. Selama menjalani pidana, narapidana ditempatkan dalam blok-blok sesuai dengan jenis kelaminnya. Penempatan ini menyebabkan narapidana juga merasakan betapa naluri seks, kasih sayang, rasa aman bersama keluarga ikut terampas. Hal ini akan menyebabkan penyimpangan seksual, seperti homoseks, lesbian, dan lain-lain. Semua merupakan penyaluran nafsu seks yang terpendam.
- Lost of prestige. Narapidana juga kehilangan harga dirinya. Bentuk-bentuk perlakuan dari petugas terhadap narapidana membuat narapidana menjadi terhampas harga dirinya. Misalnya WC dan tempat mandi yang terbuka.
- Lost of belief. Akibat dari perampasan berbagai kebebasan narapidana menjadi kehilangan rasa percaya diri. Hal ini disebabkan tidak adanya rasa aman, tidak dapat membuat keputusan sendiri, kurang mantap dalam bertindak dan kurang memiliki stabilitas jiwa yang mantap.
- Lost of creativity. Selama menjalani pidana, kreativitas, ide-ide, gagasan, imajinasi, bahkan juga impian dan cita-cita narapidana ikut terampas.
Tags
Psikologi Sosial