Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan
bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek
psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam
situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan
pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas.
Pengaruh orang lain yang
dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk
memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya
penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.
Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang
dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam
membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten
yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami (Hergenhan dalam
Azwar, 2007). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu
masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap
berbagai masalah.
Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan
yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
Lembaga Pendidikan dan
Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama
sebagai sesuatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman
akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta
ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem
kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian
konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap
sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada
umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau
mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak.Dalam hal seperti
itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama
sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh
emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang
sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat
pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
Menurut
Bimo Walgito (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), pembentukan dan perubahan
sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
- Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.
- Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Sementara
itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003)
menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
- Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.
- Karakter kepribadian individu
- Informasi yang selama ini diterima individu
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari
luar individu dan faktor intrinsik yang berasal dari dalam individu.