Beitch-man et al (dalam Tower, 2002), korban
yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka
pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas empat jenis
dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban
kekerasan seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan
kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
Traumatic sexualization
(trauma secara seksual)
Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa
perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual,
dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga.
Finkelhor (dalam Tower, 2002) mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan
sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
Powerlessness (merasa tidak
berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi
buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.
Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa
dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga
merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas
dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere dalam
Tower, 2002).
Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah,
malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk
akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk
mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan
beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban
lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya,
menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut
(Gelinas, Kinzl dan Biebl dalam Tower, 2002).
Tags
Perkembangan Anak