Dua orang yang mempunyai sifat dan kepribadian yang berbeda disatukan dalam suatu ikatan perkawinan, tentu bukan suatu hal yang akan terus berjalan mulus. Pasti ada masanya di antara suami isteri akan timbul masalah baik itu disebabkan oleh isteri maupun suami. Karena alasan perbedaan bahkan terjadinya konflik dalam keluarga itulah yang biasanya di jadikan alasan untuk melakukan percaraian.
Alasan orang melakukan perceraian (Nakamura, 1991), antara lain:
- Ekonomis: Kebutuhan sehari-hari tidak pernah tercukupi.
- Krisis moril: Keadaan suami / istri mengadakan hubungan seksual dengan orang lain yang bukan pasangan yang sah. Alasan seperti “moril, akhlak, serong, sedeng” termasuk kategori ini. Dalam beberapa kasus ada yang ditegaskan bahwa suami / istri mengadakan hubungan dengan wanita / pria lain.
- Dimadu dapat berbentuk keadaan (a) istri sudah dimadu oleh istri lain (seseorang atau lebih) dan ia merasa tak tahan lagi, (b) suami ingin kawin lagi dan istri tidak mau dimadu oleh calon madu ini.
- Meninggalkan kewajiban merupakan alasan terbanyak tercatat dalam laporan. Menurut hukum islam kewajiban utama dalam perkawinan bagi suami adalah memelihara istrinya dengan menyediakan kebutuhan hidup yang layak baginya. Istri berkewajiban untuk menjaga keserasian rumah tangga dan taat kepada suami. Jadi kewajiban dalam perkawinan bentuknya berbeda antara suami dan istri dan sifatnya umum sehingga bermacam-macam alasan dapat dimasukan didalam kategori ini.
- Biologis adalah keadaan suami dan istri yang tidak mempunyai kemampuan jasmaniah untuk membina perkawinan yang bahagia, seperti sakit, impotent, atau mandul.
- Pihak ketiga adalah campur tangan di pihak lain, seperti orang tua dari istri atau suami, dalam urusan rumah tangga dan melaksanakan perceraian.
- Politik adalah pertentangan keyakian politik antara suami dan istri.
Tetapi menurut Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, tidak membolehkan perceraian dengan dasar permufakatan atau persetujuan semata antara suami dan isteri, tetapi harus ada alasan yang sah.
UUP (Undang-undang Perkawinan), dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, menyebutkan beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian, yaitu:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun dan hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri
- Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Selain itu, ketentuan dalam Pasal 116 KHI menyebutkan alasan lainnya yang dapat dijadikan alasan perceraian perceraian, yakni:
- Suami melanggar taklik talak
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Alasan perceraian di atas disebutkan secara limitatif, artinya selain alasan- alasan yang disebut dalam Undang-Undang bukan merupakan alasan perceraian. Dengan demikian alasan lain tidak bisa diajukan sebagai dasar gugatan.
Tags
Perkembangan Dewasa