Perkembangan perilaku agresif mengikuti perkembangan fisik, sosial, psikologis dan perkembangan lainnya. Agresif berkaitan dengan trauma pada masa anak pada saat merasa lapar, kedinginan, basah, atau merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi terus menerus, maka ia akan menampakkan reaksi berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit, bahkan mencoba menahan napasnya (Yosep, 2007).
Setelah anak berkembang dewasa ia menampakkan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi. Seperti tempertantrum, melempar, menjerit, menahan napas, mencakar, merusak atau bersikap agresif pada bonekanya. Bila reward and punishment tidak dilakukan maka ia cenderung menganggap perbuatan tersebut benar (Yosep, 2007).
Bila kontrol lingkungan seputar anak tidak berfungsi, maka reaksi agresif tersebut bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga apabila ia merasa benci atau frustasi dalam mencapai tujuannya ia akan bertindak agresif. Hal ini akan bertambah apabila ia merasa kehilangan orang-orang yang dicintai dan orang yang berarti.
Tetapi pelan-pelan ia akan belajar mengontrol dirinya dengan norma dan etika dari dalam dirinya yang dia adopsi dari pendidikan dan lingkungan sekitarnya, ia akan belajar mana yang baik dan mana yang tidak baik. Sehingga pola asuh dan orang-orang terdekat sekitar lingkungan akan sangat berarti (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain (Yosep, 2007).
Tags
Psikologi Sosial