Perilaku delinkuen (delinquency) berasal dari bahasa Latin “delinquere”, yang diartikan terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas menjadi jahat, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror dan tidak dapat diatur. Kartono (1998), dalam mengartikan delinkuen lebih mengacu pada suatu bentuk perilaku menyimpang, yang merupakan hasil dari pergolakan mental serta emosi yang sangat labil dan defektif.
Bynum dan Thompson (1996), mengartikan perilaku delinkuen dalam tiga kategori, yaitu the legal definition, the role definition, dan the societal response definition. Ketiga kategori tersebut memiliki pengertian masing-masing, yaitu:
The Legal Definition
Secara legal perilaku delinkuen diartikan sebagai segala perilaku yang dapat menjadi kejahatan jika dilakukan oleh orang dewasa atau perilaku yang oleh pengadilan anak dianggap tidak sesuai dengan usianya, sehingga anak tersebut dipertimbangkan melakukan perilaku delinkuen berdasarkan larangan yang diberlakukan dalam undang-undang status perilaku kriminal dari pemerintah pusat, negara dan pemerintah daerah. Namun, tidak semua perilaku pelanggaran dapat dikategorikan sebagai kriminal. Perilaku delinkuen merupakan perilaku yang dilakukan remaja, yaitu meliputi pelanggaran peraturan yang diberlakukan bagi anak seusianya, seperti membolos sekolah, atau mengkonsumsi alkohol dimana perilaku tersebut ilegal.
The Role Definition
Segi peran memfokuskan arti perilaku delinkuen pada pelaku antisosial daripada perilaku antisosial, pengertian ini mengungkap, ”Siapakah yang melakukan perilaku delinkuen?”. Pengertian mengacu pada individu yang mempertahankan bentuk perilaku delinkuen dalam periode waktu yang cukup lama, sehingga kehidupan serta identitas kepribadiannya terbentuk dari perilaku menyimpang (deviant). Konsep sosiologis yang berhubungan dengan pengertian peran dalam mendeskripsikan perilaku delinkuen, yaitu status sosial dan peran sosial. Status sosial merupakan pengaruh posisi seseorang dalam hubungannnya dengan orang lain dalam kelompok sosial atau masyarakat. Peran sosial diartikan sebagai perilaku yang diharapkan untuk ditunjukkan dari seseorang yang memiliki status dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat.
The Societal Response Definition
Pengertian dari segi societal response, menekankan pada konsekuen sebagai akibat dari suatu tindakan dan/atau seorang pelaku yang dianggap melakukan suatu perilaku menyimpang atau delinkuen, dimana audience yang mengamati dan memberi penilaian terhadap perilaku tersebut. Audience adalah kelompok sosial atau masyarakat dimana pelaku menjadi anggotanya. Berdasarkan ketiga kategori pengertian di atas, Bynum dan Thompson (1996), mengartikan perilaku delinkuen dengan mengkombinasikan ketiga kategori tersebut :
“Delinquency reffering to illegal conduct by a juvenile that reflects a persistent delinquent role and results in society regarding the offender as seriously deviant. Deviant is conduct that is perceived by others as violating institutionalized expectations that are widely shared and recognized as legitimate within the society.” (Bynum & Thompson, 1996)
Perilaku delinkuen merupakan suatu bentuk perilaku ilegal yang mencerminkan peran kenakalan yang terus-menerus, dimana perilaku tersebut oleh masyarakat dianggap sebagai penyimpangan yang sangat serius. Perilaku menyimpang tersebut diartikan oleh orang lain sebagai ancaman terhadap norma legitimasi masyarakat.
Walgito (dalam Sudarsono, 1997) merumuskan bahwa istilah delinkuen lebih ditekankan pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak dan remaja, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan. Fuad Hasan (dalam Hadisuprapto, 1997), merumuskan perilaku delinkuen sebagai perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak dan remaja yang bila dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.
Suatu perilaku dianggap ilegal hanya karena status usia si pelaku yang masih muda (bukan usia dewasa), atau yang sering disebut status offenses. Perilaku antisosial dapat berupa menggertak, agresi fisik dan perilaku kejam terhadap teman sebaya, sikap bermusuhan, lancang, negativistik terhadap orang dewasa, menipu terus-menerus, sering membolos dan merusak (Kaplan, Sadock & Grebb, 1997).
Simanjuntak (dalam Sudarsono, 1997), memberi tinjauan bahwa suatu perbuatan disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat di mana seseorang tinggal atau suatu perbuatan anti sosial di mana di dalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif. Suatu perbuatan dikatakan sebagai delinkuen atau tidak, ditinjau dari dua faktor, yaitu hukum pidana serta norma-norma dalam masyarakat. Sudarsono (1997), merumuskan bahwa perilaku delinkuen memiliki arti yang luas, yaitu perbuatan yang menimbulkan keresahan masyarakat, sekolah maupun keluarga, akan tetapi tidak tergolong pidana umum maupun khusus. Antara lain, perbuatan yang bersifat anti susila, yaitu durhaka kepada orang tua, membantah, melawan, tidak patuh, tidak sopan, berbohong, memusuhi orang tua, saudara-saudaranya, masyarakat dan lain-lain. Serta dikatakan delinkuen, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianut.
Farrington (dalam Quay, 1987), mengartikan delinkuen sebagai perilaku yang meliputi pencurian, perampokan, sifat suka merusak (vandalism), kekerasan terhadap orang lain, dan penggunaan obat, pengkategorian delinkuen juga meliputi perilaku status offenses (status bersalah) seperti minum-minuman beralkohol dan pelanggaran jam malam yang dilakukan oleh remaja. Seperti yang dikemukakan Lewis (dalam Short, 1987), perilaku delinkuen merupakan perilaku ilegal yang dilakukan oleh remaja meliputi, membolos, diasosiasikan dengan remaja yang suka melanggar peraturan, dan melanggar jam malam. Sedangkan Sunarwiyati (dalam Masngudin, 2004), merumuskan perilaku delinkuen meliputi, kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang miliki orang tua/orang lain tanpa izin, serta kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan, penganiayaan, penyiksaan, pembunuhan dan lain-lain.
Seiring perkembangannya Papalia (2003), mengartikan perilaku delinkuen mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah, yakni melanggar tata tertib, berkelahi), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri), yang dilakukan oleh anak dan remaja. Perilaku delinkuen merupakan suatu bentuk pelanggaran, kesalahan, serangan atau kejahatan yang relatif minor melawan undang-undang legal atau tidak terlalu berat dalam pelanggaran terhadap undang-undang, yang khususnya dilakukan oleh anak-anak muda yang belum dewasa (Chaplin, 2004).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku delinkuen merupakan suatu bentuk perbuatan anti sosial, melawan hukum negara, norma-norma masyarakat dan norma-norma agama serta perbuatan yang tergolong anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat, sekolah maupun keluarga, akan tetapi tidak tergolong pidana umum maupun khusus, yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa (anak dan remaja).
Tags
Perkembangan Remaja