Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, begitupun anak autis. Pendidikan anak autis memang mengalami kendala, karena gangguan perilaku yang biasa ditunjukkan oleh anak autis. Maraknya autisme pada anak menimbulkan berbagai keprihatinan bagi orangtua, bidang kesehatan dan juga pendidikan. Berbagai upaya telah dicoba oleh berbagai pihak baik secara parsial maupun secara integral untuk membantu anak autisme.
Salah satu upaya yang banyak adalah dengan mendirikan pusat-pusat terapi autisme yang juga berfungsi sebagai pusat pendidikan anak autis yang banyak bertujuan untuk membentuk perilaku positif dan mengembangkan kemampuan lain yang tarlambat, misalnya bicara, kemampuan motorik dan daya konsenterasi. Pusat terapi yang ada biasanya menerapakan metode behavioristic atau yang sering dikenal dengan terapi ABA (Applied Behavior Analysis) yang dikenalkan oleh Loovas (Sutardi, 2003).
Permasalahan yang muncul kemudian adalah bahwa penerapan ABA sendiri dibeberapa pusat terapi banyak yang menyimpang dari prosedur pelaksanaan sehingga banyak hal yang masih perlu diluruskan.
Metode ABA bertujuan untuk membentuk perilaku atau menguatkan perilaku yang positif dan menguarangi atau menghilangkan perilaku yang negatif atau tidak diinginkan. Kenyataan yang terjadi di beberapa pusat terapi bahkan memberikan efek samping yang kurang mengembirakan. Terapi sering kali disertai dengan bentakan, emosi negatif, ekpresi wajah menakutkan dan dengan nada suara tinggi. Bila hal ini dirasa kurang berhasil terapis tak segan- segan menerapkan hukuman-hukuman kecil yang semuamya di luar skenario ABA.
Model Pendidikan Terpadu Bagi Anak Autis
Kurikulum
Pendidikan anak autis di lembaga ini khususnya pada tingkat Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak. Kurikulum yang digunakan adalah sesuai dengan kurikulum Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak dari Diknas Plus yang disederhanakan. Tambahan kurikulum yang digunakan adalah dengan memberikan kegiatan wajib menari, olah raga, agama , terapi bicara, dan terapi perilaku.
Setiap hari anak mendapatkan kegiatan akademis sesuai dengan kurikulum misal: memahami warna, bentuk, ukuran, mewarnai, menempel, menguntai, menulis dan menyetempel, kolase dan menabung huruf untuk persiapan membaca. Setiap hari anak mendapatkan tiga buah kegiatan, dua kegiatan berupa tugas akademis dan satu kegiatan berupa kegiatan terapi.
Tugas akademis yang tidak selesai dikerjakan di sekolah dapat dikerjakan di rumah bersama orang tua. Sedangkan kegiatan terapi diatur sedemikian rupa secara bergantian antara kegiatan menari, terapi perilaku, terapi wicara dan olah raga. Setiap hari siswa mendapatkan waktu istirahat selama 45 menit mereka diberi kesempatan untuk bermain dan bergabung dengan anak kelompok bermain dan Taman Kanak- Kanak yang normal (tanpa gangguan).
Waktu yang diberikan sekolah selama empat jam (dari jam7.00 - jam11.00). Dua kegiatan akademis diberi waktu 2 jam, satu jam untuk kegiatan terapi, 45 menit istirahat dan bermain dan 15 menit makan bersama. Kegiatan dalam 1 bulan dijadwal sebagai berikut: Minggu 1 diberikan terapi perilaku, Minggu II terapi Wicara, Minggu III terapi perilaku dan koordinasi visual, Audio dan motorik dalam bentuk menari, dan Minggu IV terapi perilaku dan koordinasi visual, bodi motorik dalam bentuk olah raga. Mereka mendapatkan tambahan kegiatan berenang dan bermain drumband setiap dua minggu sekali pada setiap bulan.
Kegiatan terapi wicara dan perilaku metode yang digunakan adalah ABA modifikasi, artinya terapi dilakukan secara bergantian dan juga kelompok Pendekatan selama terapi adalah model kasih sayang, suasana diciptakan dalam ruang yang santai (agar anak tidak takut dan trauma) dengan suasana yang menyenangkan. Apabila ada perilaku yang agresif atau hiperaktif. Reward selalu diberikan ketika anak yang berhasil melakukan suatu perintah, dan bentuk reward sangat variatif. Mulai dari fisik, psikologis dan material.
Aturan yang dilakukan lembaga ini berlaku untuk semua siswa (baik siswa autisme maupun normal), seperti bersalaman dengan guru dan teman, mencium tangan guru dan orang tua, berdoa, makan bersama, mencuci tangan setelah bermain dan setelah makan, do’a sebelum dan sesudah makan, mengembalikan alat ke loker masing- masing. Kesempurnaan hasil bagi anak autisme bukan menjadi target utama, namun terbentuknya perilaku dan keterampilan sosial merupakan tujuan dari kegiatan bersama.
Model Pembelajaran di dalam Kelas
Kelas untuk pendidikan anak autis dibuat tidak terlalu besar (3x3), setiap kelas berisi 5 orang anak dengan satu guru TK dan seorang asisten. Kegiatan dilaksanakan dalam dua bentuk, yaitu bentuk mandiri dan bentuk kelompok. Bentuk mandiri model belajar menggunakan satu meja dan satu kursi (letak kursi berdekatan dengan tembok dan meja menghadap ketengah ruangan), sedangkan model kelompok menggunakan dua meja besar (digabung) dengan duduk lesehan di karpet (dalam kelas yang sama). Model ini bertujuan terjadinya imitasi positif dan terbentuknya keterampilan sosial dengan orang lain.
Kegiatan ekstra dalam bentuk renang, bermain drum band dan satu kali menari dilakukan bersama-sama dengan anak-anak normal. Tujuan dari model ini adalah membangun interaksi sosial dengan orang lain, komunikasi, dan keterampilan sosial serta kelancaran berbicara.
Sebelum anak-anak masuk ke dalam kelompok kecil, anak-anak autisme di masukkan kelas adaptasi dalam jumlah yang lebih besar (10 orang) kurang lebih selama satu bulan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kemampuan adaptasi baik terhadap guru, terapis dan teman sekelasnya, maupun tempat terapi dan ruang kelas tempat anak belajar.
Permainan yang digunakan sebagai alat bantu untuk mengembangkan atau memperkuat perilaku positif berupa permaianan fisik (motorik kasar), permainan keterampilan (motorik halus), Permainan akademis (untuk konsentrasi) dan bermain peran dengan teman (untuk keterampilan sosial).
Jadwal penerimaan murid merupakan kegiatan reguler, yaitu sertiap bulan Juni dan kegiatan akademis dimulai setiap bulan Juli. Tidak ada target waktu untuk mencapai keberhasilan, namun diupayakan semaksimal mungkin, apabila anak dinilai cukup mampu maka anak akan dipindahkan ke kelas umum (anak-anak normal) dengan di bawah pengawasan terapis dan masih wajib mengikuti terapi setiap hari. Anak-anak yang mendaftar diluar bulan penerimaan siswa akan dimasukkan di kelas adaptasi dan wajib mengikuti terapi.
Keberlanjutan
Kegiatan yang dilakukan dan diberikan di sekolah hendaknya dapat dilanjutkan di rumah semaksimal mungkin. Keberlanjutan kegiatan ini dibantu dengan adanya konsultasi psikologi dan kesehatan setiap dua minggu sekali pada hari Sabtu. Pemantauan diet makanan dan konsultasi medis pada dokter selalu di pantau oleh lembaga. Orang tua murid juga diberikan informasi tentang perkembangan anaknya setiap satu bulan sekali dan tiga bulan sekali diadakan sharing pengalaman dengan sesama orang tua.
Suasana kondusif di rumah akan dapat membantu pertumbuhan dan balajar anak. Sebaliknya, jika suasana di rumah bertentangan dengan sekolah, akan membuat anak kebingungan. Mungkin akan terjadi dilema bagi anak dalam pemilihan nilai yang benar dan diakui dalam kelompoknya, (Nugraha,2003)
Penghargaan Bagi Orang Tua
Penghargaan seluruh upaya orang tua untuk ikut meningkatkan kemampuan anak diwujudkan dalam bentuk berbagai macam lomba yang diagendakan setiap satu semester sekali, apabila anak dapat memenangkan lomba tersebut maka orang tua dan anak akan mendapatkan hadiah dari sekolah. Semua ini dimaksudkan untuk merangsang orang tua agar mau peduli untuk ikut membantu meneruskan program sekolah di rumah sendiri.
Tags
Autisme